Lingkungan

BRG Deteksi Bulan Basah dan Kering di Lahan Gambut

Kam, 26 November 2020 | 14:01 WIB

BRG Deteksi Bulan Basah dan Kering di Lahan Gambut

Pemaparan hasil penelitian BRG sal masalah ekosistem gambut. (Foto: BRG)

Jakarta, NU Online
Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan pada Badan Restorasasi Gambut (BRG) RI merilis hasil penelitiannya terhadap masalah-masalah ekosistem gambut. Kegiatan dilangsungkan di Westen Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/11).

 

Temuan terbaru yang didapatkan tim ahli BRG yakni penghitungan neraca air klimatologis dengan data hujan dan penguapan evaporasi. Penggunaan dua variable ini menghasilkan, terdeteksinya bulan-bulan basah dan bulan bulan kering sepanjang tahun di lahan gambut. 

 

Penelitian dilakukan dalam rangka pengembangan metode dan analisis penghitungan neraca air pada KHG atau Sub KHG model sebagai basis ilmiah restorasi hidrologi berkelanjutan dan perbaikan tata air. Sedangkan tim peneliti pada masalah ini yakni Sigit Sutikno, Budi Triadi, Besri Nasrul dan Andy Hendri. 

 

Lalu, Sinta Haryati Silviana, Eka Saputra, dan Dia Sulistioningrum. Ketujuh orang ini merupakan tim peneliti Pusat Studi Bencana dari LPPM Universitas Riau. BRG sengaja menggandeng akademisi untuk melakukan penelitian terhadap lahan-lahan gambut. BRG meyakini dengan menggandeng berbagai pihak kegiatan memulihkan ekosistem gambut dapat dilakukan secara optimal. 

 

Ketua Tim Peneliti LPPM Universitas Riau, Sigit Sutikno mengatakan, selain mengetahui bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering pada ekosistem gambut sepanjang tahun, penelitian itu menghasilkan model neraca air TMWB. Kata dia, model neraca air tersebut dibuat dalam bentuk aplikasi yang user friendly dengan tingkat akurasi yang sangat baik. 

 

"Tingkat kesalahannya hanya sekitar RMSE 0.9 dan MAE 0.85,” tutur Sutikno saat memaparkan hasil penelitiannya. 

 

Temuan lain adalah menyangkut asumsi thornwaite. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar Juni sampai dengan Juli 2020 tersebut, 50 persen dari kelebihan air di daerah tangkapan air akan menjadi limpsan setiap bulan. Lalu, 50 persen lagi ditahan menjadi limpasan di bulan berikutnya. 

 

"Dan, ini terbukti bisa diaplikasikan untuk simulasi di lahan gambut," katanya.

 

Selanjutnya, ada dua hal yang ditemukan tim peneliti terkait hasil simulasi model TMWB. Hasil simulasi yang digunakan untuk menganalisis dampak intervensi terhadap neraca di KHGPTT tersebut yakni kondisi eksisting dan pembangunan IPG. 

 

Kondisi eksisting dapat diuraikan dari setiap sub KHG yang mengalami defisit sebesar 30.12 juta meter kubik. Sementara pembangunan IPG minimal 50 persen dari kebutuhan total 93 unit secara total setiap sub KHG tidak mengalami defisit. Dengan pembangunan IPG 50 persen ini, maka menghasilkan surplus tahunan sebesar 75.48 juta meter kubik.

 

"Neraca air ini gunanya untuk pengelolaan tata air. Jika dalam satu area dominan surplus, jangan banyak-banyak kanal, yang harus dilakukan membuat pengendali banjir," pungkasnya. 

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan