Daerah

Ketua NU Jember: Islam Sangat Mengapresiasi Budaya Literasi

Sab, 30 Januari 2021 | 13:31 WIB

Ketua NU Jember: Islam Sangat Mengapresiasi  Budaya Literasi

Ketua PCNU Jember, Gus Aab (di tengah) saat menyampaikan pengarahan dalam Pelatihan Jurnalistik 2021. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)

Jember, NU Online
Sejatinya, tradisi literasi sudah cukup lama membudaya dalam Islam. Buktinya, cukup banyak ulama yang  piawai menulis kitab dengan beragam kontennya,  mulai dari soal keagamaan, kesehatan hingga kedokteran.


Di Indonesia  juga begitu. Negeri ini tidak  kekurangan ulama yang pandai menulis kitab. Salah satunya adalah  Syekh Imam Nawawi al-Bantani.  Dia adalah satu dari sekian ulama yang mempunyai budaya literasi  cukup tinggi.
 

“Namun semakin lama,  semangat  umat Islam untuk menekuni dunia literasi semakin menurun,” ujar Ketua PCNU Jember Jawa Timur,  KH Abdullah Syamsul Arifin saat memberikan pengarahan dalam Pelatihan Jurnalistik 2021 di aula kantor NU Jember, Sabtu (30/1).


Katanya, secara umum para kiai lebih suka menggunakan media percakapan dibanding tulisan dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Mereka biasa  memakai thariqatul istimak wal kalam (jalan mendengar dan berbicara) dalam mendukung kerja-kerja dakwahnya. Padahal, thariqatul istimak wal kalam itu, masa dakwahnya lebih pendek dibanding  literasi.


“Ya, dakwah-dakwah yang mengandalkan orasi dan sejenisnya, akan berakhir saat yang bersangkutan wafat. Tapi kalau bentuknya tulisan, sepanjang masa tidak akan hilang. Tapi untungnya, sekarang sudah canggih. Jadi ceramah direkam dalam video dan diunggah ke YouTube, itu bisa (lama) juga,” jelasnya.


Gus Aab, sapaan akrabnya,  menuturkan,  Islam sangat menghargai pelaku literasi, bahkan ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun sudah mencerminkan dorongan yang begitu kuat dikembangkannya literasi.


Ia lalu bercerita soal perang Badar. Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Dalam pertempuran tersebut , pasukan Muslim menang meski jumlah pasukannya  lebih sedikit.

 

Karena menang, maka banyak pasukan musuh yang menjadi tawanan Muslim. Untuk menentukan nasib tawanan itu, Nabi Muhammad bertanya kepada Sayyidina Umar tentang kelanjutan para tawanan  perang Badar itu.


“Umar menjawab,  bahwa mereka dibunuh saja karena sudah tidak berguna, bahkan boleh jadi nanti akan mengganggu Nabi,” kata Gus Aab


Setelah bertanya kepada Sayyidina Umar, Nabi Muhammad minta pendapat  Sayyidina Abu Bakar.  Sahabat nabi yang diberi gelar Ash-Shiddiq ini menyarankan agar para tawanan itu dilepas saja karena sudah tidak berdaya. Lagian, siapa tahu mereka kelak bisa membantu Islam. Akhirnya Nabi Muhammad mengambil jalan tengah, yaitu mereka yang bisa menulis dan membaca  dilepas dengan syarat harus mengajarkan tulis-menulis kepada 10 anak kaum Muslimin.


“Keputusan Nabi Muhammad itu merupakan apresiasi kepada mereka yang mempunyai kemampuan literasi,” terangnya.


Dikatakannya, saat ini fasilitas dan infrastruktur  untuk menjadi penulis dan orang pintar, cukup gampang. Segalanya tersedia. Tinggal kemauan masing-masing individu untuk belajar dan belajar. Karena itu, lanjutnya, jika ada kader NU masih ketinggalan di bidang literasi, itu salah orangnya.


“Bukan salahnya keadaan. Warga NU jangan sampai kalah dengan  yang lain, terutama dalam memanfaatkan teknologi informasi,” terangnya.


Pelatihan yang diikuti 48 peserta tersebut diselenggarakan oleh Pengurus Cabang (PC) LTNNU Jember  dengan menghadirkan nara sumber dari Radar Jember, LTNNU Kencong , dan NU Online.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin