Nasional

Peta Jalan Pendidikan Tak Boleh Lepas dari Cita-cita Pendiri Bangsa

Sel, 26 Januari 2021 | 03:45 WIB

Peta Jalan Pendidikan Tak Boleh Lepas dari Cita-cita Pendiri Bangsa

"Cita-cita besar para pendiri bangsa tetap harus menjadi orientasi kebangsaan dalam mendesain kebijakan pendidikan di masa depan," tegas Ketua LP Ma'arif NU Zainal Arifin Junaidi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online

Peta jalan pendidikan menjadi pengikat para pengambil kebijakan di bidang pendidikan. Dengan adanya peta jalan pendidikan, pendidikan di Indonesia dapat dikawal secara konsisten meskipun terjadi pergantian pengambil kebijakan di bidang pendidikan.

 

Demikian dinyatakan Ketua LP Ma’arif NU PBNU, Zainal Arifin Junaidi, saat mendampingi Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj memberi masukan kepada Mendikbud Nadiem Makarim tentang Peta Jalan Pendidikan 2020-2035, Senin (25/1) kemarin di Jakarta.

 

Peta jalan pendidikan sendiri digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mendikbud Nadiem Makarim beberapa waktu yang lalu memberikan usulan terkait Peta Jalan Pendidikan 2020-2035, yang dijadikan dalam bentuk peraturan presiden (Perpres). 

 

Setelah menyampaikan apresiasi kepada Mendikbud atas inisiatifnya menyusun peta jalan, Arifin menyampaikan, pola pikir yang ada seharusnya tidak mengabaikan dimensi historis bangsa Indonesia yang menjadi titik awal refleksi, evaluasi, dan antisipasi bagi kebijakan pendidikan di masa depan.

 

"Visi pendidikan di masa depan seharusnya mendasarkan diri pada dimensi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Cita-cita besar para pendiri bangsa tetap harus menjadi orientasi kebangsaan dalam mendesain kebijakan pendidikan di masa depan," tegas Arifin.

 

Menurut Arifin, peta jalan pendidikan seharusnya merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku, baik UU maupun PP. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), kata dia, perlu dijadikan rujukan. Karena merupakan komponen penting yang seharusnya menjadi landasan analisis kritis dalam penyusunan peta jalan pendidikan. Hal itu karena sampai saat ini persentase peserta didik dari kalangan perempuan masih cukup kecil. "Ini bisa menghambat upaya keseteraan gender," ujarnya.

 

Aspek peserta didik

Masuk ke konsep peta jalan yang telah disusun, Arifin menyampaikan, aspek pengembangan peserta didik tidak hanya knowledge, skill, dan attitude. Tetapi ditambah dengan aspek pengembangan sosial.

 

Mengenai pusat pendidikan yang selama ini disebut tri pusat pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat, perlu ditambah satu lagi yakni tempat ibadah, sehingga menjadi catur pusat pendidikan.

 

Arifin menyampaikan fakta, di tengah pelanggaran norma sosial dan susila yang terus meningkat, pelakunya hampir tidak ada dari kalangan lembaga pendidikan yang menjadikan tempat ibadah sebagai bagian dari tempat untuk menempa religiusitas dan karakter, seperti pesantren, sekolah minggu, asrama, dan lainnya.

 

Lebih lanjut disampaikan, di dalam sistem pendidikan seharusnya terdapat dimensi antropologi manusia Indonesia. Yaitu, bagaimana kita memandang manusia Indonesia yang memiliki akar budaya bangsa, tradisi spiritual-religius, dan sebagai makhluk ciptaan-Nya memiliki tugas dan panggilan yang unik sebagai individu dan warga negara.

 

"Isi fundamental sebuah sistem pendidikan adalah visi besar pendidikan masa depan, yaitu sistem pendidikan Indonesia masa depan akan membentuk dan mempersiapkan warga negara dengan kompetensi dan karakter yang sesuai dan andal," tegas Arifin.

 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori