Putusan MK Larang Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Jabatan di Pemerintahan
NU Online · Rabu, 30 Juli 2025 | 22:00 WIB

Sidang MK tentang permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Rabu (30/7/2025). (Foto: NU Online/Haekal Attar)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Permohonan ini diajukan oleh Andri Darmawan melalui perkara Nomor 183/PUU-XXI/2024.
Dalam amar putusannya, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyatakan bahwa ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU Advokat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," katanya di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Rabu (30/7/2025).
Suhartoyo menyatakan bahwa norma Pasal 28 ayat (3) UU Advokat sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut.
"Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam balon yang sama baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dan non aktif sebagai pimpinan organisasi advokat apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara."
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Arsul Sani menegaskan bahwa mahkamah mendasarkan putusan ini pada semangat Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 serta norma dalam Pasal 20 ayat (3) UU Advokat.
“Mahkamah memiliki dasar yang kuat dan mendasar untuk menyatakan pimpinan organisasi advokat harus non-aktif apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara,” kata Arsul.
Ia menambahkan, larangan rangkap jabatan ini penting untuk menjaga independensi organisasi advokat dan mencegah konflik kepentingan.
“Hal demikian diperlukan agar pimpinan organisasi advokat sebagai pejabat negara dimaksudkan untuk menghindari potensi benturan kepentingan (conflict of interest) apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara, termasuk jika diangkat/ditunjuk sebagai menteri atau wakil menteri,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ia menegaskan bahwa mahkamah juga mempertimbangkan dalil Pemohon yang meminta agar pemaknaan putusan sebelumnya ditambahkan frasa “dan tidak dapat merangkap sebagai pejabat negara.”
Arsul menerangkan, advokat sebagai penegak hukum seharusnya tunduk pada batasan serupa dengan penegak hukum lain yaitu untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
“Perumusan norma yang membatasi secara jelas jabatan pimpinan organisasi advokat dengan jabatan negara (pejabat negara) menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law) bagi semua anggota organisasi advokat,” katanya.
Terpopuler
1
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
2
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
3
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
4
Hadapi Tantangan Global, KH Said Aqil Siroj Tegaskan Khazanah Pesantren Perlu Diaktualisasikan dengan Baik
5
Israel Tarik Kapal Bantuan Handala Menuju Gaza ke Pelabuhan Ashdod
6
Advokat: PT Garuda dan Pertamina adalah Contoh Buruk Jika Wamen Boleh Rangkap Jabatan
Terkini
Lihat Semua