Masa depan adalah dimensi waktu (selain dua dimensi lainnya: masa lampau dan masa kini) yang realitas di dalamnya belumlah diketahui. Kita menyebut yang tak diketahui itu sebagai “masih misterius”. Tapi kita juga dapat menyebutnya dengan bahasa yang lain: waktu masa depan sedang menyembunyikan kenyataan yang sifatnya “mungkin” (terjadi).
Kita menyebutnya “mungkin” karena masa depan itu sendiri adalah domain waktu dengan aneka kemungkinan yang dapat terjadi. Karena itu lebih tepat bila menulisnya dalam bentuk jamak, yakni “masa depan-masa depan”.
Semua orang baik pribadi maupun komunitas atau masyarakat dapat membentuk masa depannya. Kita dapat membangun masa depan yang bersifat “mungkin” itu sebagaimana dilakukan Karyati. Perempuan tua ini menginginkan suatu masa depan yang dianggapnya lebih baik, yakni naik haji, diantara kemungkinan masa depan-depan yang lain.
Baca: Perihal Masa Depan yang Misterius (I)
Karyati, pertama-tama, memperoleh suatu bayangan, sebuah gambaran mengenai apa itu yang mungkin. Ini berlangsung sejak 2002; ketika ia berimajinasi, membangun suatu gambaran tentang masa depan di benaknya. Dan apa yang mungkin baginya di masa depan adalah pergi haji.Tak syak lagi, momen ini titik krusial bagi Karyati. Ia sungguh-sungguh tahu bahwa secara eksistensial “yang mungkin” tidak terjadi di masa lampau, juga tidak di masa kini (disini dan sekarang). Yang mungkin, yakni naik haji, hanya dapat terjadi di masa depan.
Lalu, bagaimana kenyataan yang dibayangkan terjadi, yang hanya bersifat mungkin itu, dapat menjadi suatu kenyataan faktual? Karyati mengatakan: “...[M]ewujudkan impian naik haji ini penuh perjuangan. Karena saya harus menabung selama 20 tahun lamanya”.
Karyati tidak memprediksi masa depan, tapi mengantisipasinya. Ia merealisasikan dan mengantisipasi, setelah mengimpikannya. Karyati menyusun rencana, membangun jembatan. Suatu saranayang dapat membawa ke masa depan yang ia inginkan. Bagaimana caranya agar saya dapat bergerak dari “sini” ke “sana”, dari Indonesia ke Saudi Arabia?
Dan, seperti kita tahu sarana ini ialah tindakan! Satu-satunya jembatan yang dapat mengantar ke sana ternyata tindakan. Maksudnya, “yang mungkin” hanya bisa menjadi “yang faktual” sejauh ia diwujudkan melalui tindakan. Karyati tahu bahwa ia membutuhkan ongkos haji, juga uang secukupnya untuk anggota keluarga selama ditinggalkan. Karena itu ia harus bertindak, berjuang, bekerja keras menabung selama 20 tahun.
Benar, masa depan juga dipengaruhi oleh banyak hal. Karyati juga perlu berhitung dan memasukkan dalam rencananya suatu pertanyaan: bagaimana jika? Misalnya, bagaimana jika ada kondisi-kondisi sosial yang menghambat realisasi masa depannya. Atau, bagaimana bila usahanya gagal, apakah ada jembatan alternatif yang bisa digunakan.
Pertanyaan “bagaimana jika” ini penting bagi Karyati dalam mengantisipasi masa depan. Sebab, bisa saja ada kondisi dan lingkungan tak terduga yang dapat menggagalkannya naik haji. Dalam sosiologi tindakan sosial, kita tahu bahwa dalam kehidupan ini banyak kondisi sosial objektif atau situasi yang dapat membatasi atau menghalangi tindakan usaha seseorang. Sebagian kondisi sosial itu memang bisa diubah, namun sebagian yang lain tidak dapat diubah. Kita lalu menyiapkan sarana-sarana alternatif beserta langkah-langkah antisipatif. Dan Karyati memiliki pengalaman eksistensial macam ini.
Di setiap langkahnya, Karyati tak lupa memanjatkan doa. Ia berkeyakinan bahwa “Allah pasti mengabulkan doa saya untuk bisa melihat Ka’bah secara langsung”. Kita kira-kira saja, ketika berdoa air mata Karyati mengalir deras seolah-olah hendak mengetuk pintu langit (siapa tahu?). Tetapi, kita juga dapat memberi makna pada doa itu bahwa Karyati mengetahui benar siapa dirinya di tengah-tengah aneka faktor dan kondisi objektif yang mungkin turut berpengaruh namun yang tak seluruhnya ia kenali. Ia sadar, di dalam kehidupan, mungkin ada puluhan faktor yang dapat menghambat realisasi tujuannya.
Dalam kosmologi Islam, kosmologi hidup saya sendiri yang tak perlu saya sembunyikan dalam kegiatan berpikir dan menulis, Allah Maha Mengetahui semua variabel ini. Terlalu jumawa kiranya bila kita mengklaim tahu semua variabel dalam kehidupan yang makin kompleks dan terus berubah ini. Kita hanya mengenali pokok-pokoknya saja. Di lingkungan saya bertindak misalnya, ada ratusan, ribuan, jutaan bahkan miliaran tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh orang-orang disekitar saya yang saling terkait, terhubung dan terkoneksi dalam jaring-jaring sebab-akibat yang kompleks (lokal, nasional, global) yang bisa/tidak bisa mempengaruhi hasil akhir dari tindakan saya. Manusia tak dapat mengontrol segala hal. Oleh karenanya, Sosiolog terkemuka Anthony Giddens misalnya, membantu kita untuk mengarifi “unintended consequences” (konsekuensi/akibat yang tidak dimaksudkan) yang berasal dari jutaan tindakan sosial, yang tak mudah kita prediksi itu.
Dari segi afinitasnya dengan fenomena sosial itu, doa Karyati dapatlah kita pandang sebagai bagian dari caranya (dan cara muslim lainnya) untuk mengarifi kompleksitas kehidupan itu. Suatu kehidupan yang tidak dapat atau sulit diprediksi secara total. Kendati demikian, selaras dengan apa yang dinyatakan kolega saya Saudara Dr. Syamsul Hadi bahwa “doa yang paling mujarab sebenarnya adalah doa yang disertai tindakan”, yang disarikan dari perenungan inovatifnya terhadap pengertian “niat” dalam kitab Safinatun Najah (Kapal Penyelamat). “Anniyatu (niat adalah): (1) qashdus syai-i muqtarinan bifi'lihi (niat beriringan dengan perbuatan); (2) wa mahalluhal qalbu (berada dalam hati); (3) wattalaffuzhu bihaa sunnatun (sebaiknya dilafalkan); (4) wa waqtuhaa ‘inda ghasli awwali juz’in minal wajhi (waktunya bersamaan dengan tindakan); (5) wat tartiibu an laa tuqaddima ‘udhwan ‘alaa ‘udhwin” (tertib sesuai urutan semestinya).
Bermula dari “Kapal Penyelamat” ini kiranya kita juga dapat menangkap bahwa Islam bukan hanya berorientasi tindakan, tetapi juga masa depan. (bersambung)
Penulis adalah Dosen Sosiologi UNU Indonesia, Jakarta
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
5
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
6
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
Terkini
Lihat Semua