Obituari

Gatot Arifianto, Sosok Banser 'Multitalent' itu Wafat

Sab, 7 November 2020 | 01:07 WIB

Gatot Arifianto, Sosok Banser 'Multitalent' itu Wafat

Gatot Arifianto. (Foto: Istimewa)

Waykanan, NU Online
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Keluarga Besar Nahdlatul Ulama khususnya Ansor dan Banser berduka. Kader terbaiknya dari Lampung, Gatot Arifianto, berpulang ke rahmatullah pada Sabtu (7/11) dini hari di kediamannya di Blambangan Umpu, Way Kanan Lampung.

 

Pria kelahiran Purworejo, 23 Januari 1979 merupakan Asinfokom dan Instruktur Satkornas Banser serta pernah menjadi Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Way Kanan.


"Almarhum meninggal sekitar pukul 02.00 WIB di Blambangan Umpu," kata Bambang, Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Way Kanan kepada NU Online.


Gatot merupakan sosok yang sangat aktif dalam berkhidmah di NU. Walaupun dalam kondisi sakit gula yang dideritanya, ia tetap menjalankan tugas organisasi dengan turun ke berbagai daerah melakukan pengkaderan Ansor dan Banser.


Gatot juga merupakan sosok yang multitalenta. Dalam berkhidmah di NU ia mengerahkan semua kemampuannya di antaranya di bidang sosial dengan menjadi Koordinator Gusdurian Lampung. Di bidang kesehatan dia merupakan praktisi pengobatan alternatif Aji Tapak Sesontengan. Di bidang seni, ia sangat lihai membuat puisi dan sajak dan di bidang jurnalistik, ia tercatat sebagai kontributor NU Online.


"Dia sosok yang bukan hanya teori saja. Mas Gatot sudah aksi terlebih dahulu dalam berkhidmah. Banyak sekali ide-ide cemerlang yang muncul darinya. Dia sangat aktif," kata Wakil Ketua PWNU Lampung Juwendra Asdiansyah sesaat setelah mengetahui wafatnya Gatot yang memiliki gelar adat Lampung Ratu Ulangan.


Mencintai NU harus menjadi gerak positif


Berkhidmah di GP Ansor yang memiliki badan semi otonom Barisan Ansor Serbaguna (Banser) ialah jalan merayakan kemanusiaan, kebangsaan dan belajar memahami agama Islam Rahmatan lil Alamin.


"Saya menikmati dan mensyukurinya. Saya bisa mengenal banyak orang, bisa berbagi pengetahuan. Bisa mengekspresikan hobi positif dan yang terpenting ialah menimba ilmu dari ulama Nahdlatul Ulama," inilah prinsip hidup Gatot Arifianto yang pernah disampaikan kepada NU Online pada 2018.


Sejak masuk dalam struktural NU dan mengikuti sejumlah kaderisasi internal NU, praktisi Neuro Linguistic Programming (NLP) ini mengaku cara pandangnya mengenai Islam banyak berubah.


"Dulu saya menilai Islam bertentangan dengan nasionalisme. Kenapa? Kakek saya tentara, Serka Elyas Harahap ditembak mati Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Itu mengakar kuat di kepala saya. Walau saya ikut belajar mengaji, tahlilan, yasinan dari mulai kecil, tetap saja hal itu membuat saya tidak nyaman karena belum ketemu yang bisa memberi kejelasan hubungan Islam dengan Nasionalisme,” ujarnya.


Usai mengikuti kaderisasi Ansor, organisasi pemuda yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan, pandangan penggemar wayang kulit ini pun mulai berubah. Ia mulai memahami Islam dan Nasionalisme sejalan, klop dan tidak bertentangan, seperti disampaikan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.


"Saya perlu menebus kekeliruan pandangan salah yang lama saya miliki dengan berpartisipasi aktif dalam kaderisasi," tekadnya. Ia pun mengikuti jenjang kaderisasi di Ansor, Banser, PKPNU hingga Madrasah Kader dan sampai akhirnya mantan Direktur Life Identity Institute yang bergerak di bidang motivasi building ini terlibat sebagai instruktur sampai dengan saat ini.


"Saya seperti menemukan sesuatu yang selama ini tidak ketemu setelah mengikuti kaderisasi demi kaderisasi NU," ujar alumni Civic Education for Future Indonesian Leaders (CEFIL) Yayasan Satu Nama, Yogyakarta yang juga mengikuti sejumlah Training of Trainers (TOT) berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat.


"Insyaallah saya tidak capek berkhidmah di NU. Pengetahuan bisa saya bagi akan saya bagi. Kader NU yang mau belajar video editing, menulis skenario, penyutradaraan, fotografi, menulis berita, puisi, opini dengan saya juga boleh," ujar pria yang sempat mengenyam pendidikan sinema di Akademi Seni Drama dan Film Indonesia Yogyakarta itu.

Foto: Gatot Arifianto saat memberi motivasi pada kaderisasi Ansor dan Banser

 

Semangat dalam melakukan kaderisasi tentu dengan harapan generasi muda tidak gagal paham dengan Islam dan Nasionalisme. Jika sedang tidak ada kegiatan kaderisasi, ia menekuni keilmuan budaya nusantara ini. Seringkali mengajak kader Ansor, Banser, IPNU, IPPNU, PMII di sejumlah daerah, menggelar pelatihan menulis atau bakti sosial (baksos) penyembuhan alternatif penyakit medis dan non medis Aji Tapak Sesontengan (ATS) bagi masyarakat secara cuma-cuma.


"Kalau ada infak saat baksos, biasanya kita rancang untuk disalurkan ke anak yatim piatu, sekolah, pembelian kitab suci Al-Qur'an atau untuk sedekah pohon untuk ditanam," ungkapnya.


Baginya mencintai NU harus menjadi gerak positif. Kader NU harus terus menyatakan diri, bahwa kita tidak saja bergerak di dalam organisasi, namun juga keluar, memberi manfaat bagi publik. "Insyaallah ada berkah kita dapatkan dari semua itu," pungkasnya saat itu..


Selamat Jalan, Mas Gatot Arifianto. Lahul Fatihah.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aryudi AR