Kepribadian Kuat dan Lemah Tentukan Kualitas Seseorang, Berikut Ciri-cirinya
NU Online · Senin, 4 Oktober 2021 | 06:01 WIB

Ada di antara mereka yang merupakan pribadi tangguh, dapat mewarnai masyarakat dan ada pula pribadi-pribadi yang lemah yang selalu diwarnai oleh orang lain.
Patoni
Penulis
Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU, KH Zakky Mubarak menegaskan, dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat, terlihat berbagai macam manusia dengan kepribadiannya masing-masing yang berbeda. Ada di antara mereka yang merupakan pribadi tangguh, dapat mewarnai masyarakat dan ada pula pribadi-pribadi yang lemah yang selalu diwarnai oleh orang lain.
“Kepribadian merupakan faktor penentu bagi baik atau buruknya seseorang, pada hakikatnya setiap diri seseorang, kualitasnya akan ditentukan oleh kuat atau lemahnya kepribadian yang bersangkutan,” ujar Kiai Zakky Mubarak.
Bila dilakukan pengamatan yang teliti terhadap berbagai macam kepribadian manusia itu, lanjut Kiai Zakky, pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi tiga golongan atau kelompok.
Kelompok pertama, mereka yang tidak yakin akan kemampuan dirinya dan menyia-nyiakan potensi yang ada pada dirinya, sehingga kepribadiannya sangat lemah. Mereka hanya mau berpegang kepada tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang dan para pendahulunya belaka. Mereka tidak kritis terhadap warisan nenek moyang dan para pendahulunya itu dan bersikap tertutup dari segala yang baru.
“Karena itu mereka selalu menolak pembaharuan dan perbaikan, dan tidak menggunakan akal pikirannya dengan baik. Mereka menolak petunjuk dari ilmu pengetahuan yang mengarahkan manusia pada kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan,” tegas penulis buku Riyadul Mu’min ini.
“Sikap mereka jelas sekali, tidak mau menggunakan akal pikirannya, tetapi lebih menyukai jalan hidup yang sesat, terbelenggu dalam kejumudan dan kebodohan, dan sebaliknya menolak jalan hidup yang dinamis dan rasional serta mengikuti petunjuk Ilahi,” imbuh dia.
Kelompok kedua, adalah mereka yang terbawa oleh arus mayoritas, bersifat acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Mereka tidak mempunyai pedoman yang pasti, terombang-ambing dalam berbagai suasana dan perubahan.
Kelompok ini selalu mengikuti arus, terdorong oleh keadaan dan diwarnai oleh kelompok lain. Bila orang banyak berbuat baik, ia ikut berbuat baik dan bila orang banyak berbuat kesalahan dan keburukan ia ikut berbuat kesalahan dan keburukan pula.
Kelompok kedua ini tidak kalah tercelanya dari kelompok pertama, karena merupakan kelompok manusia yang tidak memiliki kepribadian yang kokoh. Mereka adalah umat yang rapuh, tidak memiliki sikap yang tegas dan akan tercampakkan dalam ketidakpastian. Kelompok seperti ini mudah terjerumus dalam kemunafikan dan menimbulkan suatu generasi yang pandir yang menjadi bahan cemoohan generasi lain pada masanya dan masa generasi mendatang.
Kelompok ketiga, adalah umat yang bersikap kritis terhadap warisan nenek moyangnya. Mereka selalu memilah dan memilih antara yang baik dan yang buruk dan kemudian mengikuti yang terbaik. Memilah dan memilih warisan itu standarnya adalah dengan petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah.
Menurut Kiai Zakky, bila sesuai dengan petunjuk itu maka diambilnya dan bila bertentangan maka ditolaknya dengan segera. Kelompok ini juga senantiasa menggunakan akal pikirannya serta potensi yang ada pada dirinya untuk mengadakan perbaikan di muka bumi, dan selalu terbuka menghadapi segala perubahan dan pembaharuan.
“Bagi kelompok ini, dari manapun datangnya, dari para pendahulu atau pembaharu asal tidak bertentangan dengan petunjuk Ilahi dan sesuai pula dengan akal pikirannya, maka hal itu akan diterima,” tuturnya.
Kiai Zakky menjelaskan, mereka selalu mengusahakan perbaikan di muka bumi dan menolak kemungkaran. Kelompok ini akan terus melaksanakan kebaikan meskipun banyak orang yang meninggalkannya, dan selalu menolak kemungkaran, meskipun banyak orang yang mengerjakannya.
Dalam menghadapi dunia modern dan post-modern, imbuhnya, di mana era globalisasi menandai abad tersebut, maka kemampuannya menyaring dan mengantisipasi terhadap segala informasi itu menjadi sangat penting. Mereka yang mampu membentengi dirinya dari berbagai perubahan dan informasi yang merusak, maka akan memperoleh keselamatan dan kesuksesan dalam kehidupannya.
Sedang mereka yang gagal dalam membentengi diri dari berbagai efek yang buruk yang ditimbulkan oleh era membanjirnya informasi, akan terombang-ambing dalam kesesatan dan kekeliruan.
“Memperhatikan uraian di atas, maka langkah yang terbaik bagi kita, hendaknya mengarahkan generasi muda agar memiliki pemahaman yang dalam terhadap akidah Islamiyah, jangan membelenggu mereka dalam adat dan tradisi masa lalu yang tidak bermanfaat,” kata penulis buku Menjadi Cendekiawan Muslim ini.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Paus Fransiskus, Ia yang Mengurai Simpul Kehidupan dan Menyembuhkan Luka-luka Dunia
2
Jadwal Pemberangkatan Jamaah Haji Embarkasi Surabaya 2025
3
Hilal Teramati, LF PBNU Umumkan Awal Dzulqa'dah 1446 H Jatuh Esok
4
Data Hilal Rukyatul Hilal Awal Dzulqa'dah 1446 H
5
209 Orang Calon Jamaah Haji Asal Bungo Mulai Masuk Asrama pada 20 Mei
6
LPBI PWNU Jateng Terjunkan Tim Bantu Korban Bencana Tanah Gerak di Brebes
Terkini
Lihat Semua