Wawancara

Pandemi Belum Terkendali, Apa yang Harus Dilakukan?

Jum, 15 Mei 2020 | 06:45 WIB

Pandemi Belum Terkendali, Apa yang Harus Dilakukan?

Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) dr Syahrizal Syarif. (Foto: istimewa)

Pandemi Virus Corona penyebab Covid-19 di beberapa negara telah usai atau berakhir. Sejumlah negara di Eropa telah membuka kebijakan Lockdown. Bahkan rumah sakit di Italia dilaporkan sudah sepi, tak ada pasien Covid-19. Austria sudah membuka kembali aktivitas sekolah.

Begitu juga dengan negara-negara seperti Korea Selatan. Aktivitas di negeri ginseng tersebut sudah normal kembali. Ruang-ruang publik sudah dibuka. Taiwan juga sama. Negara yang terletak di Pulau Formosa itu beberapa hari ini sudah tidak ditemukan kasus konfirmasi Covid-19. Negara-negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam wabah telah selesai.

Sedangkan Malaysia, Filipina wabah sudah terkendali. Begitu juga di Singapura yang baru-baru ini kabarnya sudah membuka penerbangan. Meskipun ditemukan banyak kasus, hal itu merupakan upaya Singapura dalam proses deteksi dini penularan virus dari orang ke orang sehingga bisa dilakukan pencegahan dan penanganan lebih lanjut.

Bagaimana dengan Republik Indonesia? Kebijakan Lockdown di beberapa negara diadopsi oleh Pemerintah Indonesia dengan menerapkan large-scale social restrictions atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tidak menutup sepenuhnya, tetapi masih memberikan kelonggaran terutama yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat.

Bagaimana jalannya kebijakan tersebut mengingat kasus harian secara akumulatif terus mengalami peningkatan? Tanggal 13 Mei 2020 lalu, kasus harian Covid-19 mencapai angka tertinggi yaitu 689 kasus.

Berikut petikan wawancara Jurnalis NU Online, Fathoni Ahmad dengan Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) dr Syahrizal Syarif belum lama ini di Jakarta.

Dibanding negara-negara lain, bagaimana Anda melihat perkembangan Pandemi Covid-19 di Indonesia?

10 negara di Asia Tenggara yang berat cuma dua negara yaitu Indonesia dan Singapura. Jadi 10 negara di Asia tenggara itu dua masih dalam tekanan, dua negara sudah terkendali, dan enam sudah selesai. Maksud saya, masyarakat Indonesia harus terus optimis dan semangat. PSBB harus ketat, masyarakat jangan bandel.

Itu juga Singapura sejak 20 April 2020 lalu sudah mencapai puncak kasus. Laporan per harinya itu seribu empat ratus sekian saat puncak tersebut. Itu sudah puncak kedua. Puncak pertama di Singapura sebelum ada migran-migran dari Asia Selatan seperti Pakistan, Bangladesh, dan India. Puncaknya hanya 73 kasus, itu pada 25 Maret 2020.

Singapura selama beberapa hari ini kasus turun. Artinya Singapura sudah bisa mengendalikan Pandemi Covid-19. Jadi Indonesia dan Singapura masih berat, Malaysia dan Filipina sudah mulai turun dan enam negara lainnya praktis sudah selesai.

Negara-negara Eropa sudah longgar semua. Sudah turun kasusnya. Yang masih berat ini UK dan Rusia, tapi yang lain-lain seperti Italia, Spanyol, rumah sakitnya sudah kosong tidak ada pasien.

Bagaimana dengan kebijakan PSBB yang sampai saat ini seolah belum berhasil mengendalikan wabah?

Beberapa negara berhasil menurunkan angka kasus corona karena mereka melakukan PSBB yang ketat untuk semua wilayah (secara nasional).

Sebab itu, kebijakan PSBB yang harus melalui izin pusat itu harus dihilangkan untuk wilayah-wilayah yang jelas-jelas berstatus zona merah.

Langsung saja semua wilayah zona merah harus PSBB. Soal pemerintah daerah harus memberikan kompensasi dampak ekonominya, Pemda bisa menyesuaikan sesuai kemampuan.

PSBB yang ketat terbukti mencegah dan mengurangi penularan Covid-19 di berbagai negara. Pemerintah harus secepatnya menerapkan PSBB di semua wilayah zona merah. Pengetatan harusnya bisa dilakukan supaya kasus bisa secepatnya mereda, mana ada orang yang ingin wabah ini lama-lama.

Apa ada kebijakan lain selain Lockdwon dan PSBB?

Tidak ada hal-hal baru yang perlu dilakukan dalam kebijakan pencegahan corona. Hal barunya itu, daerah-daerah yang sudah memperpanjang PSBB, saatnya memberikan sanksi. Tapi bagi mereka yang mengalami kesulitan ekonomi, tetap harus dibantu.
 
Pemberian sanksi bisa diarahkan pada perusahan-perusahan yang tetap memaksa beroperasi sehingga para karyawan mau tidak mau harus berangkat dan keluar rumah. Begitu juga ketika ada orang berkerumun lebih dari 5 orang, tidak memakai masker, dan tidak menjaga jarak.

Soal selesainya wabah, bagaimana wabah Covid-19 bisa dikatakan selesai?

Wabah bisa dikatakan berakhir jika dalam 28 hari tidak ada satu pun kasus baru. Kebijakan large-scale social restrictions atau Pembatasan Sosial Berskala Besar bisa dilonggarkan jika lebih dari sepekan atau 14 hari kasus terus mengalami penurunan.

Pada 13 Mei 2020 Gugus Tugas Nasional Pencegahan Covid-19 melaporkan kasus harian tertinggi, yaitu 689 kasus. Ini artinya Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang masuk kembali menjadi negara dengan wabah belum terkendali.

Jadi kasus harian yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus harian. Beberapa saat lalu sempat terjadi antrian PCR panjang karena kelangkaan Virus Transportation Media (VTM) dan Reagent untuk ekstraksi RNA-nya.

Jadi kasus yang dilaporkan akan berkisar antara 250-500 tergantung keberadaan VTM dan Reagent.

Efektifkah Kebijakan PSBB?

Soal efektivitas bukan terletak pada kebijakan PSBB-nya, tetapi pelaksanaan kebijakannya. Ketika aturan-aturan di dalam PSBB itu dilaksanakan dengan pengawasn yang ketat, sudah pasti itu efektif. Dampak dari PSBB hasilnya tergantung dari kebijakan yang dijalankan sesuai protap atau tidak.

Di awal-awal memang ada sekian ratus perusahaan yang digerebek, lalu disegel karena tetap buka tidak mengindahkan kebijakan PSBB.

Kebijakan PSBB juga berlaku di jalan atau lalu lintas. Jika aturan-aturan PSBB di dalam lalu lintas berjalan, efektivitas akan tercapai. Tetapi jika masih terlihat banyak orang yang tidak pakai masker, naik motor atau jalan kaki tidak mengenakan masker, PSBB berarti belum berjalan dengan baik.

Kalau kita melihat tukang-tukang ojek berkumpul lebih dari lima orang, berarti PSBB belum jalan. Atau kalau di pasar kita masih melihat ada kerumunan orang berarti belum jalan. Karena pasar kan boleh buka yang seharusnya belum boleh.

Bagaimana seharusnya PSBB diterapkan?

Sekarang ini bukan waktunya sosialisasi PSBB lagi. Di dalam Undang-Undang sudah jelas sanksinya. Apalagi PSBB sudah diperpanjang, sudah saatnya memberlakukan sanksi. Tentu sanksi harus disesuaikan dengan segala hal.

Karena orang yang selama ini tidak melaksanakan PSBB, menurut saya bukan kategori orang yang tidak tahu, tetapi orang yang bandel. Orang bandel yang tidak mempedulikan atau bahkan menentang kebijakan PSBB. Kalau menurut harus tegas diberi sanksi.

Kalau benar PSBB diterapkan, seharusnya dalam 20 hari berdampak terhadap angka laporan harian. Kalau pemerintah yakin bahwa PSBB efektif untuk menurunkan kasus, ya enggak usah lagi PSBB berizin itu. Zona merah itu langsung terapkan PSBB saja.

Menurut Anda, kapan Pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir?

Wabah kemungkinan berakhir bulan Juli 2020. Tapi mungkin yang selesai DKI Jakarta dulu, baru Jawa dan luar Jawa, rentang perbedaannya bisa 1 bulan mengingat kesiapan, penanganan, dan fasilitas kesehatan yang dimiliki setiap daerah. (*)