Riset BLAJ

Tradisi Lisan Pererat Toleransi dalam Keberagamaan

Sen, 23 November 2020 | 05:30 WIB

Tradisi Lisan Pererat Toleransi dalam Keberagamaan

Keselarasan relasi agama dan adat yang senantiasa seiring sejalan menjadi poin penting nilai toleransi beragama dalam keragaman yang tercermin dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia. (Foto: Kemenag NTB)

Tradisi lisan yang merupakan pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi melalui ucapan, pidato, nyanyian, pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu menjadi kekayaan tersendiri bagi masyarakat. Selain itu, tradisi lisan yang merupakan bagian dari asas-asas pemajuan budaya bisa menjadi alat untuk mempererat toleransi dalam keberagamaan.

 

Hal itu dikemukakan oleh Peneliti Ahli Utama Bidang kebudayaan Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, M Alie Humaidi. Menurutnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia ditemukan ragam pengejawantahan prinsip-prinsip keseimbangan, kedamaian, keadilan dan harmoni.

 

Keselarasan relasi agama dan adat yang senantiasa seiring sejalan menjadi poin penting nilai toleransi beragama dalam keragaman yang tercermin dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia.

 

"Karena itu, tradisi lisan termasuk dalam bagian pemajuan kebudayaan yang diupayakan meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan," ujarnya. 

 

Menurut Alie, setidaknya ada dua kata kunci yang menjadi alasan tradisi lisan penting untuk dijaga dan dilestarikan yakni toleransi dan keberagaman. 

 

Pihaknya mengapresiasi upaya pengembangan tradisi lisan oleh Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta. "Dengan manfaat tradisi lisan untuk toleransi dan keberagaman saya mengapresiasi  rencana strategis pembangunan agama di kementerian agama. Sebab, realitasnya memang tradisi lisan dapat  meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, memantapkan kerukunan Intra dan antar umat beragama," imbuhnya.

 

Dengan kesepakatan bersama pentingnya pamajuan budaya khususnya tradisi lisan,  maka menurutnya ada sebuah harapan bawah dengan menguatnya tradisi lisan maka bisa dilakukan internalisasi keagamaan dan kemudian membangun toleransi keberagamaan.  

 

Tradisi lisan memungkinkan spiritual komunal yang mengikat pribadi kepada kelompok, serta dapat digunakan mengikat komunitas yang lebih luas yakni kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

"Saya menganggap bahwa pilihan yang sangat bijak ketika kementerian agama mengalokasikan anggaran besaran untuk menguatkan tradisi lisan kemudian pengungkapan manuskrip-manuskrip dan sebagainya," tandas pria yang sejak 2008 berkecimpung di LIPI itu. 

 

Pihaknya juga berharap perlunya penelitian lebih lanjut pada tradisi lisan yang bersifat keagamaan sebab banyak sekali tradisi lisan dalam keagamaan yang masih luput dari peneliti.

 

"Tradisi lisan lama tetap menarik untuk didokumentasikan seperti kitab-kitab ciptaan Kiai, nadham-nadham pesantren, puji-pujian di langgar kampung, mantra-mantra sarat agama, model-model bacaan mengaji, teks-teks khutbah lama dan sebagainya," ujarnya saat mengisi kegiatan webinar nasional bertajuk Tantangan dan Strategi Penelitian Lisan di Masa Pandemi yang diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ).

 

Perlu sekali, kata dia, usaha-usaha untuk mengungkap hal-hal yang sangat unik di dunia pesantren, bagaimana fungsi pesantren menciptakan kedamaian serta fungsinya untuk menengahi konflik. Harmonisasi pesantren dengan kehidupan masyarakat sekitar menjadi kekayaan pula dalam tradisi lisan.

 

Penulis: Nidlomatum MR
Editor: Kendi Setiawan