Warta

Sarbumusi Akan Hadiri Pertemuan Buruh se-Asia Tenggara

Rab, 6 September 2006 | 12:53 WIB

Jakarta, NU Online
Langkah maju dilakukan Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). Organisasi di bawah Nahdlatul Ulama (NU) yang menghimpun kaum pekerja dan buruh muslim ini mendapat kehormatan untuk menghadiri pertemuan buruh tingkat Asia Tenggara di Kuala Lumpur, Malaysia, 11-15 September mendatang.

“Pertemuan tersebut akan diikuti semua unsur tripartit (pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja/buruh) dari semua anggota ASEAN (Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara, red). Nah, perwakilan dari serikat pekerja/buruh Indonesia adalah Sarbumusi,” kata Ketua Umum DPP Sarbumusi Djunaidi Ali kepada NU Online di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (6/9)

<>

Acara bertajuk “Regional Policy Dialogue Seminar on Industrial Relations: Globalization, Regional Integration and Technical Innovation” itu merupakan hajatan Organisasi Buruh se-Dunia (ILO) perwakilan Asia Tenggara. Sementara, Malaysia dipercaya menjadi tuan rumah pertemuan tersebut.

Djunaidi, yang akan mewakili Sarbumusi pada pertemuan tersebut menjelaskan, agenda utama yang akan dibahas adalah nasib buruh di wilayah Asia Tenggara terutama menghadapi era pasar bebas yang akan dibuka tahun 2010 mendatang.

“(tahun) 2010 pasar bebas dibuka. Dengan demikian, modal, produk apapun, sudah bebas sekali keluar-masuk dari setiap negara. Begitu juga dengan tenaga kerja atau buruh, buruh dalam negeri bebas keluar, buruh dari luar negeri bebas masuk. Nah, nanti itu akan dibahas bagaimana penyikapannya,” terang pria yang sejak muda sudah berkiprah di dunia buruh ini.

Hal itu, lanjut Djunaidi, sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah di masing-masing negara dalam kontek hubungan industrial. “Kebijakan pemerintah dalam politik perburuhan, di Indonesia bagaimana? Di Singapura, Malaysia, Thailan, dan sebagainya, bagaimana,” ungkapnya.

Di Indonesia, katanya, terdapat masalah yang kini belum bisa dicairkan terkait dengan hubungan industrial tersebut. Meski telah menerapkan sistem tripartit sesuai dengan Konvensi ILO tahun 1952, namun terkesan buruh selalu berhadap-hadapan dengan pengusaha atau pemerintah.

Padahal, lanjutnya, jika sudah menerapkan sistem tersebut, segala persoalan yang berkaitan hubungan industrial haruslah diselesaikan melalui tiga unsur tersebut. “Kalau sudah menganut tripartisme, tidak bisa dihadap-hadapkan begitu,” tandasnya.

Oleh karenanya, melalui pertemuan tersebut, Djunaidi berharap dapat memperoleh masukan yang bisa digunakan untuk memerbaiki nasib buruh di dalam negeri dan buruh anggota Sarbumusi pada khususnya. (rif)