Nasional

KH Afifuddin Muhajir Tegaskan Peran Penting Para Kiai dalam Penerimaan Pancasila

Sen, 28 September 2020 | 10:00 WIB

KH Afifuddin Muhajir Tegaskan Peran Penting Para Kiai dalam Penerimaan Pancasila

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir. (Foto: FB Ma'had Aly Situbondo)

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir mengungkapkan bahwa jika perdebatan soal dasar negara, pada awal-awal kemerdekaan, tidak ditengahi oleh Pancasila, mungkin saja hingga kini Indonesia tidak akan lahir.


Hal tersebut diungkapkan dalam webinar bertajuk ‘Pancasila: Dasar Negara Pilihan Para Kiai’ yang ditayangkan secara langsung di Kanal Youtube 164 Channel, pada Ahad (27/9).


“Jika ketika itu para kiai tidak bersepakat untuk menerima Pancasila, mungkin keadaan kita tidak akan seaman dan senyaman saat ini,” tambah Kiai Afif.


Menurutnya, Pancasila di satu sisi memang tidak ideal karena tidak sesuai dengan keinginan kaum muslimin semula yang menginginkan negara ini berdasarkan Islam. Namun, di sisi lain menjadikan Pancasila sebagai dasar negara merupakan sesuatu yang sangat ideal.


“Karena hanya dengan Pancasila, umat bisa diselamatkan,” tutur Pengasuh  Pesantren Sukorejo Asembagus, Situbondo, Jawa Timur ini.


Kiai Afif membagi Pancasila ke dalam tiga kategori. Pertama, Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Kedua, Pancasila selaras dengan syariat Islam. Ketiga, Pancasila adalah syariat Islam itu sendiri.


“NU memilih yang kedua. Bahwa Pancasila selaras dengan syariat. Maksudnya selaras adalah jika kita melacak ayat Al-Quran dan hadits, banyak ditemukan yang selaras dengan sila yang ada pada Pancasila,” jelas pakar ilmu ushul fiqih ini.


Menurut Kiai Afif, orang NU berpandangan bahwa Pancasila bukanlah agama. Akan tetapi Pancasila, terutama pada sila pertama, mencerminkan tauhid. Hal tersebut mencerminkan bahwa Pancasila adalah sesuatu yang sesuai syariat sekalipun bukan syariat itu sendiri.


Senada dengan itu, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Abd A’la Basyir mengungkapkan bahwa saat menerima asas tunggal Pancasila, para kiai menganggap nilai-nilai Pancasila itu baik dan membawa kemaslahatan bagi bangsa Indonesia.


“Pilihan kiai untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara itu sangat kuat dan memiliki argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teologis, dan bahkan secara sosial. Sebab Pancasila memberikan ruang untuk nilai-nilai agama bisa berkembang semaksimal mungkin,” jelas Kiai A’la.


Menurut Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini, Indonesia telah menjadi lirikan hampir seluruh dunia karena keindahan dan menempati posisi yang sangat strategis.


“Dan dengan langsung atau tidak, benturan-benturan mungkin saja terjadi. Tapi alhamdulillah sampai sekarang berbagai benturan yang terjadi tidak sampai menghancurkan bangsa ini. Ini berkat hadirnya Pancasila yang telah dipilih oleh kiai,” tuturnya.


Moderator diskusi ini adalah Rektor Institut Agama Islam Al-Falah As-Sunniyah Kencong, Jember Gus Rijal Mumazziq Z. Saat menutup agenda diskusi, ia mengutip ungkapan menarik dari KH Abdul Muchit Muzadi yang pernah disowani dan ditanya soal konsep bernegara yang baik.


“Indonesia ibarat sebuah rumah bersama. Fondasinya didirikan umat Islam. Temboknya dibangun umat Katolik dan Kristen. Atapnya diletakkan orang Hindu dan dipasang orang Buddha. Lalu orang-orang Konghucu bertugas menyapu halamannya sekaligus melengkapi perabotannya,” begitu jawaban Kiai Abdul Muchit Muzadi yang disampaikan Gus Rijal.


Jadi, lanjut Gus Rijal, tidak ada mayoritas yang melakukan penindasan di sini karena semua ikut bergotong-royong dalam membangun bangsa Indonesia. Baginya, pandangan Kiai Abdul Muchit Muzadi itu dilatarbelakangi gurunya, yakni KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Shiddiq.


“Beliau salah satu deklarator yang menjembatani relasi Islam dan kebangsaan, serta antara Islam dan Pancasila. Bagi saya, jawaban Kiai Abdul Muchit Muzadi sangat luar biasa cerdas dan menunjukkan kapasitas beliau sebagai seorang kiai yang sangat bijak,” tutupnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad