Nasional

Tips Hadapi Hoaks Vaksin Menurut Alissa Wahid

Sel, 19 Januari 2021 | 10:45 WIB

Tips Hadapi Hoaks Vaksin Menurut Alissa Wahid

Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Banyaknya informasi seputar virus Covid-19 di satu sisi memudahkan masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi penting seputar Covid-19 dan penanganannya. Akan tetapi, di sisi lain, arus informasi ini juga membawa informasi hoaks yang juga harus disaring.


Sebut saja ramainya perdebatan seputar vaksin di media sosial yang sering disisipi oleh berita bohong. Kominfo mencatat setidaknya ada 1.360 informasi hoaks yang berhasil dikumpulkan seputar Covid-19, termasuk di antaranya mengenai vaksin. Salah satu yang ramai dibicarakan adalah berita bohong yang menyatakan bahwa “Syekh Ali Jaber Meninggal karena Disuntik Vaksin Sinovac”. Berita yang tersebar melalui YouTube itu dipastikan kebohongannya.


Menghadapi fenomena ini, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia mengatakan, diperlukan kesadaran diri di level individu dan kelompok, hingga pengelolaan yang tepat di level pengambil kebijakan. ia pun memberikan beberapa tips dalam menghadapi informasi hoaks terkait vaksin.


Berpikir kritis

Salah satu cara yang harus dilakukan menurut Alissa adalah kewajiban berpikir kritis. Menurut dia, seseorang yang terbiasa berpikir kritis tidak akan asal menerima ketika ada informasi yang masuk. Cara terbaik berpikir kritis adalah dengan memastikan kebenaran sumber informasi.


“Kalau informasi tentang Covid-19 maka sumber yang kredibel adalah dari Pemerintah dan juga dari ahli medis, kalau dari yang lain harus dicek terlebih dahulu,” ujar Alissa Wahid, Selasa (19/1).


Alissa memberi contoh lain ketika misalnya ada ajakan mengatakan ujaran kebencian, maka seseorang yang kritis akan waspada. “Minimal dengan mempertanyakan ‘apakah dalam agama kita mengajarkan kebencian apa tidak?‘ Kan tidak. Berarti informasi atau ajakan itu tidak benar’,” tambah dia.


Selanjutnya, Alissa menyebut pentingnya mencari guru agama, terutama sebagai sumber informasi keagamaan agama. Seorang guru yang dipilih sebaiknya harus memiliki catatan keilmuan agama yang tinggi dan diakui.


Dua sumber hoaks

Secara umum Alissa menyebut sumber hoaks ditengarai berasal dari dua kategori berdasarkan tujuan menciptakan informasi hoaks. Pertama hoaks yang berasal dari seseorang yang tidak punya tujuan ideologis dan kedua yang memiliki tujuan ideologis tertentu.


Kelompok pertama biasanya menciptakan informasi bohong, seperti informasi bohong mengenai keberadaan bom di suatu tempat yang dibuat oleh anak muda untuk senang-senang.

 

“Mereka ini belum punya rasa tanggung jawab terhadap hidup bermasyarakat. Hal yang seperti ini yang mengesalkan dan bisa membahayakan. Karena itu anak muda harus kita ingatkan untuk tidak sembarangan membuat bercandaan atau konten yang itu justru menimbulkan keresahan,” ucap Alissa.


Yang kedua adalah informasi bohong yang berasal dari tujuan ideologis, baik agenda politik, ideologi agama, atau supremasi kulit putih seperti di Amerika. Kemudian kelompok tersebut menghalalkan segala cara termasuk dengan cara melemparkan disinformasi dan misinformasi.


Langkah tegas pemerintah diperlukan

Cara terbaik untuk menghadapi merebaknya hoaks menurut Alissa adalah dengan menindak tegas kelompok yang menyebarkan hoaks, kebencian, dan hasutan karena berpotensi dapat menyebabkan kekerasan dalam masyarakat.


Dalam melakukan penegakan ini, pemerintah dianjurkan bekerjasama dengan stakeholder lain. “Pemerintah perlu untuk bekerjasama dengan kelompok-kelompok strategis dalam masyarakat supaya kelompok strategis ini bisa menjalankan perannya dan bersinergi dengan pemerintah. Misalnya media massa, bagaimana agar mereka ini juga ikut menjaga agar hoaks tidak semakin menyebar,” ungkapnya.


Melibatkan kelompok agama

Kelompok agama, lanjut Alissa memiliki potensi besar dalam menghalau informasi bohong. Sebab menurutnya masyarakat Indonesia yang agamis sangat memperhitungkan tokoh agama. Peran tokoh agama dapat ditingkatkan melalui penyuluhan pendidikan kepada umatnya masing-masing untuk beragama dengan cara yang moderat yang tidak ekstrem.


“Jadi tugas pemerintah itu mengkonsolidasikan, kemudian juga memfasilitasi (kelompok agama),” kata Alissa.


Dengan adanya kegiatan yang difasilitasi bersama antara pemerintah dan tokoh agama, Alissa berharap tokoh agama dan masyarakat lebih aktif di media sosial untuk terlibat dalam memberikan pencerahan di media sosial.

 

“Jika pemuka agama dan tokoh masyarakat tidak hadir di dalam media sosial maka akan sulit (melawan hoaks),” tuturnya.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin