Balitbang Kemenag

Mengulas Arah Kebijakan Pengembangan Pendidikan Islam di Pesantren

Sel, 26 Oktober 2021 | 03:30 WIB

Mengulas Arah Kebijakan Pengembangan Pendidikan Islam di Pesantren

Foto: Dok NU Online

Salah satu penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI berjudul Analisis Kebijakan Pemerintah dalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.


Prosmala Hadisaputra, dalam laporan penelitiannya mengungkapkan bahwa arah pengembangan pendidikan Islam dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, dapat dipetakan menjadi beberapa titik.


Yaitu, pengembangan kurikulum pendidikan Islam; pengembangan manajemen dan administrasi; pengembangan sumber daya manusia (SDM); pengembangan sarana dan prasana; pengembangan konsep dan nilai; pendanaan; dan pengembangan metode pembelajaran.


Menurut peneliti, dalam hal pengembangan kurikulum pendidikan Islam di Pesantren, secara umum kurikulum pesantren terdiri dari dua jenis, yaitu kurikulum pesantren dan kurikulum pendidikan umum.


Namun bagaimanapun, UU No 18/2019 tentang Pesantren menekankan bahwa kurikulum pendidikan Islam dikembangkan mengikuti kekhasan masing-masing pesantren berbasis Kitab Kuning dan Dirasah Islamiah (Pasal 1 [Ayat 2] dan Pasal 18).


Salah satu poin penting yang diatur dalam UU Pesantren adalah Ma’had Aly . Ma’had Aly  sebagai lembaga pendidikan tinggi di pesantren diarahkan untuk pengembangkan rumpun ilmu agama Islam sebagai muatan kurikulumnya.


Dalam dokumen penjelasan atas UU Pesantren disebutkan bahwa rumpun ilmu agama Islam yang dimaksud adalah: a) Al-Qur’an dan ilmu Al-Qur’an; b) Tafsir dan Ilmu Tafsir; c) Hadits dan Ilmu Hadits; d) Fiqih dan Ushul Fiqh;


Lalu, e) Akidah dan Filsafat Islam; f) Tasawuf dan Tarekat; g) Ilmu Falak; h) Sejarah dan Peradaban Islam; dan i) Bahasa dan Sastra Arab. Pengembangan semua rumpun keilmuan tersebut berbasis Kitab Kuning (Pasal 22, Ayat 2).


Pendalaman keilmuan Islam
Di samping itu, untuk melakukan pendalaman terhadap keilmuan Islam tertentu, Ma’had Aly diarahkan untuk membuat jurusan atau konsentrasi, seperti perguruan tinggi pada umumnya (Pasal 22 [Ayat 3]). Kebijakan tersebut menghendaki pengembangan kurikulum yang lebih rinci berdasarkan jurusan yang dibentuk.


Oleh karena itu, kurikulum Ma’had Aly  terdiri dari kurikulum ma’had dan kurikulum jurusan atau konsentrasi seperti di perguruan tinggi pada umumnya. Kurikulum ma’had dapat dikembangkan berdasarkan tradisi pesantren.


Ma’had Aly  yang berafiliasi kepada NU, misalnya, dapat mengembangkan kurikulum ma’had berupa Aswaja. Ma’had Aly yang berafiliasi kepada Muhammadiyah dapat mengembangkan kurikulum Kemuhammadiyahan.


Begitu juga Ma’had Aly yang tidak memiliki afiliasi dapat mengembangkan kurikulum ma’had sesuai tradisi, cita-cita, visi-misi ma’had atau pesantren. Muatan kurikulum jurusan disesuai dengan keperluan jurusan atau konsentrasi yang dibuat.


Peneliti sependapat dengan analisis Hidayat & Seftiani 4 (2019) bahwa kurikulum Ma’had Aly antara yang satu dengan yang lain berbeda, karena disusun dan dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang dibuat oleh masing-masing penyelenggara sesuai program dan kekhususan bidang kajian.


Di samping itu, sebagaimana perguruan tinggi Islam, Ma’had Aly juga wajib memasukkan materi Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai muatan kurikulum (Pasal 22, Ayat 5).


Menurut peneliti, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai muatan kurikulum wajib merupakan konsekuensi dari pengakuan pemerintah secara resmi atas eksistensi Ma’had Aly sebagai salah satu tipe perguruan tinggi di Indonesia.


Dalam konteks perguruan tinggi, termasuk Ma’had Aly, secara umum pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai positif bagi generasi muda seperti nilai cinta Tanah Air, moralitas, dan jiwa kebangsaan, yang menjadi identitas dan karakter bangsa.


Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori