M. Mubasysyarum Bih
Kolomnis
Sebagaimana lazim kita saksikan di masjid-masjid daerah, di sebagian titik area masjid disediakan kotak amal/infak untuk menggalang dana atau mempersilakan pengunjung mendermakan sebagian uangnya untuk kemaslahatan masjid. Penggalangan dana dengan model demikian dinilai lebih efektif ketimbang menarik iuran di masyarakat dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah, karena di samping menghemat tenaga dan waktu, juga tempat mengumpulkan donasi sangat strategis, yaitu masjid atau area sekitarnya.
Ā
Dampak dari strategi tersebut, tidak jarang menjadikan masjid sangat memadai untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan memiliki saldo yang melimpah ruah. Dalam titik ini, munculah gagasan dari takmir masjid mengalokasikan dana infak masjid untuk biaya pendidikan. Pikirnya, masjid sudah berkecukupan sedangkan sektor kemaslahatan pendidikan di masyarakat sekitar memerlukan kucuran dana. Bagaimana hukum mengalokasikan uang infak masjid untuk biaya pendidikan?
Ā
Hukum mengalokasikan dana infak masjid untuk pendidikan adalah haram, sebab tidak sesuai peruntukannya. Para penyumbang bermaksud dengan pemberiannya untuk kemaslahatan masjid, bukan untuk hal lain. Ketika para penyumbang meletakkan uang di kotak amal masjid, indikasi kuatnya adalah tujuan mereka agar uang tersebut dialokasian untuk hal-hal yang berkaitan dengan masjid, baik berhubungan dengan perbaikan fisik bangunan masjid atau kemaslahatan masjid secara umum seperti gaji muadzin, gaji takmir, gaji khatib, biaya operasional masjid, dan lain sebagainya.
Ā
Dalam fiqih, alokasi sumbangan infak masjid sendiri wajib diarahkan kepada salah satu dari dua hal. Pertama, āimarah yaitu kebutuhan fisik bangunan masjid, misalnya dana renovasi atau penjagaan kelestarian bangunan masjid. Kedua, mashalih, yaitu segala hal yang berkaitan dengan kemaslahatan masjid seperti gaji khatib, gaji nazir, biaya kemakmuran kegiatan masjid, dan lain sebagainya. Selain dari dua tasaruf (pengalokasian) tersebut tidak diperbolehkan.
Ā
Penentuan alokasi āimarah dan mashalih disesuaikan dengan tujuan pemberi, bila penyumbang menentukan untuk kebutuhan fisik masjid (āimarah), maka hanya boleh untuk kebutuhan fisik masjid. Bila tujuan penyumbang untuk mashalih atau dimutlakan, maka boleh untuk alokasi āimarah dan kemaslahatan masjid secara umum. Namun pihak nazir wajib memprioritaskan kebutuhan āimarah masjid (KH Jaāfar Shadiq, Risalah al-Amajid, hal. 18).
Ā
Ā
Dalam aturan fiqh, alokasi pemberian sumbangan harus disesuaikan dengan kehendak pemberi, wajib bagi pihak penerima mengalokasikan uang pemberian sesuai tasaruf yang ditentukan pemberi. Misalnya, orang bersedekah untuk korban bencana alam, wajib ditasarufkan untuk para korban. Penggalangan dana untuk acara syiar keagamaan seperti maulid akbar wajib ditasarufkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan acara tersebut. Meski uang yang diterima menjadi milik penerima tapi kepemilikannya atas uang tersebut dibatasi sesuai arah tasaruf yang ditentukan pemberi. Pemberian jenis ini disebut dengan hibah muqayyadah atau shadaqah muqayyadah (hibah yang dibatasi/sedekah yang dibatasi).
Ā
Menjadi berbeda hukumnya bila penentuan tasaruf yang disebutkan pemberi hanya sebatas āpemanis bibirā atau basa-basi perekat sekat kecanggungan atau penanda keakraban, semisal ucapan pemberi āini uang untuk membeli esā, āini silakan ambil untuk tambahan membeli susu anakmuā, dan ucapan sejenis lainnya. Dalam kondisi demikian penerima sedekah/hibah tidak wajib mengalokasikan sesuai tasaruf yang āditentukanā pihak pemberi, ia bebas menggunakan uang pemberian yang diterima untuk apa saja. Sebab pemberi tidak benar-benar bermaksud menentukan tasaruf sumbangannya, melainkan sebatas basa-basi.
Ā
Syekh Abdurrahman al-Masyhur mengatakan:
Ā
ŁŲ±Ų¹ Ų£Ų¹Ų·Ł Ų¢Ų®Ų± ŲÆŲ±Ų§ŁŁ ŁŁŲ“ŲŖŲ±Ł ŲØŁŲ§ ع٠ا٠ة Ł Ų«ŁŲ§Ł ŁŁŁ ŲŖŲÆŁ ŁŲ±ŁŁŲ© ŲŲ§ŁŁ Ų¹ŁŁ أ٠ŁŲµŲÆŁ Ł Ų¬Ų±ŲÆ Ų§ŁŲŖŲØŲ³Ų· Ų§ŁŁ Ų¹ŲŖŲ§ŲÆ ŁŲ²Ł Ł Ų“Ų±Ų§Ų” Ł Ų§ Ų°ŁŲ± ŁŲ„Ł Ł ŁŁŁ ŁŲ£ŁŁ Ł ŁŁ Ł ŁŁŲÆ ŁŲµŲ±ŁŁ ŁŁŁ Ų§ Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŁ Ų¹Ų·Ł
Ā
āCabang permasalahan. Bila seseorang memberi orang lain beberapa dirham untuk dibelikan serban semisal, dan indikasi keadaannya tidak menunjukan bahwa tujuan pemberi adalah sebatas basa-basi yang dibiasakan, maka wajib bagi pihak yang diberi membelikan serban tersebut, meski ia telah memilikinya, sebab kepemlikannya dibatasi, ia hanya boleh mentasarufkan dirham sesuai yang ditentukan pemberiā (Syekh Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, hal.367).
Ā
Sebagai solusi agar uang infak dapat dialokasikan untuk biaya pendidikan atau kebutuhan sosial masyarakat lainnya, pihak takmir hendaknya memisah kotak amal untuk masjid dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Misalnya, di depan pintu masjid disediakan dua kotak amal; kotak pertama bertuliskan infak masjid, kotak kedua diberi tanda ādana sosial/dana pendidikanā. Dengan langkah pemisahan kotak demikian, dapat menjadikan sebuah indikasi maksud penyumbang, masing-masing uang yang terkumpul di kedua kotak dapat ditasarufkan sesuai peruntukannya.
Ā
Ā
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.
Ā
Ā
Terpopuler
1
Temui Menkum, KH Ali Masykur Musa Umumkan Keabsahan JATMAN 2024-2029
2
AS Kritik Aturan Sertifikasi Halal di Indonesia, Gus Yahya: Kami Punya Kepentingan Lindungi Masyarakat
3
Beasiswa Garuda Buka Kuliah Gratis di Luar Negeri Jenjang S1, Berikut Persyaratan dan Jadwalnya
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Amanah dan Kejujuran di Tengah Krisis Kepercayaan Publik
5
Khutbah Jumat: Kelola Harta dengan Bijak
6
Innalillahi, Mustasyar PBNU KH Ahmad Chozin Wafat dalam Usia 76 Tahun
Terkini
Lihat Semua