Internasional

Cara Jepang Menarik Minat Pemuda untuk Bertani

Sel, 8 Oktober 2019 | 14:00 WIB

Cara Jepang Menarik Minat Pemuda untuk Bertani

Umur rata-rata pekerja pertanian Jepang adalah 67 tahun. (Foto: Getty Images via BBC)

Jakarta, NU Online
Lewat teknologi pemerintah Jepang berusaha menarik perhatian anak muda yang sebelumnya kurang tertarik bekerja di lahan pertanian, tetapi mereka tertarik pada teknologi. Ini adalah usaha untuk membangkitkan sektor ekonomi yang mengalami penurunan sumber daya manusia.

Dikutip dari BBC, dalam 10 tahun jumlah warga Jepang yang terlibat dalam produksi pertanian turun dari 2,2 juta orang menjadi 1,7 juta orang. Sementara umur rata-rata pekerja sekarang adalah 67 tahun dan sebagian besar petani bekerja paruh waktu.

Keadaan topografi juga sangat membatasi pertanian Jepang, yang hanya dapat memproduksi 40 persen dari pangan yang dibutuhkan. Sekitar 85 persen daratannya adalah perbukitan dan sebagian besar lahan yang tersisa dipakai untuk menanam beras.

Di antara ilmuwan Jepang yang mengembangkan teknologi ialah Yuichi Mori. Ia melakukan revolusi pertanian tanpa lahan dilakukan para ahli agroteknologi di Jepang untuk menyikapi lahan tanah yang semakin berkurang. Langkah ini juga dikembangkan sebagai upaya memberikan solusi terhadap kurangnya sumberdaya manusia di bidang pertanian.

Dia tidak menanam buah dan sayuran di tanah. Mori bahkan tidak memerlukannya. Ilmuwan Jepang ini malah bergantung pada materi yang awalnya dirancang untuk mengobati ginjal manusia — selaput polimer bening dan berpori.

Tanaman tumbuh di atas selaput yang membantu penyimpanan cairan dan nutrien. Selain memungkinkan tanaman tumbuh dalam keadaan apapun, teknik ini menggunakan air 90 persen lebih sedikit dibandingkan pertanian tradisional dan tidak lagi memakai pestisida karena polimer menghambat virus dan bakteri.

"Saya mengadaptasi materi yang digunakan untuk menyaring darah pada proses dialisis ginjal," kata Mori dikutip NU Online, Selasa (8/10) dari BBC.

Perusahaannya, Mebiol, memiliki paten penemuan yang telah didaftarkan di hampir 120 negara. Hal ini menggarisbawahi revolusi pertanian yang sedang berlangsung di Jepang yaitu lahan diubah menjadi pusat teknologi dengan bantuan kecerdasan buatan (artificial intelligent), internet of things (IoT), dan pengetahuan tercanggih.

Kemampuan agroteknologi untuk meningkatkan ketepatan dalam mengamati dan memelihara tanaman kemungkinan akan berperan penting di masa depan.

Laporan PBB tahun ini tentang Pengembangan Sumber Daya Air (UN World Report on Water Resources Development) memperkirakan 40 persen produksi biji-bijian dan 45 persen Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) dunia akan bermasalah pada tahun 2050 jika kerusakan lingkungan dan sumber daya air berlanjut pada tingkat yang terjadi sekarang.

Metode budidaya seperti yang dikembangkan Yuichi Mori telah digunakan di lebih 150 daerah di Jepang dan tempat-tempat lain seperti Uni Emirat Arab (UAE).

Metode ini terutama penting dalam membangun kembali daerah pertanian Jepang timur laut yang tercemar berbagai zat dan radiasi dari tsunami setelah gempa besar dan bencana nuklir pada bulan Maret 2011.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan