Humor

Lelucon Gus Dur untuk Suharto dan Lee Kuan Yew

Sen, 22 Juni 2020 | 07:00 WIB

Lelucon Gus Dur untuk Suharto dan Lee Kuan Yew

Foto lawas Gus Dur di Kantor Redaksi Tempo. (Foto: dok. istimewa)

Pada acara ‘Tadarus Humor Gus Dur’ di Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, Jawa Timur tahun 2019 lalu, Gus Yahya berbagi humor Gus Dur yang berisi kritik kepada penguasa, Suharto dan Perdana Menteri Singapura 1955-1990, Lee Kuan Yew.


Singapura merupakan negara maju dan kaya, namun tidak demokratis karena rakyatnya dibungkam atau tidak boleh mengkritik kebijakan pemerintah.

 

Dalam humor tersebut, Suharto dan Lee Kuan Yew mempunyai hobi yang sama: mancing. Keduanya kerap mengadakan mancing bersama dari kapal.


Namun ketika mincing, Lee Kuan Yew selalu gagal mendapatkan ikan, sementara Suharto selalu dapat ikan. Perbedaan nasib itu membuat Lee Kuan Yew iri kepada Suharto.


“Ini gimana ceritanya, sampean dapet terus, saya gak pernah dapet,” keluh Lee Kuan Yew kepada Suharto.


“Loh ya gimana kamu mau dapat ikan. Wong semua mulut kamu tutup, termasuk mulutnya ikan-ikan. Ikan-ikan gak pernah bisa makan umpanmu karena mulutnya kamu tutup,” kata Suharto merespons.


Lee Kuan Yew pun terus merangsek Suharto dengan sebuah pertanyaan. “Sampean gimana, kok sampean bisa dapet terus?” tanya Lee Kuan Yew penasaran.


“Ya yang namanya bejo ya gak bisa dilawan,” jawab Suharto.


Rasa penasaran Lee Kuan Yew tidak berhenti di situ. Sebagai orang yang sedang berkuasa, ia memerintahkan Badan Intelijennya untuk menyelidiki sebab Suharto selalu dapat ikan.


Setelah badan intelijennya melakukan investigasi selama berbulan-bulan, jawaban atas atas rasa penasaran pun terjawab.


Ternyata, setiap Suharto naik kapal untuk mancing, pasukan yang ada di belakangnya, yang disebut dengan pasukan orang katak Angkatan Laut langsung menceburkan diri ke laut.


Mereka menyelam di bawah kapal dengan membawa keranjang yang berisi ikan. Setelah itu, ikannya dikaitkan ke kail Suharto. (Ahmad F)

 

Sumber berita: Lewat Humor, Gus Dur Kritik Suharto dan Lee Kuan Yew