Nasional

Wapres Sampaikan Tiga Hal yang Harus Diprioritaskan Lembaga Keuangan Syariah

Rab, 13 Oktober 2021 | 15:00 WIB

Wapres Sampaikan Tiga Hal yang Harus Diprioritaskan Lembaga Keuangan Syariah

Wapres RI KH Ma’ruf Amin saat menyampaikan pidato kunci dalam Konferensi Internasional ke-5 tentang Hukum dan Keadilan yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online
Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), KH Ma'ruf Amin mengatakan bahwa jalan menuju keuangan berkelanjutan di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik, termasuk lembaga keuangan syariah.

 

“Peraturan ini sejalan dengan tujuan dari maqashid syariah. Prinsipnya tidak hanya mencari keuntungan, melainkan menjaga kemaslahatan dan menghindarkan kemudaratan bagi semua pihak,” ujar Wapres saat menyampaikan pidato kunci dalam Konferensi Internasional ke-5 tentang Hukum dan Keadilan yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (13/10).

 

Ia kemudian menyampaikan tiga hal yang harus diprioritaskan oleh lembaga keuangan syariah untuk bisa menerapkan keuangan berkelanjutan dengan Peraturan OJK Nomor 51 Tahun 2017 itu.

 

1. Inovasi Produk dan Kegiatan
Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pengembangan atau inovasi produk, serta kegiatan yang sejalan dengan penerapan keuangan berkelanjutan. Terdapat beberapa industri dan proyek yang dinilai berkelanjutan menurut Pedoman Teknis OJK tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan. Di antaranya kegiatan energi terbarukan, efisiensi energi, konservasi sumber daya alam, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan air dan limbah, serta adaptasi perubahan iklim.

 

“Bank, termasuk bank syariah, wajib melakukan penyesuaian, pengembangan, inovasi produk dan jasa yang meliputi peningkatan portofolio pembiayaan, investasi atau proyek keuangan yang sejalan dengan keuangan berkelanjutan,” tutur Wapres sesaat sebelum membuka gelaran konferensi bertajuk ‘Syariah, Hukum, dan Keberlanjutan dalam Normal Baru: Hubungan antara Pembangunan Hukum dan Ekonomi Menuju Keadilan Inklusif’.

 

Sebab pada Maret 2018, sambungnya, pemerintah Indonesia telah menerbitkan global green sukuk sebanyak US$ 3 miliar. Green sukuk (sukuk hijau) adalah gabungan antara instrumen investasi yang mengedepankan proyek berbasis hijau dan sukuk berbasis syariah.

 

Hal itu menarik perhatian dengan mencapai kelebihan penawaran sebanyak 2,5 kali. Selanjutnya, pada Februari 2019, pemerintah kembali menerbitkan Sukuk Hijau Global senilai total US$ 2 miliar dengan kelebihan permintaan sebanyak 3,8 kali. Pada 2020, pemerintah menerima penghargaan sebagai penerbit sukuk hijau terbesar di dunia dari Climate Bonds Initiative.

 

“Ini penghargaan ke-12 bagi Indonesia dalam menerbitkan sukuk hijau, yang menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan upaya untuk membiayai proyek dan sektor ramah lingkungan yang dianggap berkelanjutan. Hasil dari penerbitan sukuk hijau ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek hijau pemerintah,” katanya.

 

2. Kembangkan Kapasitas Internal
Kemudian yang harus diperhatikan agar tercipta keuangan berkelanjutan adalah dengan mengembangkan kapasitas internal setiap lembaga dan organisasi keuangan syariah. Pada pengembangan internal bank, hal utama yang harus dilakukan yakni mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memahami serta mampu menerapkan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan dan maqashid syariah.

 

Pengembangan SDM pun mesti diarahkan untuk mendorong inovasi berbagai produk dan layanan keuangan berkelanjutan, sebagai bagian dari upaya peningkatan layanan bank kepada nasabah. Menurut Wapres, bank harus meningkatkan kapasitas pegawainya agar lebih memahami karakteristik dan keunggulan produk serta layanan keuangan berkelanjutan.

 

“Program ini mencakup antara lain karyawan yang bekerja di unit manajemen risiko, pengembangan bisnis, dan layanan pelanggan. Bank dan lembaga keuangan harus memprioritaskan pengurus dan pegawai yang bertanggung jawab atas penerapan keuangan berkelanjutan,” imbau Kiai Ma’ruf.

 

Namun hingga kini, Wapres melihat bahwa kondisi SDM pada industri keuangan syariah masih memerlukan peningkatan lebih lanjut. Hal tersebut untuk memenuhi tuntutan layanan keuangan yang berkelanjutan.

 

3. Penyesuaian Tata Kelola Organisasi
Cara ketiga untuk menerapkan keuangan berkelanjutan adalah dengan melakukan penyesuaian tata kelola organisasi. Hal ini meliputi struktur organisasi, manajemen risiko, dan standar operasional prosedur (SOP).

 

“Prinsip keuangan berkelanjutan juga harus disesuaikan dengan visi, misi, rencana strategis, struktur organisasi, serta penambahan tugas pokok dan fungsi terkait penerapan keuangan berkelanjutan,” kata Wapres.

 

Proses penyesuaian tata kelola organisasi yang dimaksud itu, harus dilakukan sesuai dengan prioritas bank. Bila diperlukan, bank pun harus melakukan penyesuaian terhadap tata kelola yang ada sehingga mampu mendukung pencapaian tujuan keuangan berkelanjutan.

 

“Hal ini termasuk menyesuaikan prinsip, sistem, dan analisis manajemen risiko dengan menambahkan komponen sosial, lingkungan, dan tata kelola ke dalam pertimbangan,” katanya.

 

Penyesuaian tata kelola organisasi juga memerlukan sosialisasi yang disertai dengan program pengembangan kapasitas SDM agar tata kelola dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik. Penerapan tata kelola yang transparan, akuntabel, bertanggung jawab, independen, setara, dan adil merupakan bagian dari peningkatan reputasi dan kredibilitas bank oleh pemangku kepentingan.

 

“Aspek tata kelola itu, sangat penting karena bank dan lembaga keuangan Islam adalah wadah untuk mempromosikan prinsip-prinsip maqashid syariah dan melayani kepentingan umat,” ujarnya.

 

Selanjutnya, sebagai bagian dari sistem keuangan global yang semakin menantang, tugas lembaga keuangan syariah adalah memperkuat fondasi keuangan Islam dan terus memperkuat struktur pendukung.

 

Bahkan lebih dari itu, menurut Wapres perlu ada sebuah inovasi untuk memastikan keuangan Islam akan berkontribusi pada keseluruhan stabilitas sistem keuangan global dengan tetap menjaga kesesuaian dengan prinsip-prinsip maqashid syariah.

 

“Saya berharap konferensi ini dapat menghasilkan lebih banyak ide tentang bagaimana kita dapat menerapkan ekonomi syariah lebih dari yang diharapkan serta dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang terkontraksi akibat pandemi,” harap Wapres.

 

Sebagai informasi, Konferensi Internasional yang digelar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menghadirkan para pembicara yang merupakan praktisi ekonomi internasional. Di antaranya adalah Prof Timothy Lindsey dari The University of Melbourne, Australia; Prof Dr Ahmad Hidayat Bin Buang dari Universiti Malaya, Malaysia; Prof Livia Holden dari Oxford University UK; dan Prof Najma Moossa dari University of Cape Town, South Africa.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi