Parlemen

Didrop, Anggota Komisi VIII Perjuangkan RUU PKS Masuk Prolegnas 2021

Ahad, 23 Agustus 2020 | 13:00 WIB

Didrop, Anggota Komisi VIII Perjuangkan RUU PKS Masuk Prolegnas 2021

Anggota Komisi VIII DPR RI KH Maman Imanulhaq. (Foto: dok. Fraksi PKB)

Jakarta, NU Online

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) didrop dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Hal tersebut terpaksa harus dilakukan karena Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bergegas membuat payung hukum untuk penanganan Covid-19 sebagai bencana non-alam.


“Ada UU yang lebih prioritas yaitu mengenai revisi UU Bencana. Kita tahu pandemi Covid-19 membutuhkan payung hukum karena bencana non alam seperti virus Corona ini sampai hari ini tidak ada payung hukumnya. Itu membuat kesulitan cara pemerintah bagaimana bergerak uintuk menyalurkan menghadapi dan juga melawan Corona ini,” terang Anggota Komisi VIII KH Maman Imanulhaq saat menjadi narasumber pada diskusi bertema RUU PKS: Urgensi di Tengah Alotnya Legislasi yang digelar oleh Pimpinan Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama Kabupaten Bogor pada Sabtu (22/8).


Meskipun demikian, Kang Maman, sapaan akrabnya, akan berupaya keras untuk kembali memasukkan RUU PKS dalam Prolegnas 2021. “Kita akan berusaha pada 2021 menjadi prioritas,” katanya.


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penundaan pembahasan RUU PKS ini juga berdasarkan mekanisme yang berlaku di Badan Legislatif (Baleg). Pasalnya, DPR harus lebih dahulu merevisi UU pidana karena sangat berkaitan dengan penjatuhan saksi.


“Kalau UU Pidana ini belum disahkan, bahayanya nanti akan ada tumpang tindih regulasi sehingga di sini Panja akan terus berusaha mengenai pasal-pasal, pencabulan, perzinahan,  dan sebagainya,” ujar legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu.


Selain itu, tindak pidana yang meliputi pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaaan, kontrasepsi, aborsi, pemerkosaan, dan sebagainya juga diatur dalam Rancangan KUHP. “Ini bagaimana di PKS itu sehingga tidak ada lagi tumpang tindih,” lanjutnya.


Tidak hanya itu, kendala lain yang menghambat pembahasan RUU PKS ini adalah perdebatan mengenai penggunaan diksinya. Ada yang meminta mengganti judulnya dengan lain. Namun, perubahan tersebut, menurutnya, akan berimplikasi pada substansi dari setiap bab yang dibahasnya.


“Perdebatan mengenai judul ini menghambat rancangan undang-undang ini sehingga apakah memakai penghapusan kekerasan atau penghapusan kekerasan kejahatan seksual dan sebagainya itu berkaitan berimplikasi pada pasal-pasal di dalamnya,” katanya.


Beberapa regulasi yang sedang dibahas, terutama rancangan undang-undang KUHP, juga menghambat hal pembahasan RUU PKS tersebut. Karenanya, ia meminta sumbangsih saran yang konkret dari gerakan perempuan, khususnya Fatayat.


“Ini yang semacam harus menjadi pertimbangan juga dari teman-teman gerakan perempuan untuk memberikan tawaran yang lebih kongkrit kepada DPR terutama Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa soal judul itu harus mencakup regulasi pasal dan bab di dalamnya sehingga kami bisa menyuarakan itu dalam pendapat kami di Badan Legislatif atau di Komisi VIII,” pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad