Rakyat Pati Menjerit Imbas Bupati Naikkan Tarif PBB hingga 250 Persen
NU Online · Kamis, 7 Agustus 2025 | 12:30 WIB
Ahmad Solkan
Kontributor
Pati, NU Online
Beberapa waktu yang lalu, Bupati Pati, Sudewo, menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP). Tak tanggung-tanggung naiknya hingga 250 persen. Hal tersebut dirasa sangat memberatkan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Hadi, seorang petani dari Desa Bungasrejo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, mengaku merasa keberatan atas tarif PBB-PP yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati.
"Kami orang kecil petani merasa berat. Tapi berat nggak berat kalau orang desa harus taat pada pemerintahan desa. Kalau bisa ya diturunkan," ujarnya saat diwawancarai langsung NU Online pada Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, Pemkab Pati terlalu tergesa-gesa menaikkan tarif pajak, sehingga memberatkan rakyat kecil. Ia menyarankan agar Pemkab Pati menaikkan tarif pajak secara bertahap, apalagi saat ini perekonomian sedang lesu.
"Kalau bisa ya diturunkan. Bisa 50 persen dulu, nanti lain waktu baru 100 persen. Kalau ini 250 persen sangat memberatkan," ujarnya dengan penuh harap.
Ia mengungkapkan, tarif PBB-PP yang dibayarkannya sebelum naik sebesar Rp60 ribuan. Sedangkan saat ini mencapai sekitar Rp140 ribuan.
"Luas sawah satu kotak sekitar 1.400 meter persegi. Kalau rumah 15 x 15 meter," terangnya.
Sementara itu, hal yang tidak jauh beda juga dirasakan Ahmad Ridwan, seorang petani tambak sekaligus guru honorer asal Desa Tlutup, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati.
Ia merasa kenaikan PBB-PP sebesar 250 persen sangat memberatkannya. Menurutnya, kenaikan tarif pajak tersebut juga membebani masyarakat menengah ke bawah secara umum.
Ia berharap Pemkab Pati segera menurunkan tarif pajak tersebut. Ia memberi beberapa saran untuk Pemkab Pati, di antaranya agar menaikkan PBB-PP secara bertahap, transparansi penggunaan dana, dialog publik, revisi nilai NJOP yang adil dan memberikan subsidi untuk warga miskin.
Ia pun merinci tarif PBB-PP yang ia bayarkan antara sebelum dan setelah naik. Sebelumnya PBB-PP yang ia bayarkan untuk NJOP Rp250 juta sebesar Rp48.000. Sesudah kenaikan, tarif PBB-PP yang ia bayarkan menjadi senilai Rp168.000.
"Naik lebih dari tiga kali lipat dari tarif sebelumnya," jelasnya.
Dewan Pimpinan Cabang Konfederasi (DPC-K) Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Pati, Husain juga menolak kenaikan pajak yang ditetapkan Pemkab Pati. Ia menilai, saat ini kondisi Kabupaten Pati sedang dalam masa transisi dan ekonomi warganya tidak stabil.
"Saya minta tahun ini tidak ada kenaikan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Pemerintah juga terkesan tidak transparan dalam proses menaikkan. Terbukti hingga hari ini tidak ada keterbukaan informasi tentang kenaikan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) sebagai salah satu referensi menaikkan PBB-P2," tandasnya.
Ia menilai, alasan Pemkab Pati menaikkan PBB-PP sebesar 250 persen karena dalam kurun waktu 14 tahun tidak pernah naik, dirasa kurang tepat. Ia membantah hal tersebut, menurutnya selama kurun waktu tersebut pemerintah Kabupaten Pati telah beberapa kali menaikkan PBB-P2.
"Pemkab tidak jeli membaca data. Sejumlah pihak mengaku selama 14 tahun itu beberapa kali kenaikan PBB-P2 terjadi. Seharusnya bisa dilakukan public hearing terbuka untuk memastikan akurasi data itu," tegasnya.
Selain itu, menurutnya, Bupati sebagai Kepala Daerah memang memiliki kewenangan untuk menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dalam pengelolaan pajak daerah. Namun juga harus mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemampuan wajib pajak.
Husain melanjutkan, NJOP ditentukan berdasarkan harga-harga rata-rata transaksi jual beli yang wajar, perbandingan dengan objek sejenis, nilai perolehan baru atau nilai jual pengganti dengan mempertimbangkan faktor seperti lokasi, peruntukan dan kondisi lingkungan.
"Penyesuaian NJOP harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) setempat dan memperhatikan prinsip keadilan serta kemampuan wajib pajak. Dalam hal ini bupati mengabaikan prinsip keadilan dan kemampuan wajib pajak serta melakukan pelanggaran dengan menetapkan tarif kenaikan sewenang-wenang," paparnya.
Terpopuler
1
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Agustus 2025, Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh
2
Upah Guru Ngaji menurut Tafsir Ayat, Hadits, dan Pandangan Ulama
3
Pakar Linguistik: One Piece Dianggap Representasi Keberanian, Kebebasan, dan Kebersamaan
4
Khutbah Jumat: Rawatlah Ibumu, Anugerah Dunia Akhirat Merindukanmu
5
IPK Tinggi, Mutu Runtuh: Darurat Inflasi Nilai Akademik
6
2 Alasan LPBINU Bandung Sosialisasikan Literasi Bencana untuk Penyandang Disabilitas
Terkini
Lihat Semua