Balitbang Kemenag

Menguji Mental Santri Pertanian dengan Seminar 

Rab, 21 Agustus 2019 | 02:15 WIB

Menguji Mental Santri Pertanian dengan Seminar 

Santri Pertanian Darul Fallah Bogor mempresentasikan hasil praktik magang dalam seminar (Foto: Pesantren Darul Fallah)

Santri Darul Fallah, Ciampea, Bogor, Jawa Barat mendalami pertanian melalui pembelajaran di kelas, praktik di lapangan, magang di perusahaan pertanian. Saat magang, menjadi waktu yang efektif bagi santri bekerja pada induk semang selama satu bulan penuh. 
 
Nunu Ahmad An-Nahidl, mengemukakan hal itu dalam buku Top 10 Ekosantri Pionir Kemandirian Pesantren terbitan Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2017.
 
Seluruh rangkaian praktik magang itu, urai Nunu, membutuhkan waktu satu semester. Sebab, sejak awal semester genap pada Kelas XI, santri sudah terlibat dalam penyusunan paper pramagang. Selanjutnya, pada akhir semester, mereka diwajibkan menyusun laporan setelah menyelesaikan praktik magang.
 
"Setelah penyusunan laporan hasil praktik magang selesai dilakukan maka laporan tersebut diajukan kepada pihak pesantren untuk dilakukan penilaian atau pengujian. Pihak pesantren pun membentuk tim khusus yang ditugaskan untuk melakukan penilaian atas hasil kerja praktek magang santri. Tim ini terdiri dari para dewan asatidz yang memang expert (ahli) di bidang pertanian serta para akademisi perguruan tinggi dari luar pesantren yang akan menjadi
narasumber pembahas," demikian Nunu dalam buku tersebut. 
 
Nunu, peneliti di Balitbang Diklat Kemenag ini melakukan penelitian di Darul Fallah Bogor pada tahun 2017. Ia menyebutkan, sidang penilaian dilaksanakan dalam sebuah seminar terbuka di sebuah aula di dalam lingkungan pesantren. Seluruh civitas akademika pesantren dari kalangan santri, ustadz serta pengasuh pesantren ikut menghadiri acara ini. Kehadiran para pengasuh pesantren tidak saja menunjukkan tanggungjawabnya memastikan keberlangsungan proses pendidikan pesantren, namun juga menjadi tambahan motivasi bagi para santri untuk menampilkan performance yang lebih baik, baik dari sisi konten laporan maupun saat sesi pemaparan. 
 
Dalam seminar terbuka, lanjt Nunu, santri mempresentasikan laporan hasil praktik magang layaknya seorang kandidat doktor mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji. Sebab, presentasi laporan hasil magang ini juga merupakan latihan dan ujian mental yang luar biasa bagi santri. Santri memaparkan secara detail dan sistematis seluruh tahapan praktik magang sesuai dengan jenis komoditas yang dipilih. Ia juga diuji pengetahuannya tentang komoditas tersebut, serta peran apa saja yang dilakukan dalam proses magang tersebut. Jika seorang santri magang tentang budidaya lele, misalnya maka ia akan membawa contoh fisik ikan lele dan mempraktikkan tata cara ternak lele di dalam ruangan seminar tersebut. 
 
Di situ santri menjelaskan secara cermat dengan contoh­-contohnya seluruh tahapan praktik budidaya lele mulai dari langkah yang paling awal hingga ikan lele tersebut tumbuh berkembang dengan baik pada jenjang waktu tertentu atau saat panen bisa dilakukan. Selanjutnya, para narasumber selaku pembahas mengonfirmasi data-­data yang ada di dalam laporan santri, dan mengajukan pertanyaan­pertanyaan penting terkait hasil praktik magang. Para peserta seminar pun diberikan sesi khusus untuk melakukan diskusi.
 
Pada akhir presentasi, santri memproleh nilai hasil praktik magang yang menjadi prasyarat utama kenaikannya ke Kelas XII atau kelas akhir studi.
 
Belajar Tanpa Akhir 
 
Pesantren Pertanian Darul Fallah ingin memastikan pengalaman, kemampuan dan pengetahuan santri tentang pertanian paskamagang tetap kuat dan kokoh. Pesantren mendesain sebuah kegiatan untuk santri yang disebut program paskamagang. Program ini secara khusus diperuntukkan bagi para santri paskamagang di mana pesantren memberikan fasilitas kepada santri untuk mengembangkan pengalamannya saat praktik magang secara langsung di lahan pertanian atau fasilitas peternakan milik pesantren. Misalnya, santri yang pernah mengambil magang perikanan dengan mengelola ikan gurame, pesantren memberikan kesempatan kepada santri tersebut untuk mengelola kolam ikan gurame milik pesantren. Demikian seterusnya. 
 
Berbagai komoditas yang dipilih santri saat praktik magang, seperti berkebun tanaman obat, peternakan ayam, peternakan kelinci, peternakan sapi, dan lainnya. Pesantren juga memberikan fasilitas yang sama di lahan milik pesantren. Kegiatan santri pascamagang ini difasilitasi, baik lahan maupun pembiayaannya oleh pesantren, sampai mereka lulus di Kelas XII. Adapun hasil atau keuntungan dari kegiatan tersebut dibagi dua untuk santri dan pesantren. 
 
Rida Mardliyah, misalnya. Saat penelitian dilakukan, santri Kelas XII asal Bandung ini mengambil pilihan komoditas ternak kelinci saat praktik magang. Rida memanfaatkan program paskamagang dengan memelihara kelinci yang difasilitasi oleh pesantren. Setiap bakda Subuh, dia mencari pakan daun talas untuk makanan hewan peliharaannya itu.
 
"Ada lima ekor kelinci yang lucu­-lucu yang aku pelihara," ujarnya. "Kayaknya ngga tega kalo dilepas (jual). Soalnya aku sayang banget sama mereka,” tambah Rida dalam buku tersebut. 

Jika santri ingin mengambil hasil atau keuntungan dari penjualan komoditas pada program paskamagang, pihak pesantren pun memberikan izin. Bahkan pesantren mengarahkan santri untuk kembali berkomunikasi dengan induk semang saat mereka praktek magang sebelumnya.
 
Pesantren Pertanian Darul Fallah memang mendorong para santri agar tetap menjalin hubungan komunikasi dengan para induk semang, meskipun praktik magang telah selesai dilakukan. Alasannya, karena induk semang akan menjadi koneksi pertama bagi santri saat mereka ingin memanfaatkan penjualan produk yang dihasilkan dari kegiatan program pasca magang santri di pesantren. Maksudnya, santri dapat menjual hasil kegiatan pasca magangnya kepada mereka, atau menghubungkan santri dengan pihak lain yang telah bermitra dengan induk semang mereka.
 
Para induk semang tentu memiliki banyak jaringan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dalam hal pengadaan komoditas, pemeliharaan maupun penjualannya pada unit usaha masing-­masing. Para mitra induk semang ini juga dapat dimanfaatkan oleh para santri berkat terjaganya hubungan baik antara santri dengan induk semang. 
 
"Hubungan komunikasi antara santri dengan induk semang harus tetap berlanjut dan tidak boleh terputus," demikian saran dan arahan Maman, Kepala MAT Darul Fallah dalam wawancara dengan peneliti.
 
Disebutkan Maman, santri justru bisa berkoordinasi dengan induk semang jika ingin menjual atau memanfaatkan hasil dari komoditas program paskamagang. Maka hubungan komunikasi antara santri dengan induk semang, sesungguhnya layaknya hubungan anak dengan bapak. Terkadang bahkan melebihi hubungan santri dengan gurunya sendiri di pesantren. Para induk semang dapat dipastikan merasa senang hati membantu para santri. Oleh karena itu, sudah menjadi tradisi yang baik bagi santri untuk memanfaatkan waktu liburan pesantren dengan berkunjung dan bersilaturahim ke rumah induk semang.
 
Sebagian besar orang tua, saat menyekolahkan anaknya di sebuah lembaga pendidikan termasuk di Pesantren Pertanian Darul Fallah, menginginkan agar anak mereka memperoleh pendidikan yang baik, khususnya nilai plus pendidikan agama di pesantren. Setelah tamat pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, anaknya bisa bekerja dan memperoleh kehidupan yang layak. 
Sulit–untuk tidak mengatakan tidak mungkin–ada orang tua saat ini yang berkeinginan agar anaknya hidup bertani setelah lulus pendidikan.
 
Menurut hasil penelitian Nunu, Pesantren Pertanian Darul Fallah menempa anak didiknya dengan pengetahuan agama dan pengalaman tentang pertanian bukanlah untuk menjadi buruh, pegawai, apalagi karyawan dari sebuah perusahaan. "Sesungguhnya, lembaga ini ingin mencetak seorang tamatan pesantren yang justru menjadi pengelola dan pemilik dari sebuah usaha itu. Tegasnya, santri alumni Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah seorang yang benar-­benar mandiri secara ekonomi dan memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya," tegas Nunu. 
 
 
Editor: Kendi Setiawan