Wawancara

Kejiwaan Anak dan Penggunaan Gawai Menurut Dokter Spesialis

Jum, 15 November 2019 | 15:30 WIB

Kejiwaan Anak dan Penggunaan Gawai Menurut Dokter Spesialis

Dr Citra Fitri Agustina, seorang dokter spesialis kejiwaan di Rumah Sakit Yarsi, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Foto: NU Online/Syakir

Teknologi berkembang begitu cepat. Gawai, termasuk ponsel, begitu mudah diperoleh dan seakan sudah menjadi barang primer yang siapa pun harus punya. Tak sedikit masyarakat kita yang bahkan memiliki dua sampai tiga ponsel setiap orang. Perkembangan teknologi juga tentu berdampak pada anak-anak.

Dewasa ini, tak sedikit anak-anak dan remaja yang harus dikonsultasikan kejiwaannya. Hal tersebut akibat tingginya intensitas mereka bermain gawai. Kecanduan akibat kepuasan mereka bermain menjadi faktor kuat perubahan sikapnya menjadi lebih eksklusif, sering marah, hingga mudah berbohong demi keinginannya menatap layar itu terwujudkan.

Melihat fakta yang sudah sedemikian parahnya, Pewarta NU Online Syakir NF menemui dr Citra Fitri Agustina, seorang dokter spesialis kejiwaan, di Rumah Sakit Yarsi, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (13/11). Dokter lulusan Universitas Indonesia ini merupakan Sekretaris Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU).

Apa yang membuat anak-anak kecanduan main gawai?

Jadi, peristiwa adiksi internet itu ada beragam ya, ada siberseksual, pertemanan dunia siber, online shopping, judi online, penelusuran informasi apa saja padahal ya mereka tidak butuh-butuh banget, hingga gim adiksi. Kesenangan mereka yang terpuaskan melalui salah satu di antara itulah yang membuat mereka kecanduan, ingin melakukannya lagi dan lagi, terus-menerus.

Kalau kecanduan Napza itu biasanya dengan menambah tablet karena satu dua tablet kurang ‘nendang’. Kalau adiksi gawai ini membuat orang semakin besar kebutuhannya akan informasi yang ingin diaksesnya atau gim yang dimainkannya.

Lalu apa dampak yang ditimbulkannya?

Ada gejala perubahan perilaku dari orang tersebut, seperti mudah marah, terbawa emosinya dengan apa yang ditontonnya, dan tidak mampu mengurangi waktu penggunaan ponselnya. Bahkan, anak juga dapat memulai bohong. Misalnya saja, si anak ini dilarang sama orang tuanya, lalu ia merajuk ke neneknya sembari berbohong demi mendapatkan apa yang ia inginkan.

Tidak hanya berakibat pada mental mereka, tetapi juga pada kondisi fisiknya dengan susah tidur, misalnya. Karena, biasanya mereka tidak menghentikan permainannya atau tontonannya karena nanggung dan nerusin terus-terusan. Bahkan bagi orang dewasa, karena tidak sanggup menahan kecanduannya itu yang berakibat pada susah tidur, akhirnya bangunnya kesiangan, terlambat kerja, dan kehilangan pekerjaan.

Ada juga anak yang tidak sampai tangannya kayak pegang hp. Itu kenapa?

Ya, tangannya kaku gitu ya. Itu akibat fokus mereka terhadap gim yang dimainkannya di ponsel tersebut. Dalam bahasa kesehatannya disebut carpal tunnel syndrom (CTL) atau sindrom lorong karpal, yakni mati rasa dan kesemutan di tangan dan lengan yang disebabkan saraf terjepit di pergelangan tangan.

Tetapi kerap kali, orang tua merasa kasihan terhadap anaknya sehingga tetap diberikan kelonggaran bagi putra putrinya itu. Bagaimana menurut dokter?

Orang tua tidak boleh permisif. Tidak boleh mengalah atau merasa kasihan.

Tapi kalau tidak dikasih, anak kerap menangis. Bagaimana?

Biarkan dia menangis sampai selesai. Setelahnya, baru kita beri pengertian. Kan anak juga tidak mungkin menangis seharian.

Apa tanda orang atau anak sudah mulai terganggu kejiwaannya akibat dari ponsel itu?

Jika sampai mengganggu aktivitas kesehariannya dan komunikasinya sudah harus diambil tindakan. Ketika makan bersama keluarga, misalnya, anak masih tetap memainkan ponselnya, tidak justru bercengkerama dengan adik, kakak, ayah, atau ibunya. Prinsipnya kalau tidak menggangu pekerjaan dan sosialisasi tidak masalah. Tapi kalau semuanya terganggu, berarti kejiwaannya sudah bermasalah.

Itu bisa dilihat dari sikapnya yang mudah marah, tidak mampu mengurangi waktu menggunakan ponselnya meski memiliki PR atau tugas, hingga mudah berbohong. Jika hal demikian sudah terjadi harus dilakukan beberapa treatment khusus.

Tapi demikian juga harus menjadi konsistensi orang tua. Artinya, ketika mencegah anak untuk mengurangi penggunaan ponselnya, orang tua juga harus melakukan hal yang sama. Meski dengan alasan pekerjaan, orang tua tidak boleh terlihat oleh anaknya untuk menggunakan gawainya.

Kan ini sudah banyak banget peristiwa tersebut. Bahkan kecanduan ini juga menurut World Health Organization (WHO) sudah termasuk salah satu penyakit. Bagaimana langkah pencegahannya?

1. Kontrol orang tua utama.

2. Orang tua juga harus menjaga pola asuh terhadap anak-anaknya.

3. Ketiga, orang tua juga tidak boleh permisif, mengalah dengan anaknya karena kasihan. ’Ya udah dikasih aja, kasihan’, tidak bisa begitu.

4. Tidak boleh memudahkan anaknya mengakses gawai. Ponsel pribadi orang tua dan kakaknya, misalnya, harus diberi password agar mereka sulit mengaksesnya.

5. Orang tua harus memberikan batasan terhadap anak-anaknya. Misal, dalam sehari harus satu atau dua jam saja ia dapat menggunakan ponselnya.

6. Dibuat kontrak yang harus anak-anak dan orang tuanya taati bersama.

7. Orang tua dapat memberi reward (penghargaan). Kalau seminggu hanya menggunakan ponsel satu jam, nanti dikasih stiker yang diakumulasikan dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan hadiah tertentu. Kayak puasa dulu kalau sudah full satu bulan penuh nanti lebaran dikasih apa.

8. Mengalihkan perhatian anak-anaknya ke aktivitas fisik atau prakarya. Jangan dikasih punishment. Nanti anak malah berontak atau malah benci terhadap orang tuanya.