Daerah

Jatuh Bangun, Minarno Sukses Produksi  Benih Bibit Hortikultura

Sel, 15 Oktober 2019 | 14:15 WIB

Jatuh Bangun, Minarno Sukses Produksi  Benih Bibit Hortikultura

Minarno di lokasi pertaniannya (Foto: NU Online/Aryudi Razaq)

Jember, NU Online 
Orang yang kuat bukan mereka yang selalu menang, melainkan mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh

Ungkapan bijak dari penyair Lebanon, Kahlil Gibran itu tampaknya tak berlebihan jika disematkan kepada Minarno. Petani yang tinggal di Desa Sabrang, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur ini, memang memiliki ketegaran dan kesabaran yang berlipat dalam menekuni usaha yang digelutinya.  Pernah dipaksa mundur dari perusahaan yang dibesarkannnya, pernah juga usahanya hancur karena sengketa, namun ketegaran dan kesabarannya, ternyata mampu menuntaskan persoalan  yang ia hadapi hingga akhirnya sukses seperti sekarang ini.

Calik Minarno, nama lengkapnya. Ia lahir di Jember ketika kalender menunjuk angka 10 Agustus 1975. Sebagai anak petani, cita-cita Minarno memang tak jauh dari soal pertanian. Terbukti, setelah lulus dari SMAN Ambulu (1993),  ia memilih kuliah di Politeknik Pertanian Universitas Jember jurusan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura. 

Berbekal ilmu yang didapat di bangku kuliah, Minarno diterima bekerja di sebuah perusahaan asing di Jember (1996). Meski sudah dapat gaji lumayan, namun ia memilih mengundurkan diri setelah 4 tahun bekerja di perusahaan benih tersebut. Alasannya, karena ingin mandiri.

“Seberapa tinggi pun jabatan kita, tapi kita masih bekerja pada orang, itu sulit untuk berkembang, apalagi mandiri,” katanya kepada NU Online di Jember, Senin (14/10).

Minarno bukan tipe pekerja yang cepat puas dengan apa yang dicapai. Sebab baginya, semua manusia mempunyai kemampuan  untuk mencapai sesuatu, hanya tinggal mempertaruhkan kemauannya. 

Pria yang murah senyum itupun mendirikan perusahaan baru berkongsi dengan sejumlah temannya. Di perusahaan yang bergerak di bidang perbenihan itu, ia berposisi sebagai wakil direktur. 

Dalam waktu tak terlalu lama, perusahaan yang dikelolanya tumbuh dengan baik, gaji karyawan juga terbayar lancar. Namun kemudian ia diminta untuk menghidupi perusahaan lain yang notabene milik pemegang saham mayoritas di perusahaan yang ia kelola.

Bagi Minarno, cukup berat menghidupi perusahaan lain, sementara pada saat yang sama masih harus menjaga kontinuitas pertumbuhan perusahaan yang dikelolanya. Namun itulah kemauan manajemen, sehingga hanya ada dua pilihan bagi Minarno; tetap memajukan perusahaan yang dikelolanya sekaligus menghidupi  ‘anak’ perusahaan yang nyaris kolaps itu atau mundur dari perusahaan.

“Kondisi itu saya anggap sudah tidak sehat dan setelah musyawarah dengan keluarga, saya akhirnya memilih mengundurkan diri,” jelasnya.

Tahun 2005, Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC)  ISNU  Ambulu  itu kembali mendirikan perusahaan benih. Kali ini ia bermitra dengan tiga rekannya. Selain menularkan keahliannya di bidang perbenihan ke dalam tim, Minarno yang di situ menjabat sebagai wakil direktur, juga memperdalam ilmu marketing dan manajemen. Sebab, dua ilmu itu tak kalah pentingnya  dalam memajukan sebuah peusahaan.

Lambat laun, perusahaan yang dikelolanya berkembang. Namun lagi-lagi muncul cobaan. Direkturnya menyelewengkan wewenang, disusul kemudian komanditernya serakah, tidak mau berbagi saham. Hak Minarno dikuasai hingga terjadi sengketa di Pengadilan Negeri Jember. Namun akhirnya ia menang di Pengadilan Tinggi Negeri  Jawa Timur hingga berkekuatan hukum tetap (INKRAH).

Meskipun Minarno menang, tapi sengketa tersebut telah menghancurkan segalanya. Ibarat kata pepatah, menang jadi arang, kalah jadi abu. 

“Dan perusahan yang pernah saya banggakan itu akhirnya tutup tahun 2010,” ucapnya.

Meski terasa pahit, tapi Minarno tetap punya semangat untuk bangkit. Semula, ia tidak bemaksud mendirikan perusahaan. Hanya ingin membuka toko sembako, sekadar untuk bertahan hidup. Selang tak berapa lama kemudian, toko itu diubah menjadi toko bangunan, hingga akhirya menjadi toko pertanian. Toko pertanian itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan benih holtikultura yang hingga saat ini cukup berkembang pesat. 

“Tahun 2010 saya ke notaris untuk membuat perusahaan benih hortikultura. Namanya One Tani. Harta yang saya punya saya jual untuk tambahan modal, termasuk perhiasan istri saya,” terangnya.

Kendati One Tani  tidak terlalu besar tapi sebagai sebuah perusahaan, cukup sehat. Didukung oleh 17 karyawan tetap, ratusan buruh lepas, dan 100 lebih petani binaan, Minarno sukses  membawa One Tani berjalan cukup kencang.

Hingga saat ini, One Tani sudah menghasilkan beberapa varietas, diantaranya cabe rawit, timun, kacang, buncis, dan cabe kriting. Semuanya mendapat  SK dari Kemeterian Pertanian (Kementan) RI. Benih-benih tersebut telah beredar di toko-toko pertaian di Jawa Timur dengan merk Panah Mas dan One Tani.  

“Untuk sertifikasi produksi benih, One Tani difasilitasi oleh UPT. PSBTPH (Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura)  Jawa Timur,” jelasnya.

Apa yang dicapai Minarno tak lepas dari pengalamannya di sejumlah perusahan benih. Meski pengalaman itu kadang terasa pahit, tapi tetap mewariskan ilmu dalam diri Minarno. Ia bisa melakukan rekayasa genetika untuk membuat benih unggul, diakuinya berkat perpaduan antara ilmu dan pengalaman.

“Bagus atau unggulnya sayuran hortikultura dan sebagainya, tak lepas dari benihnya. Maka faktor benih teramat penting,” jelasnya.

Wakil Ketua LPPNU (Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama) Cabang Jember itu mengapresiasi langkah Kementerian Pertanian  yang terus mendorong peningkatan produktivitas bibit unggul agar dapat menghasilkan tanaman yang baik dan dapat bersaing di pasar internasional.

“Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, kita angkat topi untuk pemerintah yang memberikan perhatian besar terhadap pasar ekspor holtikultra,” ungkapnya.

Sukses Minarno,  buah dari kesabaran. Kesabaran dan keuletannya yang luar biasa,  beranak pinak menjadi sebuah kesuksesan.  Ya kesuksesan seorang anak petani memproduksi benih unggul bibit holtikulura.

Pewarta: Aryudi AR
Editor: Abdullah Alawi