Nasional

Forum Rektor PTNU Sampaikan Catatan Kritis kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim

Rab, 3 November 2021 | 14:15 WIB

Forum Rektor PTNU Sampaikan Catatan Kritis kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim bersilaturahim ke Kantor PBNU, Rabu (3/11/2021). (Foto: NU Online/Ontiwus)

Jakarta, NU Online
Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) Prof Maskuri Bakri memberikan catatan kritis kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.

 

Salah satu kebijakan yang dikritisi adalah soal Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Peringkat Akreditasi (IPEPA). Menurut Prof Maskuri, kebijakan ini sangat memberatkan. Sebab mahasiswa S1 yang secara penilaian turun dari 20 persen selama tiga tahun berturut-turut maka dinyatakan tidak akan terakreditasi.

 

“Kemudian yang S2 dan S3 turun dari 10 persen selama tiga tahun berturut-turut juga dengan sendirinya tidak akan terakreditasi. Ini sangat mengancam terutama bagi perguruan tinggi swasta (PTS), kecuali kalau PTS dibiayai penuh oleh pemerintah dan siap bersaing tingkat nasional,” kata Prof Maskuri, di Kantor PBNU Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Rabu (3/11/2021).

 

Kemudian, ia menyoroti soal lembaga akreditasi mandiri yang juga memberatkan jika tidak dibiayai pemerintah. Di bidang kesehatan misalnya, rata-rata satu program studi harus mengeluarkan biaya berkisar Rp80-85 juta.

 

“Untuk non-kesehatan itu antara Rp40-45 juta. Ini pasti akan banyak perguruan tinggi gulung tikar karena membayar itu saja berat sekali,” tegas Rektor Universitas Islam Malang (Unisma) itu.

 

Selain itu, ia mengaku setiap tahun tengah menanti kebijakan klasterisasi perguruan tinggi. Sebab hal itu menjadi bagian dari motivasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Melalui klasterisasi perguruan tinggi itu, PTNU dapat lebih mudah mengukur prestasi.

 

“Juga mempermudah ikhtiar-ikhtiar PTNU dalam mendampingi perguruan tinggi yang perlu kita dampingi untuk bisa bangkit. Oleh karenanya, klasterisasi adalah mutlak dan penting untuk dilanjutkan. Saya berharap jangan lama lagi karena itu menjadi semangat kami,” katanya.

 

“Terus terang mau dibuat model seperti apa, kita siap. Dan jangan ada disparitas antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan PTS. Ini harus dilakukan. Singkirkan sikap-sikap fanatisme keorganisasian semata-mata untuk peningkatan mutu di Indonesia,” imbuh Prof Maskuri.

 

Meski demikian, ia tetap mendukung penuh terhadap upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Forum Rektor PTNU juga mendukung Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Menurutnya, program tersebut sangat out of the box.

 

“Karena pendidikan jangan diposisikan sebagai ruang yang elitis tetapi harus didekatkan pada realitas, sehingga mahasiswa akan familiar terhadap dunia usaha, industri, dan masyarakat. Maka konsep-konsep out of the box inilah yang sesungguhnya menjadi bagian tak terpisahkan. Ini adalah stimulan agar masing-masing perguruan tinggi harus memiliki rekayasa pedagogis,” katanya.

 

Di hadapan Menteri Nadiem, Prof Maskuri meyakinkan bahwa PTNU selalu menjunjung sikap tawassuth (moderat), tawazun (berimbang), dan tasamuh (toleran) di tengah berbagai perbedaan yang ada.

 

“Kita ingin melejitkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, tetapi kita tetap mempertahankan tradisi keindonesiaan, keagamaan dan pesantren di lingkungan NU,” pungkasnya.

 

Diketahui, pada kesempatan itu hadir Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU Bidang Pendidikan H Hanif Saha Ghofur, dan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. Hadir pula beberapa rektor PTNU dari berbagai kampus dan wilayah di Indonesia.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi