Nasional SIMPOSIUM ISLAM NUSANTARA

Ketum PBNU Buka Simposium Internasional Islam Nusantara

Sen, 30 Agustus 2021 | 04:30 WIB

Ketum PBNU Buka Simposium Internasional Islam Nusantara

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj membuka secara resmi Simposium Internasional Kosmopolitanisme Islam Nusantara pada Senin (30/8). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.


Dalam kesempatan tersebut, Kiai Said menyampaikan bahwa simposium ini merupakan kegiatan penting guna memperkuat argumentasi akademis mengenai Islam Nusantara. Sebagaimana diketahui, frasa tersebut merupakan sebuah wacana yang diinisiasi NU sebagai tema besar pada Muktamar Ke-33 NU tahun 2015.


"Kita sudah mempersiapkan konseptual Islam Nusantara," kata Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.


Kiai Said menjelaskan bahwa masing-masing bangsa memiliki keunikan tersendiri sehingga harus saling menghargai satu sama lain. Karenanya, Walisongo hadir mengharmoniskan kebudayaan Nusantara dengan Islam sebagai agama. Mereka tidak malah merendahkan dan menyampingkan budaya.


"Bukan hanya dihormati tapi jadi infrastruktur agama. Budaya kita bela agar lestari, agamanya kita dakwahkan. Islam memperkuat dan mengisi spirit budaya," jelas kiai yang menamatkan studi perguruan tingginya di Arab Saudi itu.


Kiai Said mencontohkan beduk yang dahulu merupakan alat musik tari-tarian, saat ini dijadikan sebagai penanda masuknya waktu shalat.


"Dilestarikan untuk tanda masuk shalat diletakkan di masjid. Artinya, produk budaya bangsa  tidak dibuang. Tapi dilestarikan, dipelihara. Dijadikan infrastruktur agama tanda waktu shalat," katanya.


Senada dengan Kiai Said, Rektor Unusia Maksoem Machfoedz menyampaikan bahwa Islam Nusantara sangat mengapresiasi lokalitas dan budaya sebagai modal untuk membangun bangsa.


Tak berbeda dengan keduanya, Wakil Rektor Universitas Indonesia Abdul Haris dalam sambutannya juga berharap bahwa simposium ini dapat memperkuat wacana akademik mengenai Islam Nusantara.


"Kami harapkan mampu menjadi mimbar akademik mendalami wacana Islam Nusantara secara objektif dan mengedepankan aspek keilmuan," katanya.


Ia menjelaskan bahwa pengalaman interaksi bangsa Nusantara dengan masyarakat dunia membuat terlatih bersikap toleran dan menghargai perbedaan.


Menurutnya, jalur rempah itu bukan hanya lintasan ekonomi, melainkan juga budaya. Jalur ini membentuk jejaring intelektual bangsa.


"Jalur rempah memengaruhi pola pikir, tradisi, budaya. Sayangnya, belum tergali," ujarnya.


Dalam hal ini, para peneliti masih mengacu pada sumber Barat. Jalur Rempah bukti kemampuan bangsa Nusantara menjelajahi dunia. Rempah Nusantara sudah digunakan di Afrika, Eropa, dan wilayah lainnya jauh sebelum mengenal Nusantara, dibawa langsung bangsa Nusantara ke pusat perdagangan.


Oleh karena itu, ia berharap bahwa simposium ini dapat memperkuat perspektif dan menumbuhkan motivasi.


Kegiatan ini diselenggarakan secara luring di Makara Art Center Universitas Indonesia dan daring melalui ruang virtual.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad