Nasional

MK Kabulkan Permohonan soal Capres-Cawapres Pernah Menjadi Kepala Daerah

Sen, 16 Oktober 2023 | 17:15 WIB

MK Kabulkan Permohonan soal Capres-Cawapres Pernah Menjadi Kepala Daerah

Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan dari seorang mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbiru. Di dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan permohonan syarat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yaitu pernah atau sedang menjabat kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 


Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan itu dengan menyatakan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian, sehingga Mahkamah mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. 


“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” demikian kata Anwar Usman dalam sidang pleno terbuka MK, pada Senin (16/10/2023). 


Selain itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara RI Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 6109) yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 tahun’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah’. 


“Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” kata Anwar Usman. 


Hakim MK Manahan Sitompul sebelumnya membacakan duduk persoalan. Menurut Mahkamah, pemohon telah menjelaskan perihal hal konstitusionalnya yang menurut anggapannya dirugikan karena berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian, yakni Pasal 169 huruf q UU 7/2017. Anggapan kerugian hak konstitusional pemohon yang dimaksud, khususnya sebagai pemilih dalam Pemilu 2024, sehingga menurut Mahkamah setidak-tidaknya potensial dapat terjadi. 


“Dengan demikian, anggapan kerugian hak konstitusional yang dijelaskan pemohon memiliki hubungan sebab-akibat dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian. Apabila permohonan dikabulkan, kerugian konstitusional seperti yang dijelaskan tidak akan terjadi,” kata Manahan Sitompul. 


“Oleh karena itu, terlepas dari terbukti atau tidaknya inkonstitusionalitas norma yang didalilkan, menurut Mahkamah, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon dalam permohonan,” kata Manahan. 


Lalu dalam pokok permohonan, pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan pada Pasal 169 huruf q UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu dengan bunyi ‘sepanjang berusia paling rendah 40 tahun’ bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan ‘… atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota’. 


Berdasarkan dalil pemohon, kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan berdasarkan kedaulatan rakyat mempunyai kesempatan yang sama dalam berpartisipasi pada pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden secara demokratis. 


Sementara menurut Mahkamah bahwa secara konstitusional, pembentuk UU meskipun memiliki kewenangan untuk menentukan syarat-syarat bagi capres-cawapres, namun pembentuk UU tetap terikat pada rambu-rambu konstitusi dalam membentuk UU, khususnya terkait dengan syarat-syarat yang bersifat rasional, tidak melanggar moralitas, tidak bersifat diskriminatif, dan tidak memuat adanya ketidakadilan. 


“Bahkan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, konstitusi, prinsip keadilan, dan HAM,” kata Manahan.

 

Dalam keputusannya itu, MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.

 

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS tersebut. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan.


Sebagaimana diketahui, permohonan uji materi terhadap Pasal 169 c UU Pemilu ini diajukan oleh sejumlah pihak. Mereka di antaranya Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan juga sejumlah kepala daerah.