Internasional

Sudan Tanda Tangani Kesepakatan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Kam, 7 Januari 2021 | 14:30 WIB

Sudan Tanda Tangani Kesepakatan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Ilustrasi: bendera Sudan dan Israel.

Khartoum, NU Online
Pemerintah Sudan menandatangani ‘Abraham Accord’ dengan Amerika Serikat (AS) pada Rabu, 6 Januari. Dengan meneken perjanjian itu, maka Sudan secara resmi juga menormalisasi hubungan dengan Israel. 


Menurut keterangan Kantor Perdana Menteri Sudan, perjanjian tersebut ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Sudan, Nasredeen Abdulbari, dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin yang sedang berkunjung ke negara berpenduduk 41,8 juta orang itu.


Di samping itu, seperti diberitakan Aljazeera, Rabu (6/1), Pelaksana Tugas Menteri Keuangan Sudan, Hiba Ahmed, dan Mnuchin juga menandatangani nota kesepahaman untuk menyediakan fasilitas guna melunasi tunggakan Sudan ke Bank Dunia. 


Dilaporkan, dengan menandatangani perjanjian itu, maka Sudan akan mendapatkan akses kembali ke pembiayaan tahunan dari Bank Dunia sebesar 1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp14 triliun. Sekadar diketahui, Sudan memiliki utang luar negeri lebih dari 60 miliar dollar AS. 


Selain memberikan bantuan ekonomi dan investasi, Presiden AS Donald Trump juga menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme AS. Sudan masuk ke dalam teroris AS sejak 1993, dengan tuduhan Presiden Omar Al-Bashir mendukung Al-Qaeda dan menampung Osama bin Laden.  


Kedutaan Besar AS di Khartoum mengatakan, kesepakatan itu akan membantu Sudan dalam melakukan transformasi untuk mewujudkan stabilitas, keamanan, dan peluang ekonomi. Penandatangan ini dilakukan lebih dari dua bulan setelah Trump mengumumkan bahwa Sudan akan menormalisasi hubungan dengan Israel pada Oktober lalu.

 

Pada saat diumumkan itu, partai politik Sudan menolak keputusan pemerintah yang menormalisasi hubungan dengan Israel. Bahkan saat itu, para pejabat mengatakan bahwa mereka akan membentuk barisan oposisi  untuk menentang perjanjian itu. 


Partai Kongres Populer Sudan, pihak paling menonjol kedua di koalisi politik Pasukan Kebebasan dan Perubahan (FFC) pada Oktober lalu mengatakan, rakyat Sudan tidak diwajibkan untuk menerima kesepakatan itu. Perdana Menteri Sudan, Sadiq al-Mahdi, juga mengecam pengumuman itu kala itu. 


Kesepakatan ini membuat Palestina semakin terisolasi dan mengikis Inisiatif Perdamaian Arab yang disahkan pada saat Konferensi Tingkat Tinggi OKI di Beirut, Lebanon, pada 2002 lalu.

 

Salah satu klausul dalam inisiatif tersebut mengusulkan pembentukan hubungan normal antara negara-negara Arab dan Israel, dengan syarat Israel harus menghentikan harus menarik diri dahulu dari semua wilayah yang didudukinya sejak 1967.

 

Sebagaimana diketahui, sepanjang 2020 ada empat negara Arab yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel, setengah ditengahi AS di bawah pemerintahan Trump. Yaitu, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko. 


Otoritas Palestina menolak dan mengecam langkah yang diambil empat negara Arab tersebut. Palestina menganggap, kesepakatan itu merupakan ‘pukulan’ bagi inisiatif perdamaian Arab dan sebuah agresi terhadap rakyat Palestina. Lebih dari itu, kesepakatan negara-negara Arab dengan Israel dinilai sebagai ‘tusukan dari belakang terhadap perjuangan Palestina dan rakyatnya’.  


“Setiap negara Arab yang mundur dari Prakarsa Perdamaian Arab 2002—yang menetapkan bahwa normalisasi hanya terjadi setelah Israel mengakhiri pendudukan atas wilayah Palestina- tidak bisa diterima dan (Itu malah) meningkatkan sikap agresif Israel dan penolakannya atas hak-hal rakyat Palestina,” kata Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Bassam al-Salhi, Kamis, 10 Desember 2020 lalu.


Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni