Daerah

Nanang Syafi'i Lupakan Penyakit dengan Membantu Banyak Orang melalui LAZISNU

Ahad, 8 Desember 2019 | 06:02 WIB

Nanang Syafi'i Lupakan Penyakit dengan Membantu Banyak Orang melalui LAZISNU

Nanang Syafi'i (pertama dari kiri di barisan depan)

Jakarta, NU Online
Nanang Syafi’i, pria yang lahir di Kediri 1976 ini, merupakan penggerak Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kehadirannya di MWC LAZISNU Widodaren sejak 2016 memberikan warna baru. Selain kerjanya yang semangat dan tanpa putus asa, ia selalu memberikan gagasan-gagasan baru. 

Atas kontribusinya itu, kini LAZISNU Widodaren berkembang pesat dan telah diakui banyak kalangan terutama oleh masyarakat Kecamatan Widodaren sendiri. Banyak pula masyarakat yang terbantu oleh pogram-program yang telah dilaksanakan lembaga itu. 

Di antara program yang berjalan dan terbilang sukses adalah beasiswa santri, program pemberdayaan guru TPQ, bedah rumah, bedah tempat belajar (TPQ), program warung LAZISNU, program Kambing dhuafa. Belum lagi bantuan gerobak sayur, penggalangan dana meringankan warga terkena musibah antara lain banjir di Pacitan, gempa di Lombok, tsunami di Palu-Banten dan bantuan lainnya yang diberikan kepada masyarakat Ngawi.

“Awal mula saya masuk LAZISNU menjabat posisi fundrissing. Sebenarnya saya waktu pertama kali, keberatan dengan posisi  tersebut karena kondisi saya tidak memungkinkan. Akan tetapi, teman teman berusaha meyakinkan saya kalau saya bisa,” kata Nanang mengawali obrolan dengan NU Online mmelalui telepon seluler, Ahad (8/12) pagi. 

Ayah tiga anak ini memang memiliki keterbatasan akibat stroke yang menimpanya sejak 2012 silam. Setengah dari badannya tak dapat digerakan, terutama bagian pergelangan tangan. Nanang sempat berputus asa karena penyakitnya itu mengubur seluruh mimpi dan kebahagiaannya. Belum pulih sepenuhnya, tahun 2015 Nanang divonis gagal ginjal. Penyakit kedua ini mengharuskannya pergi ke rumah sakit untuk cuci darah setiap satu minggu dua kali.  

“Memang sempat awalnya saya tidak terima dengan kondisi saya seperti ini, tetapi setelah saya berpikir panjang, untuk apa harus terpuruk terus dan. Toh yang sehat saja bisa meninggal kapan pun dan dalam kondisi apa pun,” kata Nanang menceritakan kisah pilunya.

Tidak mau terpuruk atas semua musibah yang menimpanya, di tahun 2016 Nanang mengikuti arahan sahabatnya, Sirojjudin. Kata sahabatnya itu, semakin banyak membantu masyarakat luas apalagi masyarakat yang kurang mampu, maka hidup seseorang akan dimudahkan dan terasa lebih bahagia. Nanang pun ingin membuktikannya sambil memaksakan diri untuk bangkit. Masuklah Nanang ke bagian pengelola LAZISNU Widodaren. 

Meski banyak keterbatasan, Nanang bersemangat mengikuti seluruh agenda LAZISNU yang telah direncanakannya bersama pengurus yang lain. Bagi Nanang, terapi paling mujarab adalah ikut serta mengabdi di MWC LAZISNU Widodaren. 

“Ini yang menjadi terapi semangatku, yang membuat saya lupa atas semua keterbatasan saya. Karena persaudaraan didukung oleh kekeluargaan yang tinggi, saya bertahan hingga saat ini. Terutama bimbingan  dari ketua NU Care-LAZISNU  Ustadz Hasyim. Beliaulah  yang membuat saya bertahan,” kata alumni IAIN Walisongo Semarang ini. 

Membantu masyarakat kemudian adalah hobinya tanpa pernah mempersoalkan upah yang diterimanya. Paling penting kata dia, sedekah dan infaq yang masuk ke LAZISNU harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya juga, Nanang menghadapinya dengan hati terbuka dan ikhlas. 

Setiap hari Nanang berkantor di NU Care-LAZISNU Widodaren bersama sejumlah temannya. Meski dengan segala keterbatasannya, kadang keadaan mengharuskannya terjun ke masyarakat untuk menggalang bantuan bagi warga terdampak bencana. 

“Saya sekarang bahagia, tidak ada beban dan menjalani hidup dengan ikhlas,” ucap Nanang sambil tersedu sedan. 

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Abdullah Alawi