Humor

Kumpulan Humor Gus Dur tentang Polisi dan Tentara

Jum, 19 Juni 2020 | 08:15 WIB

Kumpulan Humor Gus Dur tentang Polisi dan Tentara

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Di antara yang paling melekat dalam pikiran masyarakat jika mengingat sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ialah terkait joke-joke cerdasnya. Bahkan, humor-humor Gus Dur kerap dilontarkan sebagai media kritik terhadap kondisi masyarakat, bangsa, dan negara, termasuk kehidupan umat beragama.

 

Beberapa hari lalu, salah satu humor Gus Dur tentang polisi terjujur di Indonesia mencuat di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Pasalnya, ada seorang warganet bernama Ismail Ahmad yang mengunggah postingan tentang humor tersebut.


Ismail mengunggah kutipan guyon Gus Dur, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng" di akun Facebook pribadinya.


Namun, postingan tersebut justru ditanggapi reaktif oleh Polres Kepulauan Sula. Ismail tidak menyangka, tiga orang polisi tanpa berseragam mendatangi rumahnya. Mereka tak membawa surat dan langsung membawanya ke Polres Kepulauan Sula.


Ismail mengaku diminta meminta maaf agar kasus tersebut tidak berlanjut ke proses hukum. Langkah polisi ini menuai kritik dari keluarga Gus Dur dan masyarakat sipil. Kasus tersebut selesai setelah Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Muhammad Irvan mendapat teguran dari Mabes Polri dan Kapolda Maluku Utara.


Lain daripada itu, humor-humor Gus Dur terkait aparat (polisi dan TNI) tentu saja bukan hanya tentang tiga polisi terjujur tersebut. Berikut beberapa humor Gus Dur tentang Polisi dan Tentara:


Gus Dur Dikejar-kejar Polisi


Di era Orde Baru, setelah menyampaikan ceramah di jember, mobil yang membawa Gus Dur sudah dibuntuti dua motor gede putih milik Polisi. Dua moge polisi tersebut berhasil menyalip mobil Gus Dur. Polisi sengaja mengambil jarak agak jauh di depan mobil Gus Dur agar dapat memberhentikannya.


“Ada apa?!” Gus Dur bertanya kepada polisi yang mencegatnya.


“Assalamu’alikum, kiai,” ucap salah seorang oknum polisi.


“Wa’alaikumussalam. Ini ada apa, kan saya sudah pergi. Sana pergi kalian,” Gus Dur mencoba mereka makin mendekat.


“Begini kiai,” kata oknum polisi sampai di kaca jendela. (sedangkan orang-orang di mobil Gus Dur sudah merasa khawatir)


“Begini kiai, mohon maad, saya tadi belum sempat salaman sama njenengan, jadi terpaksa saya mengikuti kiai. Tolong kiai, saya ingin salaman,” kata Polisi. Keduanya lalu salaman sembari mencium tangan Gus Dur.


“Matur nuwun kiai. Selamat jalan ya,” kata dua polisi tadi sambil cengengesan puas karena sukses bisa salaman dengan Gus Dur.


Kata Gus Dur: “Begitu lah orang NU. Tadinya mereka (polisi) sudah repot-repot disuruh menjaga supaya ceramah saya tidak suskes, eeh...ujung-ujungnya pengen salaman.” (Sumber: Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, 2013)


Tiga Polisi Terjujur


Di era Orde Baru, kewenangan Polri di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini menjadikan Polri sebagai aparat keamanan dalam negeri diatur dengan cara tentara sehingga kerap menimbulkan kontradiksi.


Perbincangan terkait institusi Polri berawal dari lontaran Muhammad AS Hikam yang pada 2008 silam sowan ke kediaman Gus Dur. Kala itu ada Pak Rozi Munir juga yang sedang jagongan santai di rumah Gus Dur.


Obrolan diawali kegelisahan tokoh-tokoh bangsa tersebut melihat fenomena maraknya praktik korupsi di lintas institusi negara, perbankan, termasuk Polri. Padahal, institusi-institusi negara bertugas tidak lain melayani seluruh elemen warga negara. Praktik korupsi ini tentu tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menyengsarakan warga negara.


AS Hikam memberikan gambaran bahwa mega-korupsi BLBI dan Bank Century yang melibatkan pihak-pihak tertentu merupakan kasus yang penangannya tidak jelas hingga kini. Padahal uang rakyat telah raib ratusan triliun (Rp600 triliun untuk kasus BLBI dan Rp6,7 triliun untuk kasus Bank Century).


Di hadapan Gus Dur, AS Hikam berucap: “Kasus yang melibatkan Polri ini apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya Gus. Kan dulu panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan langsung di bawah Presiden?”

 

“Gini loh, Kang,” Gus Dur mengawali perkataannya.


“Polri kan sebelumnya di bawah TNI dan itu tidak bener. Mosok aparat keamanan dalam negeri dan sipil kok diatur oleh dan dengan cara tentara. Tapi kan memang begitu maunya Pak Harto dan TNI supaya bisa menggunakan Polri untuk mengawasi rakyat.


Setelah reformasi ya harus diubah, maka Polri dibuat independen dan untuk sementara supaya proses pemberdayaan terjadi dengan cepat di bawah Presiden langsung. Nantinya ya di bawah salah satu kementerian saja, apakah Kehakiman seperti di AS atau Kementerian Dalam Negeri seperti di Rusia, dan lain-lain.


Nah, Polri memang sudah lama menjadi praktik kurang bener itu, sampai guyonan-nya kan hanya ada tiga polisi yang jujur: Pak Hoegeng (Kapolri 1968-1971), patung polisi, dan polisi tidur... hehehe...,” urai Gus Dur panjang lebar. Pak Rozi dan AS Hikam tertawa ngakak. ( Sumber: Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, 2013)


Pendukung Gus Dur Dilaporkan ke Polisi


Ada sebuah kelompok berjargon pembela Islam yang kerap bikin rusuh di tengah masyarakat. Mereka juga sering main hakim sendiri melangkahi tugas kepolisian.


Saat itu Gus Dur mendapat undangan ceramah di Purwakarta dan mendapat insiden pengusiran dari kelompok tersebut.


Peristiwa tersebut membuat para pecinta Gus Dur, termasuk Banser marah besar. Kelompok yang melakukan pengusiran tersebut merasa terancam dan melapor ke polisi.


“Jadi kalian takut sama pendukung Gus Dur?” tanya Polisi.


“Tidak, kami tidak takut mereka. Kami kan lebih militan. Kami bisa menghadapi centeng-centeng pub dan diskotik,” jawab salah satu pimpinan kelompok tersebut.


“Apa kalian juga takut sama Banser?” tanya polisi lagi.


“Tidak juga,” jawabnya lagi.


“Terus apa yang kalian takutkan?”


“Kami takut kualat sama Gus Dur,” jawabnya. (Sumber: Gus Dur Menertawakan NU, 2010)


Bintang Tiga dan Bintang Sembilan


Pernah Gus Dur diundang menjadi pembicara tunggal dalam sarasehan yang diadakan oleh KNPI. Jadwalnya Jam 20.30, namun hingga Jam 20.50 dia belum muncul, panitia pun gelisah.


"Saya takut Gus Dur kesasar," kata Ketua KNPI (waktu itu) Tjahjo Kumolo.


"Saya kok punya firasat Gus Dur ketiduran," timpal Eros Djarot yang berdiri di samping Tjahjo.


"Jangan lupa Gus Dur itu di seminar pun bisa tidur ".


"Jangan-jangan Ia nyasar ke Graha Pemuda, kantornya Menpora ", Tukas Tjahjo.


Tiba-tiba ada yang nyeletuk, "jangan-jangan kena cekal, nggak boleh ngomong".


Di tengah kegelisahan itu, tepat pukul 21.00 tiba-tiba Gus Dur nongol. "Maaf, saya harus menerima pengarahan dulu dari Jenderal bintang tiga," katanya.


Ia pun langsung diminta bicara. Di depan peserta sarasehan itu dia kembali cerita soal keterlambatannya yang katanya karena dipanggil Jenderal bintang tiga itu.


"Baru bintang tiga saja sudah bisa nyetop orang, bagaimana kalau bintang sembilan," ucapnya.


Bintang sembilan adalah lambangnya NU, yang selalu terpampang di papan nama kantor NU di semua tingkat.


Karena itu, Gus Dur juga sering bangga bahwa warga NU lebih nyaman kalau bepergian. Para pengusaha besar dan pejabat tinggi, katanya, kalau bepergian paling-paling menginap di hotel bintang empat atau bintang lima.


"Orang NU, kalau keluar kota nginepnya di hotel bintang sembilan," alias di kantor pengurus NU!


Gus Dur dan Tentara AL


Gus Dur adalah pemimpin bangsa yang menggagas lahirnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (dulu Departemen Kelautan dan Perikanan). Alasan Gus Dur sederhana, dua pertiga wilayah RI adalah laut. Dan dalam sejarah, bangsa Nusantara adalah bangsa maritim.


Benteng utama pertahanan laut Indonesia dilakukan oleh TNI AL dengan Marinir sebagai pasukan elitnya. Suatu ketika dalam suasana santai, Presiden Gus Dur berbincang ringan dengan ajudannya yang lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL).


Karena dikenal sebagai sosok egaliter, Gus Dur tak sungkan berbincang dengan siapa pun. Alasan itulah yang membuat orang-orang dekatnya juga tak segan meski Gus Dur adalah seorang Presiden.


“Gus, salah satu negara di Amerika Latin, yaitu Paraguay nggak punya laut, kok punya Angkatan Laut?” tanya Ajudan.

 

“Sama seperti saya, punya Ajudan, tetapi saya bukan seperti Presiden. Lah, kamu manggil saya Gus,” ujar Gus Dur sambil terkekeh dalam hati.


“Siap Pak Presiden!” sontak Ajudan langsung sadar dan memberi hormat.


“Ndak apa-apa, saya cuma ngetes seberapa besar selera humor seorang tentara,” lontar Gus Dur dengan tawanya yang khas, sedangkan Ajudan hanya bisa menahan tawa karena sudah terlanjur hormat. (Sumber: The Wisdom of Gus Dur: Butir-Butir Kearifan Sang Waskita, 2014)


Gus Dur dan Bendera Bintang Kejora


Jenderal TNI (Purn) Wiranto ketika menjabat Menko Polkam melapor ke Presiden Gus Dur terkait pengibaran bendera OPM, Bintang Kejora.


“Bapak Presiden, kami laporkan di Papua ada pengibaran bendera Bintang Kejora,” ujar Wiranto melapor.


Mendengar laporan tersebut, kemudian Gus Dur bertanya, “Apa masih ada bendera Merah Putihnya?” tanya Gus Dur.


“Ada hanya satu, tinggi,” ujar Wiranto sigap.


Mendengar jawaban itu, Gus Dur kemudian menjawab, “Ya sudah, anggap saja bintang kejora itu umbul-umbul,” ujar Gus Dur santai.


“Tapi Bapak Presiden, ini sangat berbahaya,” sergah Wiranto.


“Pikiran Bapak yang harus berubah, apa susahnya menganggap Bintang Kejora sebagai umbul-umbul! Sepak bola saja banyak benderanya!” timpal Gus Dur. (Sumber: Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, 2013)


Dzikir Ya Qodim


Pada sebuah kesempatan Markas Koramil mengadakan kegiatan dzikir dan shalawat untuk keutuhan dan ketenteraman bangsa dengan mengundang Kiai Majid.


Kiai Majid pun memulai dzikir panjangnya dengan khusyu diikuti oleh jamaah yang hadir.


Saat itu, kiai Majid dan jamaah khusyu melafadzkan, “Ya Qodim, Ya Qodim, Ya Qodim”, secara berulang-ulang hampir dua puluh menit.


Tiba-tiba salah seorang Tentara dari Koramil yang duduk di bagian belakang mencolek Kiai Majid sambil berbisik.


"Dari tadi disebutnya Kodim terus, Koramilnya kapan Kiai?“ bisiknya.


Kiai Majid pun hanya tersenyum dengan sedikit memanggutkan kepalanya. (*)


Prajurit Gus Dur


Saat berada di sebuah kapal pesiar, presiden Indonesia (Gus Dur pastinya), presiden AS dan perdana menteri Jepang saling memamerkan kebolehan tentara masing-masing.


Presiden AS bilang tentaranya bisa mengelilingi kapal 10 kali tanpa berhenti, dan langsung dibuktikan, ternyata benar. Perdana Menteri Jepang malah bilang tentaranya bisa menglilingi kapal selama 25 kali.


Ia panggil salah seorang prajurit untuk terjun ke laut berenang mengelilingi kapal 25 kali dan... luar biasa, ternyata ia bisa.


Gus Dur hampir-hampir dipermalukan dalam perdebatan itu. Prajurit AS dan Jepang benar-benar pemberani. Untung Gus Dur segera punya ide. Dipanggilnya seorang anggota Banser NU yang kebetulan ikut.


"Ini bapak-bapak, dia seorang anggota Banser NU. Dia bukan tentara, dan tidak pernah mengikuti latihan militer resmi. Dia akan saya suruh berenang 100 kali," kata Gus Dur sambil menepuk-nepuk pundak anggota Banser.


Presiden AS dan perdana menteri Jepang melongo. "Ayo sekarang kamu nyebur ke laut dan berenang keliling kapal sampai 100 kali," kata Gus Dur kepada anggota Benser tadi dengan penuh percaya diri.


"Mana mungkin Gus, saya masak disuruh berenang mengelilingi kapal sebesar ini, saya tidak mau Gus," kata anggota Banser.

 

"Gila apa..!" tambahnya menggerutu sambil lalu.


"Ya sudah kalau begitu kamu balik ke tempat," kata Gus Dur dan angota Banser tadi balik ke tempatnya semula.


Gus Dur lalu mendekati dua pimpinan negara adidaya itu.


"Tuh kan bapak-bapak, sekarang tentara siapa yang lebih berani coba? Pasti lebih berani tentara saya. Lha wong perintah presidennya aja tidak dipatuhi?" kata Gus Dur sambil duduk dan menepuk-nepukkan tangan kanan ke pahanya. (*)

 

Saling Mendoakan


Dalam forum kiai-kiai, Gus Dur memberi sambutan dalam bahasa Arab. Ia minta forumnya berbahasa Arab saja karena ada intel.


Komandan: “Bagaimana pertemuan kiai-kiai dengan Gus Dur tadi?


Intel: “Tidak ada diskusi, Ndan. Mereka hanya saling mendoakan!” (Sumber: Alissa Wahid, @AlissaWahid)


Komputer Intel


Dulu memang intel sangat menakutkan. Kiai-kiai sudah hafal.


Gus Dur: "Kiai, saya kirim 10 dus komputer apakah sudah dipasang?"


Kiai: "Belum, Gus. Kata anak saya, ada tulisan intel di kardusnya. Kami takut.


Gus Dur: ?


Rupanya ada label Intel Inside. (Sumber: Alissa Wahid, @AlissaWahid)


Dempul Kapal Angkatan Laut


Suatu saat Muhammad AS Hikam sowan menemui Gus Dur. Sampai di kediaman, Hikam mengetahui Gus Dur sedang beri’tikaf.


Seketika itu, Hikam langsung menyimpuhkan diri di belakang Gus Dur. Mengetahui ada orang hendak menemuinya, Gus Dur menengok dan membalikan badan. Obrolan berjalan ringan dan santai.


Presiden ke-4 RI dan mantan menterinya itu membincang persoalan kebangsaan yang seolah tak ada habisnya. Sampailah obrolan tentang kekuatan pertahanan Indonesia.


Gus Dur tidak memungkiri bahwa kekuatan pertahanan nasional harus terus dikembangkan.


“Tapi kata TNI persenjataan kita itu kuat lho, Gus,” sergah Hikam.


“Kuat apanya? Kang, kalau misalnya perang di laut, kapal angkatan luat kita belum sampai ditembak pun sudah tenggelam. Tahu sampean kenapa?” kata Gus Dur sambil nyengir.


“Kenapa, Gus?”


“Karena keberatan dempul untuk nambal kapal-kapal kita,” jawab Gus Dur terkekeh. (Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, 2013)

 

(Fathoni)