Parlemen

Anggota Komisi VI DPR Tegaskan Ketertinggalan Indonesia soal Pengembangan Vaksin

Sel, 19 Januari 2021 | 04:45 WIB

Anggota Komisi VI DPR Tegaskan Ketertinggalan Indonesia soal Pengembangan Vaksin

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online


Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari menyampaikan beberapa catatan terkait dukungan riset dan inovasi untuk mengembangkan vaksin dalam negeri yang dinamakan vaksin merah putih.


Pasalanya, mengutip pernyataan Wakil Ketua DPR, Ratna Juwita menegaskan ketertinggalan Indonesia dalam hal riset dan teknologi, khususnya terkait pengembangan vaksin Covid-19, sehingga masih menggantungkan dari produksi negara lain.


“Wakil Ketua DPR Bapak Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa pandemi Covid-19 ini telah menyadarkan kita ini benar-benar tertinggal secara Iptek dengan negara-negara lain. Tentang vaksin saja, kita harus mengakui kalau kita ini tertinggal,” tutur Ratna dalam rapat kerja pada Senin (18/1) kemarin.


Meskipun begitu Ratna tetap mengapresiasi langkah pemerintah dalam rangka mempercepat upaya pengembangan Vaksin Merah Putih. Ia bahkan berharap untuk segera dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.


“Secara khusus saya berharap semoga sinergi dari berbagai pihak bisa diperkuat, agar hal ini (produksi vaksin_red.) segera terwujud,” kata Ratna seusai rapat.


Selain itu Ratna juga menjelaskan perhatian dia terkait target produksi Vaksin Merah Putih tersebut. Menurutnya, saat ini pemerintah sedang mengupayakan pengadaan 426 juta dosis vaksin untuk 181 juta penduduk di atas 18 tahun.


Dengan angka tersebut, imbuh Ratna, Ia menilai masih terdapat sekitar 79 juta penduduk yang tidak mendapatkan jatah vaksinasi.


“Jika impor vaksin 426 juta dosis tersebut hanya menjangkau 181 juta penduduk, maka masih ada 79 juta lainnya yang tidak kebagian. Inilah tanggungjawab pemerintah untuk memenuhinya dengan Vaksin Merah Putih,” terangnya lugas.


Apabila pemerintah melalui Kemenristek/BRIN, LPNK, LBM Eijkman, Bio Farma, dan perguruan tinggi mampu memenuhi sisa kebutuhan vaksin tersebut, Ratna yakin negara akan dapat melakukan efisiensi anggaran yang cukup besar.


“Pemenuhan sisa kebutuhan vaksin 79 juta tersebut harus dapat dipenuhi pemerintah melalui produksi Vaksin Merah Putih. Maka kita akan dapat menghemat uang negara cukup besar,” pungkasnya.


Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Kerja bersama Menteri Riset dan Teknologi (Ristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kepala LPNK, dan Direktur LBM Eijkman, Senin (18/1) di Gedung Nusantara I Senayan Jakarta.


Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengawali paparannya dengan menyebut akar masalah dari pertumbuhan ekonomi yang stagnan adalah rendahnya inovasi dan kualitas investasi.


Oleh karena itu pemerintah saat ini sedang berupaya mewujudkan terciptanya ekosistem inovasi yang mendorong komersialisasi hasil riset, serta meningkatkan anggaran dan kualitas belanja penelitian dan pengembangan nasional.


“Tujuannya adalah untuk membangun kapabilitas Iptek Indonesia menjadi research power-house sehingga berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan,” tutur Bambang.


Menyinggung program tanggap Covid-19, Bambang juga menjelaskan skenario pengembangan Vaksin Merah-Putih yang dikerjakan oleh enam institusi yaitu LBM Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Institute Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (UNAIR), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).


Ia berharap di awal tahun 2021 keenam institusi telah melakukan serah terima seed vaccine/prototype kepada Bio Farma, untuk selanjutnya dilakukan uji klinis sampai mendapatkan izin edar dari BPOM.


Pewarta: Fathoni Ahmad