Jalan Kaki Tiga Hari Warnai Kilas Balik Perjuangan KHR As'ad Syamsul Arifin
NU Online · Selasa, 10 November 2020 | 05:30 WIB

Pahlawan nasional dan pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiâiyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Kiai Asâad Syamsul Arifin. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)
Aryudi A Razaq
Kontributor
Jember, NU Online
Salah satu ulama yang mendapat gelar pahlawan nasional adalah KHR As'ad Syamsul Arifin. Gelar tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 90/TK/Tahun 2016 tertanggal 3 November 2016.
Tentu saja gelar tersebut dianugerahkan bukan tanpa alasan kepada pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiâiyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo itu. Sebab, Kiai Asâad dikenal sebagai sosok yang gigih untuk mengusir penjajah. Ia turun langsung ke medan jihad untuk menghancurkan serdadu Belanda.
Kilas balik perjuangan Kiai Asâad setiap tahun diperingati dengan napak tilas di dua tempat , yaitu di Bondowoso dan Sukowono (Jember). Di Bondowoso napak tilas start di depan Gerbong Maut Alun-Alun Bondowoso menuju kediaman sang kiai, yaitu Pondok Pesantren Salafiyah Syafiâiyah, Sukorejo, Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Peserta napak tilas yang terdiri dari alumni dan simpatisan itu berjalan kaki selama 3 hari untuk sampai di ndalem Kiai Asâad. Perjalanan tersebut untuk mengenang saat-saat Kiai Asâad bergerilya melawan penjajah.
Sedangkan di Jember, napak tilas dimulai dari halaman Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Desa Sumberwringin, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember menuju Pasar Alas, Desa Garahan, Kecamatan Silo, Jember. Di tempat inilah serdadu Belanda bermarkas untuk mengamankan teritorial Jember bagian timur.
Napak tilas yang satu ini juga melewati jalan yang pernah dilalui Kiai Asâad untuk mengusir penjajah di Garahan. Rute perjalanan sepanjang 55 kilometer yang memakan waktu selama dua hari itu memang tidak gampang, karena harus menyusuri jalan desa, hutan serta sungai.
âKarena intinya memang ingin menghayati perjuangan beliau (Kiai Asâad), bahwa tidak gampang berjuang dalam mengusir penjajah,â ungkap salah seorang pengurus Ikatan Santri & Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSSAS), Situbondo, HM Misbahus Salam kepada NU Online di Jember, Selasa (10/11).
Bahkan di acara napak tilas yang kesekian kalinya, dibangun Monumen Kiai Asâad di lapangan Garahan, Kecamatan Silo, Jember. Monumen tersebut dibangun menghadap ke jalan raya, sehingga mudah disaksikan oleh pengendara yang melewati jalan jurusan Jember-Banyuwangi itu.
Menurut H Misbah, dua napak tilas tersebut hanya menggambarkan sebagian kontribusi Kiai Asâad dalam berusaha dan berjuang mengusir penjajah. Di luar itu, tentu masih banyak sisi lain perjuangan beliau yang mungkin tidak diketahui publik. Kiai Asâad dan juga para ulama pejuang yang lain beranggapan bahwa berjuang untuk melawan penjajah hukumnya adalah wajib âain.
Â
âPerkara jika akhirnya beliau dapat penghargaan gelar pahlawan itu sudah selayaknya walaupun beliau berjuang tanpa mengharap balasan apapun, tujuannya memberi semangat kepada generasi penerusâ pungkasnya.
Pewarta:Â Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
2
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
3
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
4
Khutbah Jumat: Menjaga Keluarga dari Konten Negatif di Era Media Sosial
5
PCNU Kota Bandung Luncurkan Business Center, Bangun Kemandirian Ekonomi Umat
6
Rezeki dari Cara yang Haram, Masihkah Disebut Pemberian Allah?
Terkini
Lihat Semua