Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Menyingkap Peran Penyuluh Agama Islam Non-PNS terhadap Religiusitas Masyarakat

Jum, 4 September 2020 | 04:45 WIB

Menyingkap Peran Penyuluh Agama Islam Non-PNS terhadap Religiusitas Masyarakat

Berdasarkan penelitian Badan Litbang dan Diklat Kemenag tahun 2019, penyuluh agama Islam Non PNS sebagian besar telah menjalankan peran yang ditugaskan kepadanya. (Foto: Kemenag Bantul)

Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag RI pada 2019 lalu melakukan penelitian lapangan Peran Penyuluh Agama Islam Non-PNS terhadap Religiusitas Masyarakat di Indonesia. Penelitian dilakukan di delapan kota/kabupaten yang merupakan representasi dari urban-sub urban-rural.

 

Kedelapan kota/kabupten tersebut adalah Kota Jakarta Utara, Kota Makassar, Kota Tangerang Selatan, Kota Metro Lampung, Kota Salatiga, Kota Surabaya, Kabupaten Cianjur, dan Kota Pekalongan. 

 

Para peneliti menemukan beberapa temuan. Pertama, penyuluh agama Islam Non PNS sebagian besar telah menjalankan peran yang ditugaskan kepadanya. Beberapa peran tersebut, seperti peran informan, yaitu menyampaikan informasi terkait masalah kedinasan Kementerian Agama dan masalah lintas sektoral.

 

Kemudian juga peran sebagai edukator (pendidik), yaitu memberi penyuluhan sesuai bidang tugasnya. Beberapa binaan penyuluh agama Islam non PNS bahkan terdapat di kelompok-kelompok rentan seperti kelompok Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), kepada mereka yang terkena depresi dan dakwah kepada moonracer (gank motor) di Cianjur.

 

Di Kota Surabaya ditemukan binaan penyuluh agama Islam Non PNS terdiri atas anak-anak usia sekolah (SD, SMP, SMA) bahkan pendidikan anak usia dini (PAUD). Penyuluh Agama Islam Non PNS di Tangerang Selatan ada yang memberikan materi penguatan Ke-NKRI-an pada kalangan remaja. Melengkapi perannya sebagai konsultan yang hadir untuk ikut membantu pemecahan masalah peserta penyuluhan yang biasanya berkenaan dengan masalah keluarga. 

 

Peran selanjutnya adalah administratif, yaitu melaporkan pekerjaannya ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sebagai bahan evaluasi bagi berbagai pihak berkepentingan, dan terakhir adalah peran sebagai advokator (pendamping) untuk mengawal penyelesaian kasus-kasus khusus. Namun, tidak semua daerah yang melakukannya. 

 

Selain melaksanakan tugas tersebut, peneliti menemukan peran penyuluh agama non PNS juga melaksanakan tugas spesialisasi yang ditentukan oleh Kemenag. Ada yang ditugaskan dalam bidang pemberantasan buta huruf Al-Qur’an, keluarga sakinah, zakat, wakaf, produk halal, kerukunan umat beragama, radikalisme dan aliran sempalan, NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) dan HIV/AIDS. 

 

Meskipun ada tugas untuk melayani berbagai kelompok marginal di masyarakat, namun secara umum para penyuluh agama Islam Non PNS di Kota Surabaya cenderung memilih ‘kelompok-kelompok aman’ sebagai kelompok binaannya yang tidak mengandung risiko. Mereka belum memiliki keberanian memasuki komunitas-komunitas yang tidak mapan, seperti kelompok remaja bermasalah, masyarakat berprilaku sosial menyimpang, dan sebagainya. 

 

Di Makassar terdapat peran yang cukup variatif, meskipun masih sedikit seperti Koperasi Simpan-Pinjam, Duta ASI (Air Susu Ibu), Muallaf Center dan Pemulasaraan Jenazah. Lain lagi dengan peran penyuluh Agama Islam Non PNS di Salatiga yang plural. Gambaran Salatiga yang beragam itu sejurus dengan realitas kehidupan keluarga di masyarakat Salatiga. Banyak ditemukan satu keluarga bermacam agama.

 

Mungkin fenomena ini hampir sama dengan masyarat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Implikasinya, penyuluh agama Islam non PNS termasuk mereka yang sibuk untuk memberikan pendampingan pada mualaf yang melakukan konversi agama.

 

Penelitian tersebut dilakukan dengan beberapa tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan peran penyuluh agama Islam non PNS (meliputi apa saja yang disampaikan Penyuluh Agama Islam non PNS kepada masyarakat, pendekatan peran yang dilakukan penyuluh agama Islam non PNS, metode penyuluhan agama Islam non PNS yang digunakan, media apa yang digunakan dalam melakukan penyuluhan agama).

 

Kedua, menjelaskan faktor pendukung dan faktor penghambat yang ditemui penyuluh agama Islam non PNS dalam melaksanakan perannya. Ketiga, memaparkan religiusitas peserta penyuluhan terkait dengan materi yang telah diberikan oleh penyuluh agama Islam non PNS.

 

Penulis: Kendi Setiawan

Editor: Musthofa Asrori