Wawancara

Perjuangan Satgas NU Melawan Laju Pandemi Covid-19

Rab, 21 April 2021 | 08:30 WIB

Perjuangan Satgas NU Melawan Laju Pandemi Covid-19

Ketua Satgas Covid-19 PBNU, Makky Zamzami. (Foto: tangkapan layar Youtube BNPB)

Sudah setahun lebih pandemi dan pesantren adalah salah satu yang terdampak. Berikut adalah wawancara C. Nila Wardah (peneliti, tinggal di Depok, Jawa Barat) dengan dr Muhammad Makky Zamzami dari Satgas Covid-19 NU terkait kondisi terkini pesantren, Covid-19 dan bagaimana NU berupaya menghentikan laju pandemi.


Apa sih peran Satgas Covid-19 NU dari Maret 2020?


Secara umum, kami bergerak bersama pemerintah dalam membantu untuk menanggulangi pandemi, beberapa strategis dari promotif, preventif, kuratif, koordinatif dan ekonomi. Kolaborasi dengan pemerintah kami berperan  melalui sektor menggerakkan komunitas atau masyarakat, yang mungkin di beberapa hal pemerintah tidak bisa menjangkaunya.


Itu tepat tanggal berapa Satgas dibentuk?


Pertama kali dibentuk pada bulan Maret tanggal 2 pertama kali mengeluarkan protokol, pertama kali ada kasus langsung di-SK-kan dari Ketum PBNU. Pertama, kan kami setelah ada SK dari Ketum PBNU kemudian kami menyusun beberapa program dan strategi. Lalu kami memberikan rekomendasi kepada ketum merekomendasikan membuat surat untuk seluruh PWNU dan PCNU membuat Satgas. Kemudian surat itu menyebar dan yang aktif 80-an mungkin kalau terbentuk bisa sampai 200-an.


Kemudian kan dapat bantuan segala macam, apa saja yang disalurkan kepada masyarakat?


Jadi, kami membangun jaringan ini dari beberapa sektor ya, melalui jaringan-jaringan yang dibangun NU sejak lama. Baik dari antar agama seperti dengan organisasi antar agama, seperti Budha Suci, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), ada kawan-kawan dari luar negeri, Dubes Singapura, Dubes Tiongkok, intinya kami tidak ingin memberatkan pemerintah. Hanya sedikit sekali bantuan dari pemerintah.


Barang-barang itu bisa berupa Alat Pelindung Diri (APD), masker, alat kesehatan. Saat di pertengahan ada sembako, ada juga dari lokal seperti ada dari NU-Care LAZISNU, ada dari Almarhum Didi Kempot sebesar Rp2 miliar yang kemudian kita konversi menjadi pemberdayaan ekonomi. Juga ada bantuan alat kesehatan dari Dubes Singapura senilai Rp25 miliar yang kita sebar di beberapa RS NU.


Total, kalau sembako ada berapa kontainer?


Pas bulan Puasa itu ada 10 kontainer yang disebar. Kalau nilainya bisa sekitar Rp3 miliar. Kalau alat kesehatan bisa mencapai Rp50 miliar lebih, karena APD juga kan dihitungnya alat kesehatam.


Semua penyaluran atau peran Satgas NU Peduli Covid-19 apakah berjalan efektif?


Kalau menurut saya, semua tidak ada yang sempurna, karena kita berusaha semaksimal mungkin penyaluran ini kita tujukan kepada rumah sakit-rumah sakit, karena mereka berperan penting memerangi Covid-19 dan fungsinya alat kesehatan memang di RS. Kedua, di masyarakat inilah yang penyebarannya mungkin tidak merata karena tidak semua PCNU bisa menanggung biaya pengiriman.


Karena kita juga tidak sanggup membiayai pengiriman dengan berton-ton bantuan gitu kan, harus ada saling bantu-membantu. Ada beberapa yang kita gotong-royong untuk mempermurah bantuan. Jadi kita sewa truk yang bisa dikirim sekali jalan begitu dan biaya relatif sangat murah. Begitu kira-kira jadi gotong royong antar PCNU, walaupun tidak merata.


Apa saja sih kendala-kendala yang dihadapi dalam penyaluran?


Kendala-kendala yang dihadapi yang pertama yaitu gudang. Ketika kita mendapatkan bantuan berton-ton sebanyak sepuluh kontainer yang tidak bisa menunggu secara langsung, sementara kita tidak bisa mengirim langsung habis karena keterbatasan dana. Mereka tidak bisa mengirimkan secara langsung juga, karena mereka hanya ngedrop di PBNU.


Kami menetapkan tiga gudang, yang pertama di PBNU yaitu di BSM di belakang gudang kecil hanya sebagai simbolis saja itu. Kemudian di PWNU DKI Jakarta. Kalau sembako kita taruh di gudang NU Care-LAZISNU yang dulu bekas kantor PKNU. Kalau alat kesehatan kita taruh di dua tempat ada di kantor PWNU DKI tapi nampungnya kecil nampungnya dikit, dan sebagian besar kita taruh di Pesantren Al Tsaqafah Ciganjur dan pesantren saya di al-Manar Depok.


Saya pindahkan di beberapa lokal karena banyak sekali yang kita bisa tampung secara langsung untuk barang. Tapi alhamdulillah untuk giliran bantuan kita kirim-kirim habis, ada lagi bantuan kita kirim lagi, habis.


Terakhir, bantuan dari Singapura itu hand sanitizer dan masker yang paling besar. Totalnya ada 40 kontainer yang sudah beberapa PCNU kita kirim-kirim terus.


Berarti sekarang di gudang sudah kosong atau masih ada?


Masih ada. Karena pengirimannya itu dua kali. Kita tidak sanggup untuk mengirim langsung, karena PCNU tidak mempunyai biaya besar juga. Kalau hand sanitizer kan berat di ongkos isinya air kan? Dan buat dihabiskan gitu kan? Tapi kita mendistribusikan semampu kita, namanya juga mendistribusikan.


Sekarang Satgas NU Peduli Covid-19 sedang fokus apa?


Sudah setahun lebih ya berjalan kita juga letih dan butuh booster semangat. Sekarang itu vaksin sudah ada jadi kita sekarang fokus bantu vaksin. Kemudian menjelang Ramadhan, kita tetap mengingatkan protokol-protokol kesehatan di temapt ibadah. Lalu kita mengonsepkan hal yang besar untuk pondok pesantren, terkait bagaimana pesantren bisa mempunyai pusat kesehatan secara mandiri di pesantren. Jadi setelah kena Covid-19, mereka bisa sehat lagi dan bisa bertahan perilakunya.


Ini menarik, menjelang dan ketika Ramadhan apa sih imbauan dari Satgas NU Peduli Covid-19?


Karena sekarang ini happening-nya lagi vaksin, jadi ya soal sosialisasi vaksin itu. Jadi, vaksin itu tidak membatalkan puasa, tes PCR dan tes Swab Antigen juga tidak membatalkan puasa. Berbicara regulasi itu bukan penghambatlah, biarkan saja jalankan saja itu proses lah kan.


Kemudian ketika puasa ini saya harap masyarakat semakin membatasi aktivitas sosial. Ketika buka puasa saya harap bukan berkumpul di luar tetapi kumpul saja di rumah, sehingga tidak ada penyebaran yang lain. Terus saat shalat tarawih kita berharap ada protokol-protokol yang dijalankan, jaga jarak, pakai masker itu semua.


Kalau dari semua peran yang sudah dilakukan oleh Satgas Covid-19, kalaupun ada yang perlu dievaluasi bagian mana yang harus dievaluasi?


Menurut saya bagian yang perlu dievaluasi adalah bagaimana progres sinkronisasi kegiatan bersama yang sebetulnya kita perlu tingkatkan lagi. Saya melakukan evaluasi ini bukan berarti salah tapi memang pandemi ini sangat melelahkan, tidak jelas ujungnya. Pada intinya ini adalah tugas besar dimana kita learning by doing (belajar sembari melakukan). Hal yang perlu dievaluasi adalah updating-nya, peran antara sinergitas pemerintah dengan keadaan yang berubah ketika ada vaksin ini. Terkadang pemerintah tidak sinergi dengan kita.


Contohnya vaksin. Vaksin ini pemerintah sudah meminta kita untuk membantu vaksin gitu kan, tapi pada saat kita berusaha membantu, malah porsinya tidak ada, dibatas-batasi dan tidak dibuka kerja sama seluas-luasnya, tanggung. Jadi perlu evaluasi. Jika kita perlu bekerja sama ya dibukalah kewenangan sebasar-besarnya, kita tidak hanya menjadi pelengkap penderita, nyuruh saja tanpa diberikan akses.


Apa sih harapan dari Satgas NU Peduli Covid-19 yang belum terwujud?


Kami ingin mempercepat pandemi ini dengan cara masif mendistribusikan vaksin-vaksin ke pesantren dalam tahun ajaran baru, ini baru sedikit, dengan RMI kita biasa bekerja sama. (*)

 

C. Nila Wardah (Lala Wardani), peneliti, tinggal di Depok, Jawa Barat