Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Pemanfaatan Medsos sebagai Media Komunikasi Antarpenyuluh Agama

Rab, 29 Juli 2020 | 15:15 WIB

Pemanfaatan Medsos sebagai Media Komunikasi Antarpenyuluh Agama

Seperti halnya kelompok atau segmen masyarakat lainnya, penyuluh agama juga membuat grup WA untuk memfasilitasi komunikasi di antara sesama mereka. (Ilustrasi)

Tahun 2019 lalu, Balitbang Diklat Kemenag kembali melakukan kajian pola komunikasi jarak jauh terhadap Penyuluh Agama Islam. Titik kajian adalah di tiga provinsi yakni DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Hal ini dilakukan, antara lain guna merespons dan menanggulangi konflik keagamaan.


Perlu diketahui, sejak 2007 sampai dengan 2019 Balitbang Diklat Kemenag sudah mengembangkan riset yang dapat dijadikan dasar dari lahirnya sebuah sistem peringatan dan respons dini konflik keagamaan. Termasuk Penelitian yang berjudul Komunikasi Antar Penyuluh Agama Pada Media Sosial: Analisi Teks terhadap Penyuluhan Agama pada Grup WhatsApp di Kota Tangerang.


Penelitian dilakukan karena salah satu media yang sering digunakan para penyuluh agama di era perkembangan teknologi ini adalah WhatsApp. WhatsApp (WA) secara umum akan menyimpan data pada SQLLite database. Terdapat dua file utama yang harus diperhatikan. File yang pertama akan berisi sejumlah informasi seperti kontak dan yang kedua akan memuat pesan yang terkirim dan masuk dalam aplikasi. Kedua file tersebut dapat tersimpan dalam telefon genggam. File inilah yang akan dijadikan oleh peneliti.


Seperti halnya kelompok atau segmen masyarakat lainnya, penyuluh agama juga membuat grup WA untuk memfasilitasi komunikasi di antara sesama mereka. 

 

Pertama-tama, studi ini menggali orientasi dan tema percakapan grup WA dengan mengikuti tipologi yang dibuat Thurlow (2003) dalam studinya terhadap konten layanan pesan singkat (SMS), yaitu: (a) orientasi informasi-praktis, (b) orientasi informasi-relasi, (c) orientasi pengaturan sosial, (d) orientasi sapaan, (e) orientasi memelihara pertemanan, (f) orientasi romantis, (g) orientasi seksual, dan (h) pesan berantai.

 

Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ini fokus pada grup WhatsApp penyuluh agama Islam PNS atau fungsional (PAIF) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kota Tangerang, Banten. Sumber data primer berupa riwayat percakapan (log chat) yang diperoleh dari partisipan grup WhatsApp.


Grup WhatsApp Penyuluh Agama Islam Fungsional Kota Tangerang yang dibentuk pada 14 November 2015 oleh Suryani Atikah, sedangkan penyuluh agama islam Non PNS Kota Tangerang dibentuk pada 20 Februari 2017 oleh M Sardi (penyuluh Agama Islam Non PNS), grup WhatsApp Penyuluh Agama non PNS Agama Khonghucu, dan grup WhatsApp Ketua Pokjaluh (Kelompok Kerja Penyuluh) Nasional yang dibentuk pada 29 September 2019 oleh Amirrullah.


Diketahui dari hasil penelitian tersebut, peneliti menjabarkan bahwa tema pembicaraan pada media WhatsApp bagi PAIF menyangkut seputar materi pengajian (biasanya hanya pesan yang diteruskan), kemudian komentar materi pengajian tersebut, obrolan gurauan, dan tema-tema kekinian. 


Grup WhatsApp tidak hanya semata difungsikan sebagai simpul penghubung silaturahmi namun juga berbagi informasi terkait tugas kepenyuluhan. Namun, juga mempunyai fungsi menyebarkan informasi mengenai tugas kepenyuluhan yang memiliki relevansi yang rendah. Informasi jenis ini biasanya merupakan terusan pesan dari grup WhatsApp lain.


Selain itu, ada pula berbagai informasi terkait peraturan dan kebijakan yang dikirim oleh pejabat terkait. Adapun jenis informasi umum yang biasa beredar melalui pesan WhatsApp seperti berita tentang kondisi suatu wilayah, kemacetan lalu lintas, peristiwa bencana alam dan berita duka.

 

Penelitian tersebut menerangkan bahwa sebagian besar topik percakapan yang muncul dalam pesan teks percakapan grup WhatsApp Penyuluh Agama (Islam PNS, Islam Non PNS, Non PNS Khonghucu, dan Pokjaluh nasional; INA) pada penelitian meliputi: (1) fungsional atau kedinasan, (2) keagamaan, (3) politik, (4) ekonomi, (5) konflik keagamaan, dan (6) lainnya. Sedikit sekali peristiwa yang berpotensi menjadi konflik keagamaan di wilayah kerja para penyuluh ini yang didiskusikan di dalam grup WhatsApp ini.


Jadi, apabila terdapat sebuah kasus konflik yang dilaporkan, respons penyuluh terhadap peristiwa itu secara umum baik dan tidak berlebihan di dalam Grup WhatsApp tersebut.


Dari penelitian ini, peneliti menyarankan perlu adanya para Penyuluh Agama mendapat pelatihan peningkatan literasi terkait media sosial, sebagai bagian peningkatan kemampuan pencegahan dan resolusi konflik melalui penggunaan media sosial yang lebih efektif dan maksimal.

 

Penulis: Rifatuz Zahro
Editor: Kendi Setiawan