Opini

Pendidikan, Ekosistem Data, dan Masa Depan NU

Kam, 9 Desember 2021 | 10:30 WIB

Pendidikan, Ekosistem Data, dan Masa Depan NU

Ilustrasi jaringan data NU. (Foto: NU Online)

Oleh M. Hasan Chabibie

Nahdlatul Ulama sekarang ini sedang berada pada arus besar sejarah yang membutuhkan pembuktian: apakah terus bangkit memberi kontribusi untuk Indonesia dan dunia, atau justru mengalami titik baliknya? 


Pertanyaan ini tentu bukan untuk dicari benar tidaknya, atau jawaban presisinya. Akan tetapi, menjadi pintu masuk untuk menggali lebih dalam bagaimana pondasi yang disiapkan untuk menguatkan momentum Seratus Tahun Nahdlatul Ulama, dan menjemput abad ke-2 organisasi ini.


Sebagai santri, tentu saja penulis sangat berharap ada lompatan paradigma dan transformasi program untuk menyiapkan NU sebagai organisasi yang sinkron antara jamaah dan jam'iyyah, antara komunitas dan sistem organisasi. Tidak hanya sebagai kumpulan komunitas, namun juga terkoneksi dalam ide, gagasan, program hingga pemberdayaan. Dengan demikian, NU akan menjemput masa depan yang lebih cerah pada momentum seratus tahun dan bersiap menuju abad ke-2. 


Sejauh ini, NU sudah mengalami transformasi yang luar biasa. NU sudah terbukti eksis dalam turbulensi politik lintas zaman, lebih dari sembilan dekade terakhir. Bahkan, NU juga telah mengalami keterlimpahan sumber daya manusia terdidik, yang tetap menjaga akar tradisi berupa keilmuan Islam klasik dan khazanah pengetahuan pesantren sekaligus juga menekuni bidang-bidang keilmuan sains modern.


Saya menekankan pentingnya kolaborasi bersama untuk menyiapkan eksosistem teknologi, yang berguna untuk mengkoneksikan jamaah dan jam'iyyah.


Selanjutnya, yang perlu direnungkan bersama dalam konteks pendidikan dan sumber daya adalah menyiapkan manajemen data yang solid dan berkesinambungan. Saat ini, Nahdlatul Ulama memiliki jaringan lebih dari 23.300 pesantren di Indonesia. Pesantren-pesantren ini, tersebar secara luas dari Aceh hingga Papua, dengan ciri khas dakwah Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. 


Tentu saja, pesantren paling banyak ada di kawasan Jawa, baik Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, hingga DKI Jakarta. Karakter pesantren juga berbeda-beda, berdasar lokasi yang menjadi akar kebudayaan, maupun jalur sanad para kiainya. Ini yang menjadikan pesantren-pesantren sangat unik, dengan pola pendidikan yang khas NU.


Mengkoneksikan Data Santri

Dari puluhan ribu pesantren ini, ada jutaan santri dan alumni pesantren yang menyebar di penjuru negeri. Bahkan, sebagian juga melanjutkan pendidikan di berbagai perguruan dan ma'had di Timur Tengah. Selain itu, santri-santri juga melintasi batas untuk belajar ke negara-negara di Eropa, juga Amerika Serikat-Canada, Australia dan berbagai negara lain.


Bagaimana agar jutaan santri ini terdata, dan kemudian terbentuk peta persebarannya? 


Manajemen data pesantren ini tentu merupakan program dan kerja besar NU untuk masa mendatang. Sejauh ini, berbagai institusi juga telah mencoba membangun data base pesantren, dengan varian dan instrumen masing-masing. Ini tentu hal yang baik, dan menggembirakan.


Namun, yang paling penting, adalah menumbuhkan sistem data base dari skema organisasi Nahdlatul Ulama. Sistem data base ini memang bukan kerja semalam, bukan pekerjaan sim-salabim. Butuh komitmen, kerja keras, sekaligus tim yang solid yang konsisten mengerjakan ini. 


Meski perlu 'berkeringat dan berdarah-darah', sistem data base sumber daya santri, akan menghasilkan lompatan yang luar biasa dalam program masa mendatang. Karena, inilah backbone dari sistem organisasi masa kini dan mendatang, jika mau melakukan transformasi yang seiring dengan inovasi digital.


Apakah NU bisa melakukan?

Sebagai santri yang berkhidmah di bidang pendidikan dan berkecimpung di bidang pengelolaan data, izinkan saya optimis menjawab: Bisa.


Ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, mengkonsolidasi sumber daya terdidik dari nahdliyyin. Kita punya sumber daya santri yang mumpuni di bidang-bidang ini: data science, data architect, robotika, data mining, data analyst, artificial intelligence, dan bidang-bidang terkait. Dibutuhkan kepemimpinan yang solid dan memahami transformasi data, sekaligus juga tetap khidmah kepada kiai-kiai dan pesantren. Agar tetap beriringan antara khidmah dan transformasi.


Kedua, mengintegrasikan platform dan basis data yang sudah ada. Sejauh ini, ada beberapa lembaga yang sudah melakukan konsolidasi data dan sekaligus menyiapkan basis data. Spektrumnya luas, baik dari sisi pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup, hingga sumber daya manusia.

 

Bahkan, NU Online juga bisa menjadi platform yang bisa ditransformasi menjadi anchor untuk konsolidasi data dalam struktur organisasi NU. Platformnya sudah ada, sumber daya-nya siap, hanya perlu dikuatkan secara kelembagaan—dalam konteks peran dan fungsi—dan kemudian di-upgrade untuk penguatan infrastrukturnya. 


Membangun sistem database yang terintegrasi dan terkonsolidasi ini menjadi penting untuk masa depan Nahdlatul Ulama. Kita perlu menyiapkan skema untuk membuka ruang pengabdian, dengan pola koordinasi yang solid, bagi santri-santri yang menekuni bidang-bidang sains itu untuk menyiapkan platform, sistem database, dan trasnformasi digital secara berkesinambungan.

 

Inilah tulang punggung dari transformasi NU jelang seratus tahun, dengan tetap mengusung dakwah an-Nahdliyyah, Islam rahmatan lil-'alamin. Tentu, ini tugas kita bersama, bukan?


M. Hasan Chabibie, Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah Depok dan Plt. Ketua Umum PP MATAN NU