Wawancara

Keberhasilan NU Meloloskan Eti dari Hukuman Mati di Saudi

Jum, 19 Juli 2019 | 11:00 WIB

“Biasa saja dong. Itu menunjukkan kebesaran NU,” ungkap pria yang tak lepas kopiah hitam itu, di ruangannya, lantai dua Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (15/7) sore. Ia adalah Ketua NU Care Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama H Ahmad Sudrajat. 

Pria yang menyelesaikan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu mengatakan demikian ketika NU Online mengungkapkan selamat atas kesuksesannya merajut jejaring NU untuk mengumpulkan uang demi menyelamatkan nyawa Eti Ruhaeti binti Toyib, seorang tenaga kerja Indonesia asal Kabupaten Majalengka yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

Pasalnya agar bisa terbebaskan, Eti harus membayar diyat (denda) kepada majikannya sekitar 15,2 miliar rupiah. Selama proses tersebut, Eti telah menjalani hukuman penjara selama 15 tahun.

NU Care-LAZISNU selama tujuh hingga delapan bulan berkeliling menemui banyak kalangan, mulai pengusaha, pejabat, lembaga-lembaga yang dinilai peduli kemanusiaan, hingga kiai dan santri. Dan hasilnya cukup menggembirakan. 

Memang, NU Care-LAZISNU tak mampu memenuhi seluruhnya, tapi hanya sekitar 12 miliar rupiah atau sekitar 80 persen. Namun demikian, itu merupakan langkah awal bahwa NU dan segala jaringannya mampu tergerak untuk menyelamatkan nyawa seseorang. 

Peristiwa Eti, menurut Ahmad Sudrajat, menunjukkan bahwa warga NU telah mampu mengaplikasikan perintah Al-Qur’an yang mengatakan menyelamatkan nyawa satu orang sama artinya menyelamatkan seluruh nyawa. Di dalam hadits Nabi juga dikatakan bahwa sesama Muslim merupakan saudara. Jika salah seorang di antara mereka ada yang tersakiti, ada yang membutuhkan, maka kewajiban Muslim lainlah untuk melakukan pertolongan. 

Untuk mengetahui lebih detail apa dan bagaimana LAZISNU mengupayakan uang hingga mencapai 12 miliar rupiah tersebut  hingga gagasannya ke Koin Muktamar, Abdullah Alawi dari NU Online mewawancarainya. Berikut petikannya: 

Apa motifnya NU melalui NU Care-LAZISNU menyelamatkan nyawa Eti, TKW asal Majalengka?

Pertama, NU itu identik dengan masyarakat kaum bawah. Ketika masyarakat kaum bawah tidak mampu mendapatkan apa yang dibutuhkan, maka kewajiban NU dengan segala komponennya dikerahkan untuk membantu kebutuhan-kebutuhan masyarakat bawah karena itulah sebagai bagian dari masyarakat NU. 

Sesama Nahdliyin ya?

Nahdliyin, orang kampung, orang desa, yang pasti dia kebudayaan, karakter, ibadahnya pasti orang desa. 

Kalau Eti bukan NU, bukan Nahdliyin apakah NU akan membelanya dengan cara yang sama? 
Akan dibela juga. Pasti dibela! Karena ketika akan membelanya kita tidak bertanya ini NU apa bukan? Ada permohonan dari pihak kedutaan perlunya kita membantu salah seorang masyarakat, WNI kita di luar negeri, maka kita langsung bergerak, tidak melihat latar belakangnya. Tanpa melihat latar belakang keagamaan, budaya, organisasi dan sebagainya. Yang jelas ada yang membutuhkan dibela, kita pasti bela. Apalagi ini berkaitan dengan warga kita di luar negeri itu menjadi sebuah kebanggaan dan keharusan kita untuk membantu karena menyelamatkan satu jiwa sama saja menyelamatkan jiwa yang lainnya di atas bumi ini, sama dengan menyelamatkan seluruh jiwa di bumi ini. 
Itu hadits Nabi atau Al-Qur’an? 

Itu Al-Qur’an. Saya lupa suratnya, waman ahya fa kaanama ahyan nas jamiaan. Nanti dicek lagi. 

Dalam ayat itu ketika membela satu nyawa tidak perlu melihat latar belakang orang tersebut atau bagaimana? 

Iya. Tak perlu melihat latar belakang. 

Bagaimana cara NU Care-LAZISNU mengumpulkan uang 12 miliar rupiah dan berapa lama?

Yang menarik adalah ketika berita kemanusiaan ini di-sounding-kan oleh duta besar ke seluruh masyarakat dan pejabat, maka komunikasi ini kita bangun dengan merajut semua jejaring tadi, dan lebih fokus lagi, terutama kepada komunitas Nahdlatul Ulama. Jadi, duta besar sudah melakukan lobi dengan MPR, Ketua PBNU, menteri luar negeri, pejabat-pejabat terkait Kemenaker, kemudian dilakukanlah lobi-lobi, komunikasi untuk kita menggalang sekuat kemampuan kita untuk mencapai jumlah yang ditentukan. Kalau kekuatan kita tidak mencapai yang ditentukan, maka kita serahkan kepada kekuatan pemerintah untuk itu, dan alhamdulillah ini semua merupakan kesatuan gerakan semua komunitas masyarakat baik DPR, MPR, kementerian, kiai, ulama, santri, pelajar, dan karena LAZISNU berada di komunitas NU, maka fokusnya kepada komunitas NU baik yang jadi pejabat, anggota DPR, MPR, pengasuh pesantren, dan lembaga-lembaga lainnya yang ada ketertarikan program kemanusiaan. 

Para santri ada yang turut menyumbang? Bagaimana ceritanya? 

Kami datang ke pesantren-pesantren, hanya beberapa pesantren kita datangi, kita road show ke beberapa pesantren yang difokuskan ke beberapa pesantren di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa, masih fokus di pesantren-pesantren Jawa.

Jawa Tengah dan Jawa Timur? 

Iya. 

Berapa lama itu?

Itu kurang lebih delapan bulan, tujuh sampai delapan bulan.

Mereka menyumbang dalam bentuk apa? 

Semua dalam bentuk dana. Uang cash, ada yang transfer juga. Kita juga kampanye dengan berbagai media yang kita miliki. 

Apa yang menarik dari peristiwa itu? Misalnya soal jumlah yang didapat dan bagaimana antusiasmenya kalangan pesantren? 

Yang menarik adalah ternyata potensi pesantren jika digerakkan untuk kepentingan apa pun bisa secara tiba-tiba itu menguat. Contoh, seperti Pesantren Asshidiqiyah ketika disampaikan peran-peran santri dalam masyarakat, dalam sejarah, ternyata mereka-mereka dalam satu kesempatan mengumpulkan 30 juta, dalam satu hari, satu momen, 3 jam. 
Itu hanya para santri, kan?  
Iya, para santri 30 juta. Nah, itu baru satu pesantren. Ada lagi Pesantren Al-Tsaqofah misalnya, mereka juga menyumbangkan lumayan besar. Nah, kalau dipukul rata, setiap pesantren katakanlah ada 5 juta misalnya dikali 10 ribu pesantren saja, berapa jumlahnya? Nah, itu potensi. Padahal kita belum menggerakkan seluruh pesantren, hanya beberapa pesantren. Itu dalam satu hari. Bagaimana kalau dalam setiap bulan kita gerakkan kesadaran pesantren untuk kita gerakkan dalam urusan kemanusiaan, mungkin dalam hitungan miliaran bisa kita dapat, kalau setiap pesantren di bawah naungan NU, RMI (Rabithah Ma'ahid al-Islamiyahbergerak. 
Cara menyampaikan uang itu bagaimana? 

Kita mengirim ke rekening yang dimiliki Kedutaan Besar Republik Indonesia dalam hal ini adalah respon positif Pak Dubes Agus Maftuh yang begitu aktif melobi dan menguatkan jaringan, melobi pihak Saudi untuk menerima permaafan dan lobi pihak Indonesia untuk melakukan pergerakan cepat dalam memperoleh bantuan tersebut. 

Sekarang kondisi dan keberadaan Eti berada di mana? 

Masih di Saudi, menunggu pemulangan, kan masih proses.