Wawancara

NU Punya Visi Global untuk Peradaban Umat Manusia

Rab, 5 Februari 2020 | 09:35 WIB

NU Punya Visi Global untuk Peradaban Umat Manusia

Katib 'Aam KH Yahya C. Staquf. (Foto: NU Online)

Sepanjang tahun 2019 tak kurang dari 15 duta besar negara bersilaturahim ke PBNU. Juga tamu-tamu luar negeri seperti rombongan para ulama Irak, intelektual Muslim Neval, pengusaha dari Maroko, dan negara-negara lain. Pada tahun 2019 juga Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj didaulat sebagai Wakil Presiden Religion for Peace dan masuk ke dalam jajaran tokoh berpengaruh di dunia.

Sebaliknya, pengurus PBNUjuga menghadiri berbagai forum dunia. Dua tahun sebelumnya, Katib Aam KH Yahya C Staquf sempat menghadiri undangan Israel. Di tahun yang sama, kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu memenuhi undangan Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence, di Gedung Putih, Washington DC.

Pada awal Januari tahun ini Gus Yahya kembali diundang dalam pertemuan antaragama dunia di Vatikan. Di waktu yang tak jauh berbeda, KH Said Aqil Siroj menerima kunjungan Commanding General of Armed Forces Security Center, RTARF Lt. Gen. Wichai Chucherd dari.
 
Beberapa hari kemudian, Kiai Said menerima kunjungan Menteri Pertahanan Malaysia Mohamad Sabu. Belum lagi pengurus PBNU yang lain serta kader NU sendiri baik di lembaga maupun badan otonom yang memiliki aktivitas dengan tokoh luar negeri.

Menurut Gus Yahya, peran luar negeri NU sudah berlangsung sejak awal berdiri. NU sendiri lahir sebagai respons atas situasi luar negeri, khususnya Timur Tengah. Respons itu ditunjukkan dengan pengiriman delegasi yang dinamakan Komite Hijaz yang dipimpin KH Abdul Wahab Chasbullah. Masih menurut Gus Yahya, dari lambangnya saja, NU secara tursurat mencantumkan bola dunia. Artinya, NU merespons tak hanya di dalam negeri, tapi luar negeri.

Dan kalau ditelisik majalah-majalah NU seperti Swara Nahdlatoel Oelama, Berita Nahdlatoel Oelama, dan Oetoesan Nahdlatoel Oelama, para tokoh NU memperkenalkan isu dunia kepada Nahdliyin di kampung-kampung.
 
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana visi internasional NU belakangan ini, Abdullah Alawi dari NU Online mewawancarai Katib Aam PBNU KH Yahya C. Staquf di ruangannya, Gedung PBNU, Jakarta, 31 Januari lalu. Berikut petikannya: 

Bagaimana visi internasional NU dalam membangun peradaban umat manusia ke depan? 

Tentang masa depan peradaban umat manusia, itu sebetulnya sudah ditegaskan dengan perspektif fiqih di dalam hasil bahtsul masail maudhuiyah di Kota Banjar bulan Februari 2019, bahwa pertama kategori kafir tidak lagi relevan di dalam negara bangsa modern.

Artinya, tidak boleh lagi ada diskriminasi, segregasi dan ketidakadilan apa pun namanya di antara warga negara bangsa modern yang mana, bukan hanya di Indonesia, tapi di mana saja karena kategori kafir dalam konteks negara itu hanya relevan dalam kerangka khilafah universal yang tunggal untuk seluruh dunia Islam di bawah kepemimpinan tunggal dengan imam a’dham yang sekarang sudah tidak ada lagi. Dan tidak mungkin diadakan lagi format semacam itu kecuali dengan meruntuhkan seluruh peradaban yang ada dan itu berarti mengadakan atau menciptakan bencana kemanusiaan yang secara besar-besaran. 

Itu sebabnya, kedua, kita menyatakan bahwa khilafah tidak wajib dan tidak perlu lagi diupayakan. Nah, itu berarti tidak boleh lagi ada kehendak atau semangat supremasi oleh siapa pun baik atas nama negara, etnis, agama. Negara-negara bangsa yang ada sekarang ini harus bergaul secara setara satu sama lain tanpa boleh ada yang menjalankan agenda untuk supremasi tunggal. Enggak boleh. 

Yang ketiga, bahwa NU menyatakan hukum negara wajib dilaksanakan laksana “syariat” karena hukum negara itu kalau bersesuaian dengan syariat menjadi muljim syar’i. Kalau hukum negara itu menetapkan salah satu pandangan yang di dalam wacana fiqih terjadi khilaf, maka hukum negara itu sendiri menjadi mujilul khilaf, menghilangkan khilaf. Tak ada lagi khilaf karena sudah ditetapkan dengan hukum negara.

Nah, kalau ada dalam hukum negara itu ada yang tidak bersesuaian dengan syariat kita, maka kita harus memperjuangkan perubahannya secara konstitusional. Tidak boleh melakukan tindakan melawan hukum negara dengan alasan syariat. Kita berdasarkan ushul yang sudah kita pelajari. Bahwa kita memposisikan syariat sebagai aspirasi nilai kita yang semua orang boleh punya aspirasi masing-masing untuk diperjuangkan secara politik, secara konstitusional.

Keempat, dalam hal terjadi konflik, termasuk konflik antara kelompok Muslim dan non-Muslim tidak boleh melibatkan diri ke dalam konflik dengan alasan membantu sesama Muslim karena itu berarti memperbesar konflik, tapi wajib memperjuangkan perdamaian. Itu visinya dalam perspektif fiqih. Nah, dalam perspektif konstitusi, sebetulnya visi itu sudah dituangkan dalam mukadimah UUD 1945 bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan.

Kemudian dinyatakan sebagai salah satu cita-cita proklamasi yaitu ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Di samping tentu saja yang disebut dalam mukadimah UUD 1945 sebagai cita-cita proklamasi terkait pemerintahan Indonesia yaitu melindungi seluruh tanah air dan segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Tiga hal ini tentu relevan untuk diangkat pada level global untuk meng-address masalah-masalah kemanusiaan bahwa kita ingin menciptakan keamangan global, kita ingin membangun keamanan global supaya seluruh umat manusia menikmati keamanan global, supaya seluruh umat manusia ini terlindung dari aniaya oleh pihak mana pun. Seluruh umat manusia, bukan hanya bangsa Indonesia.

Bahwa kita ingin agar seluruh umat manusia menikmati kemakmuran, menikmati kesejahteraan, sehingga kesejahteraan umat manusia ini menjadi lebih baik, memajukan kesejahteraan umum itu untuk seluruh umat manusia, mencerdaskan kehidupan seluruh umat manusia, bukan hanya bangsa Indonesia, ini adalah visi kita mengenai masa depan peradaban umat manusia yang lebih mulia. 

Ini visi peradaban yang mulia yang kalau dirunut di dalam satu kalimat, dunia adalah perjuangan untuk mewujudkan tata dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis berdasarkan pernghormatan terhadap martabat dan hak yang setara di antara sesama manusia. Itu visinya. Visi ini menjadi jawaban atas kemelut kehidupan yang sekarang terjadi dimana-mana.

Konflik, perang, ketidakadilan, ketimpangan, ini terjawab oleh visi ini. maka yang sekarang perlu dilakukan adalah bagaimana kita berjuang agar dunia menerima visi ini dan bersedia bersama-sama Nahdlatul Ulama untuk memperjuangkan. Itu yang sekarang kita lakukan. 

Nah, sekarang kita mendapatkan, katakanlah pengakuan secara internasional bahwa NU punya sesuatu yang harus diperhatikan oleh dunia internasional. Berbagai macam tokoh-tokoh yang sudah menyatakan hal itu secara verbal dan eksplisit. Dan kita bisa rasakan bagaimana itu termanifestasikan setiap kali NU hadir dalam aktivitas internasional.

Ke depan masih banyak yang kita lakukkan karena kita menghadapi tantangan dan hambatan, misalnya Timur Tengah masih tampak keberatan untuk mendengarkan Nahdlatul Ulama biasa Arab, mengaggap kita ‘ajam, merasa mereka lebih tahu tentang Islam. 

Padahal sudah terbukti dunia Arab tidak mampu menemukan jalan keluar dari keruntuhan peradaban yang sedang mereka alami saat ini dan apabila mereka berpikir jernih, jujur, mereka bisa melihat bahwa visi Nahdlatul Ulama ini adalah jawaban masalah mereka.

Kalau mereka mau berhenti menghalalkan darah orang dengan alasan kafir, tidak alasan lagi mereka untuk membunuh satu sama lain. Kalau mereka mau menerima kesetaraan di antara umat manusia tidak akanada lagi diskriminasi di sana. Kalau mereka mau menerima visi tentang keadilan dan kemanusiaan mereka pasti berjuang untuk membangun kehidupan sosial ekonomi yang adil.

Kita di sini harus memperjuangkan hal yang sama karena kita masih menghadapi masalah itu, tapi kit a sudah punya arah bbahwa kita menju ke sana. Kita tidak lagi meratapi sejarah yang menyakitkan. Mari kita berhenti meratapi sejarah yang menyakitkan. Semua orang punya sejarah yang menyakitkan, apakah itu bangsa-bangsa Barat yang Kristen, apakah itu bangsa Hindu dan Buddha, apakah itu bangsa Yahudi, semuanya punya sejarah yang menyakitkan yang menimbulkan hal yang menyakitkan terhadap bangsa yang lain. Mari kita berhenti meratapi itu semua dan melihat masa depan, tentang apa yang kita butuhkan untuk masa depan kita bersama. Itu visi NU. 

Langkah-langkah dan inisiatif untuk melaksanakan visi NU itu bagaimana? 

Sebagian sudah kita lakukan. Pertama-tama, jelas kita sudah mengidentifikasi menginstrospeksi masalah-masalah yang ada di dalam diri kita sendiri. Kemudian mencari jalan keluarnya. Misalnya masalah mainset, jelas sebelumnya bahwa di dalam wacana dan wawasan fiqih kita yang dominan adalah pandangan untuk mendiskriminasi kafir untuk membedakan hak dan martabat antara kafir dan Muslim. Jelas. Kita sudah mengakui bahwa itu masalah dan kita memberikan alternatif berdasarkan kajian yang legitimate secara akademik bahwa sekarang kategori kafir itu tidak lagi relevan. Itu contohnya.

Pertama yang dilakukan adalah identifikasi masalah secara jujur apa yang ada di dalam diri kita. Nah, kita berharap semua orang melakukan hal yang sama. Kita berharap orang-orang Yahudi melakukan hal yang sama dan mmembangun wacana baru. Kita berharap orang-orang Kristen, Hindu, Buddha, melakukan hal yang sama. 

Nah, yang kedua, kita melakukan perdamaian, resolusi konflik karena konflik sekarang yang masih terjadi ini akan terus menjadi kayu bakar untuk memperpanjang konflik. Kita harus memperjuangkan perdamaian dengan risiko apa pun. Makanya ini soal pilihan. Kalau kita mau berkonflik, ada banyak alasan yang mengesahkan pilihan kita untuk berkonflik. Kalau kalian pergi berperang melawan pemerintah Filipina, ada banyak dalilnya.

Tapi kita tahu konsekuensinya kalau itu dilakukan seluruh peradaban akan runtuh. Maka walaupun kiita bisa saja memilih berkonflik, dan ya insyaallah masih bisa masuk sorga, mati syahid dan sebagainya, insyaallah, tapi mari kita memilih damai sajalah. Wong kita bisa bangun kok hujjahnya yang legitimate untuk pilihan perdamaian. Mari kita memperjuangkan perdamaian. 

Dan itu juga bisa masuk sorga ya? 

Allahuma amin...

Kalau kalian mau perang sama Israel, banyak dalilnya, baik dalil kejahatan-kejahatan Israel sendiri maupun dalil –dalil naqli. Tapi, mari berpikir perdamaian karena itu tak bisa diteruskan. Realitasnya sekarang tidak mungkin bangsa-bangsa ini menghancurkan Israel tanpa menghancurkan bangsa sendiri. satu hal, Israel punya bom nuklir.

Mereka kalau kepepet dan mereka nekat, itu seluruh kawasan hancur dan kalau kita terus konflikyang begini ini, yang satu Hamas menembakkan roket, sebentar kemudian tentara Israel datang memukul orang semau-maunya bangsa Palestina tidak akan pernah punya kesempatan untuk membangun masa depannya sendiri. Mari kita bangun perdamaian supaya Palestina ini sempat sekolah, sempat bekerja, sempat berpikir tentang ilmu pengetahuan, tidak terus-menerus hidup dalam darurat seperti sekarang. 

Yang ketiga, menciptakan wacana alternatif. Tapi itu tidak cukup, harus ada strategi untuk mengubah mainset masyarakat. Nyatanya sekarang masyarakat masih punya mainset yang bermasalah, orang NU sendiri, misalnya kafir itu musuh, ancaman, tidak boleh diperlakukan sama dengan orang Islam, ini salah satu strategi untuk mengubah mindset. Wacana barunya sudah ada sekarang, kafir tidak relevan. Nah, sekarang bagaimana strategi mengubah mainset, kita perlu dua hal. 

Pertama, kita harus membangun melakukan penyesuaian sistem keagamaan kita. Harus kita tinjau lagi nih bagaimana kita mengajarkan agama kepada anak-anak kita. Misalnya sekarang kita tahu bahwa di madrasah-mmadrasah kita itu untuk pelajaran tarikh, pegangannya itu, khulashah Nurul Yaqin.

Nah, isinya statistik mayit. Perang ini yang mati berapa, perang itu ghanimahnya berapa. Jadi sejak awal, sejak madrasah ibtidaiyah itu, diajarkan kepada mereka bahwa Islam itu tentang perang. Dan kalau kita lihat kitab sirah yang lain, termasuk sirah nabiwiyah, yang ada isinya seragam didominasi oleh catatan perang sampai kepada sejarah yang lanjut. 

Nah, bagaimana kita tidak membuat alternatif. Kenapa kita misalnya tidak membangun bahan ajar yang menekankan tentang pengenalan akhlak Sayidina Rasulillah Shallallahu alaihi wasalam. Bahannya ada, haditsnya ribuan tidak kurang-kurang. Kenapa kita tidak ambil yang itu saja, bukan perang supaya anak-anak kita lebih mengenal akhlak mulia raasulullah. Kapan hari saya bertemu dengan asatidz Lirboyo, sebagian, punya keinginan untuk mulai menyusun soal itu. 

Kedua, komponennya gerakan sosial seperti NU ini yang kemudian kita punya instrumen sampai ke grasroot untuk menjalankan strategi dengan macam-macam kegiatan, dengan desiminasi wacana dan sebagainya sehingga grashroot ikut bergerak bersama-sama dengan wawasan ini. ini tidak ada di tempat lain.

Kenapa seluruh Timur Tengah dan dunia Islam di luar Indonesia gagal dan runtuh? Karena tidak ada tradisi gerakan sosial. Di Arab tidak ada tradisi gerakan sosial. Al-Azhar itu santrinya, alumninya ratusan ribu, tapi tidak pernah menjadi gerakan sosial. Tidak pernah ada inisiatif untuk membangun gerakan sosial.

Komunitas di agama lain sudah ada tidak yang seperti itu mewacanakan bahwa kafir dalam konteks negara bangsa sudah tidak relevan lagi? 

Yang saya tahu, yang sudah melakukan itu gereja Katolik 1962. Mereka membuat Konsili Vatikan kedua, yang mereka nyatakan bahwa Katolik bukan satu-satunya jalan keselamatan. Jelas mereka melakukan itu dengan proses yang lama di umat mereka sendiri. saya tidak tahu apakah sekarang sudah berubah atau tidak. Tapi Vatikan sendiri mengenarate wacana itu. 

Di Arab?

Belum ada. Yahudi, saya tidak tahu. Yahudi yang saya tahu entah kapan, tahun berapa, mereka Yahudi Ortodoks membangun wacana yang mengizinkan mereka bergaul dengan orang non-Yahudi. Dulunya itu haram. Itu belum lama, mungkin 40-50 tahunan. Nah, kita berharap yang lain berpikir tentang itu. Kalau kita pelihara ujungnya kita bunuh satu sama lain, dan ujungnya runtuhnya peradaban. 

Kalau di NU ada target tidak, misalnya 5 atau 10 tahun wacana itu menjadi arus utama? 

Kita tidak membuat target, tapi yang terjadi sekarang ini adalah bahwa dunia mulai menyeret NU supaya lebih vokal dalamm wacana itu. Misalnya saya, tiba-tiba Wakil Presiden Amerika mengundang saya ke Gedung Putih, tidak terpikir sekali untuk datang ke sana. Kemarin dua tiga minggu lalu, ke Vatikan.

Saya sedang banyak sekali pekerjaan di sini. Tapi mereka sangat mendesak. Malah Duta Besar keliling Amerika mengirim surat pribadi kepada saya, “Apa yang ingin kami kerjakan ini hanya terwujud kalau Anda hadir. Jadi dunia ini sudah mengenal dan tahu apa yang kita kerjakan di sini. Mereka menggeret kita untuk lebih vokal, hadir, terhadap masalah-masalah internasional. 

Terus bagaimana peran dan posisi PCINU dalam visi internasional NU ini? 

Jelas. Selama ini PCINU lebih berorientasi mengurusi orang-orang NU di sana. Sekarang kita berharap mereka lebih terlibat dengan masyarakat setempat. PCINU Belanda sudah mencoba, tapi baru ke kalangan akademis, intelektual, dengan agenda dua tahunan mereka bienald. Kita berharap lebih banyak terlibat lagi dengan membawa visi kita ini. Kita berharap misalnya PCINU Mesir, terlibat dengan masyarakat setempat untuk mensosialisasikan visi NU ini.

PCINU di Saudi sama, di Yaman, bicara soal visi NU ini sehingga, PCINU menjadi salurah pengaruh masyarakat global, NU mempengaruhi masyarakat global, bukan mengimpor pengaruh ke dalam NU. Percaya atau tidak percaya, kalau dunia ingin “selamat” harus melakukan visi NU ini, udah itu saja, tidak Amerika, tidak Eropa, tidak Arab. 

Itu berdasarkan apa, pengakuan mereka? 

Pengakuan mereka sendiri yang bicara. Mereka sendiri yang bicara. Kemarin kita bersama PKB kita mengadakan jaringan politik internasional, lebih dari 150 partai politik seluruh dunia, kira-kira separuh anggotanya dari Eropa. Orang-orang dari Eropa ini sudah mengatakan, NU ini, hanya NU yang bisa membantu peradaban eropa di dalam krisis yang sekarang mereka alami. Ini serius dan mendasar sekali. Jadi kalau kita masih merasa menyusu kepada orang, ya goblok namanya. Kita yang dibutuhkan dunia.

Kendalanya ini berarti seperti yang dikatakan Kiai Wahab, bahwa kita punya meriam, kemudian orang mengatakan bahwa milik kita itu adalah gelugu, 

Ya, kita punya meriam, kemudian orang-orang mengatakan itu bumbung, dan kita percaya. Padahal ini meriam. 

Masih banyak yang begitu? 

Masih. Sekarang kita harus sadarkan seluruh NU bahwa NU dilahirkan demi cita-cita peradaban. 

Kira-kira visi internasional apa dilakukan NU hari ini bibit-bibitnya sejak awal berdiri? 

Iya, dari Komite Hijaz, lambangnya dunia. Iya. Pada waktu itu mungkin kadar ‘uqulnya orang banyak belum sampai, lalu disampaikan dengan simbol-simbol. Misalnya dengan isarah hasil istikharah gambar jagat, simbol bintang sembilan dan sebagainya. Dan sekarang kita sudah bisa memahami dan sudah kelihatan momentumnya bahwa dunia membutuhkan NU. Makanya NU harus berpikir untuk dunia bukan hanya untuk dirinya sendiri.

Kenapa Gus, NU bisa sampai pada visi seperti itu, bahkan sejak awal?

Ini ilhamnya wali kok, wali-wali itu semua. Kita mana mengerti. Kita tak habis pikir kenapa membuat organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama wong sebelum itu sudah ada Nahdlatul Wathan. Ini sebelumnya misteri.

Nah, sekarang kita bisa jawab, bahwa NU dilahirkan dalam momentum runtuhnya peradaban Islam yang sempat bertahan 700 tahun. Maka NU didirikan untuk merintis peradaban baru. Dan ini perjuangan besar, perjuangan panjang. Kita baru masuk satu abad pertama. Kita masih butuh 7 abad. Maka jangan tergesa-gesa mengharapkan kiamat. Insyaallah masih panjang. 

Ini hasil tirakat kiai?

Iya, kalau bukan wali, tidak mungkin itu.