Balitbang Kemenag

Rekomendasi Balitbang Diklat Kemenag soal Materi Bimbingan Ibadah Haji

Sen, 18 Oktober 2021 | 12:30 WIB

Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan pada Kementerian Agama (Balitbang Diklat Kemenag) mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait materi bimbingan manasik haji berdasarkan latar belakang pendidikan dan usia jamaah calon haji yang berbeda-beda. Rekomendasi ini setelah dilakukan penelitian berjudul Pentingnya Latar Belakang Pendidikan dan Usia Jemaah Calon Haji dalam Memahami Materi Bimbingan Haji yang dilakukan pada tahun 2020. 

 

Para peneliti mengungkapkan antara jamaah calon haji yang lulusan Sekolah Dasar dengan yang Srjana tentu tidak bisa disamaratakan. Begitu juga dengan usia jamaah antara yang usia remaja, muda, matang maupun yang sudah tua. Dalam laporan penelitian tersebut, terdapat empat rekomendasi bagi penyelenggaraan ibadah haji.

 

Pertama, Materi Bimbingan

Peneliti menyebutkan, ada aspek lain yang perlu mendapat perhatian dalam bimbingan manasik selain materi dasar terkait ibadah haji adalah hal-hal teknis ketika berada di Haromain terutama bagi jamaah yang belum berpengalaman ke luar negeri mulai di pesawat sampai berada di hotel atau penginapan. 

 

"Itu semua antara lain tata cara tayamum dan shalat di pesawat serta penggunaan fasilitas penerbangan seperti penggunaan toilet, penggunaan fasilitas hotel, cara memanfaatkan sarana dalam aktivitas rutin seperti ketika naik eskalator, naik lift, dan lain sebagainya," tulis peneliti.

 

Disamping itu, menurut peneliti, calon jamaah haji perlu juga diberikan materi tentang cara mengenali lingkungan pemondokan, penjelasan komprehensif tentang seluk beluk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi terkini, serta penjelasan mengenai peta-peta wilayah beserta destinasi yang umumnya dikunjungi jamaah.

 

"Pengenalan itu bertujuan agar jamaah tidak tersesat dan mengetahui pihak-pihak yang perlu dihubungi ketika jamaah tersesat," sebut peneliti.

 

​​​​​​​​​​​​​​Kedua, Metode Bimbingan

Hal itu, menjadi penting karena tidak sedikit peserta yang kurang memerhatikan pelatihan atau bimbingan dengan sungguh-sungguh, ada yang saling berbicara (mengobrol) bahkan ada yang tertidur saat materi diberikan. 

 

Meski ada materi praktik tetapi karena tidak diperagakan secara atraktif sehingga kurang menarik perhatian. Selain itu, praktik dilakukan secara global atau tidak detail. Perlu dijelaskan dan didiskripsikan secara visual apa saja yang akan dihadapi ketika jemaah berada di tanah air dan tanah suci hingga kembali lagi.

 

Ketiga, Sarana Bimbingan

Peneliti mengungkapkan, selama ini pelaksanaan bimbingan manasik haji rata-rata menggunakan alat peraga dan sarana yang minimalis, belum banyak yang menggunakan sarana media audio visual untuk menggambarkan kegiatan ibadah haji di tanah suci dan kegiatan lainnya. 

 

Mengingat banyak jamaah calon haji berasal dari daerah terpencil dan usia yang sudah lanjut dengan latar pendidikan rendah pula, maka perlu adana inisiasi untuk menghadirkan gambaran nyata melalui audio visual untuk lebih memudahkan pemahaman.

 

Keempat, Pelaksana Bimbingan

Peneliti juga menyebutkan banyak pembimbing haji yang belum berhaji terutama di luar Pulau Jawa. Hal ini dianggap tidak ideal karena pemateri hanya dapat menjelaskan pengetahuan secara teoritis dan tekstual, padahal jamaah sangat memerlukan wawasan dalam praktik nyata yang akan dihadapi. 

 

Selain itu, pembimbing juga kurang bisa menggambarkan kondisi riil di tanah suci sehingga calon jamaah haji tidak mendapatkan gambaran utuh perjalanan ritual haji yang akan dijalankannya dan yang akan dihadapi di lapangan.

 

Penulis: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan