Parlemen

Komisi II DPR Respons Walikota Bukittinggi yang Wajibkan ASN Shalat Subuh Berjamaah

Kam, 4 Maret 2021 | 11:21 WIB

Komisi II DPR Respons Walikota Bukittinggi yang Wajibkan ASN Shalat Subuh Berjamaah

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim. (Foto: dok. FPKB)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Luqman Hakim merasa keberatan terhadap kebijakan terbaru Wali Kota Bukittinggi, Sumatera Barat Erman Syafar yang mewajibkan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) pria muslim di sana untuk shalat subuh berjamaah setiap Jumat. 


Luqman menilai kebijakan itu perlu ditimbang lagi dan meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H Muhammad Tito Karnavian untuk turun tangan membina orang nomor satu di Bukittinggi itu.


Jika ingin menjadikan shalat subuh sebagai kebiasaan bagi para ASN, Luqman justru mendorong agar Erman lebih baik memberikan teladan. Dengan demikian, tidak perlu membuat kewajiban yang diatur melalui Peraturan Wali Kota (Perwali).


“Karena (shalat berjamaah) sama sekali tidak ada dasar hukum yang menjadi landasannya, baik hukum negara maupun hukum Islam," ungkap politisi Fraksi Parta Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu, Rabu (3/3) kemarin.


Dengan membuat Perwali yang mewajibkan shalat subuh berjamaah setiap Jumat itu, Luqman mengingatkan Wali Kota Bukittinggi agar jangan sampai maksud baik yang akan dilakukan justru menjadi sesuatu yang negatif. 


“Misalnya terjadi perubahan niat ASN melaksanakan salat untuk menyembah Allah menjadi sekadar melaksanakan kewajiban Wali Kota. Celaka namanya itu,” sambung Luqman.


Ia pun mengritik rencana Erman yang lain, yakni memundurkan jam masuk kantor setelah melaksanakan kegiatan shalat subuh berjamaah setiap Jumat. Luqman menilai aturan tersebut sebagai kebijakan yang salah kaprah.


Sebab menurutnya, kewajiban ASN adalah melayani masyarakat dengan sebaik mungkin. Lebih dari itu, Luqman menyatakan bahwa bagi umat Islam menjalankan shalat merupakan perkara wajib, tapi tidak wajib untuk berjamaah.


“Bagi orang Islam, yang wajib itu melaksanakan shalat, bukan berjamaahnya. Aturan shalat lima waktu dalam Islam itu hukumnya wajib. Indonesia tidak menjadikan syariat agama tertentu sebagai hukum formal negara yang mengikat bagi seluruh warga negara,” katanya. 


Ia menjelaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, tetapi bukan pula negara sekuler. Sila pertama dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, dinilai harus menjadi landasan filosofis negara, sehingga mengakui nilai-nilai teologis agama-agama. 


“Tetapi tidak menjadikan syariat agama tertentu sebagai hukum formil negara yang mengikat bagi seluruh warga negara,” ucap Luqman.


Ia kemudian berharap Gubernur Sumatera Barat dan Mendagri dapat memberikan pembinaan kepada Wali Kota Bukittinggi agar niat baik yang dilakukan itu dapat membangun kehidupan beragama bagi ASN yang beragama Islam. “Tidak malah menimbulkan kerugian pelayanan masyarakat,” pungkasnya.


“Saya berharap Gubernur setempat (Sumatera Barat) dan Mendagri memberikan pembinaan kepada Wali Kota Bukittinggi agar niat baiknya membangun kehidupan beragama bagi ASN yang beragama Islam tidak malah menimbulkan kerugian pelayanan masyarakat,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad