Jakarta, NU Online
Kemelut yang menyelimuti kasus ruilslag SLTPN 56 Melawai semakin berlarut-larut. Setelah puluhan siswa SLTPN 56 Melawai berulang kali berunjuk rasa, kini giliran mereka mengadu ke PBNU. Rabu (18/8), Mereka diterima Katib Syuriah PBNU, H. Fachri Thaha Ma'ruf di LT V Gedung PBNU.
Dalam kesempatan itu hadir guru SLTPN 56 yang gigih memperjuangkan nasib sekolahnya, Bu Nurlela, ditemani Yeny Rosa Damayanti, Dita Indah Sari, dan pengacara dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
<>Kehadiran mereka di PBNU guna mendapatkan dukungan moral untuk menghadapi kasus tukar guling. "Kami menyampaikan kepada PBNU, bahwa kasus ruislag tersebut kental nuansa KKN antara Depdiknas, Gubernur DKI, dan mantan Menaker Abdul Latief, akibatnya murid-murid yang jadi korban karena kehilangan hak belajar," tegas Nurlela.
Menurut Perempuan asli Betawi kelahiran 26 September 1957 itu, sebetulnya kemelut yang melanda SLTPN 56 Melawai sudah berlangsung hampir empat tahun, namun selalu dikalahkan ditingkat hukum. Ia menginginkan sekolah yang berlokasi di Jalan Melawai Raya, Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu tidak digusur untuk kepentingan bisnis.
Pada akhir tahun 2000, lanjut Nurlela Depdiknas dan PT Tata Disantara, anak perusahaan Abdul Latif Corporation, mengadakan perjanjian tukar guling (ruilslag). Isinya, gedung dan lahan SLTPN 56 Melawai ditukar dengan lahan di Jeruk Purut, eks SMU Al Azhar. Perjanjian ruilslag dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan guru, siswa, dan orangtua murid.
"Oleh PT Tata Disantara, lahan di Melawai hanya dihargai sekitar Rp 5 juta per meter. Padahal, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)-nya pada tahun 1999-2000 sudah Rp 9,5 juta per meter. Para guru pun menolak ruilslag itu. Mereka dan para siswa juga tidak mau dipindahkan dari sekolah tersebut, tindakan sewenag-wenang inlah yang kami protes," jelas Nurlela dengan penuh semangat.
Ketika ditanya alasan mengapa Nurlaila dan kawan-kawannya tetap bertahan dan menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, menurut Nurlela semata-mata agar kejadian yang menimpa SLTPN 56 Melawai itu tidak terulang lagi. Ia hanya ingin pemerintah tidak sembarangan mengambil kebijakan, khususnya dalam masalah pendidikan. Karena itu, Nurlaila mengaku siap dipecat sebagai PNS jika ternyata "kalah" dalam proses hukum.
Untuk itu, Nurlaila mengaku siap lahir batin menanggung risiko tindakannya melawan Pemprov DKI Jakarta dan Depdiknas dalam masalah ruilslag SLTP 56 ini. Karena sudah tidak menerima gaji, dia bertahan hidup dari pensiunan suaminya sebesar Rp 300.000 per bulan.
Dalam jumpa pers tersebut dibacakan juga dukungan dari KH Abdurahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur mendukung upaya yang dilakukan masyarakat peduli pendidikan (Komite Sekolah, Tim Pembela SMP 56 Melawai, guru, serta murid-murid SMP 56 Melawai) untuk meneruskan perjuangan menegakan amar ma’ruf nahi munkar (ketidak adilan dan kesewenang-wenangan) yang dilakukan oleh Penguasa (Sutiyoso, Mendiknas Malik Fajar dan Abdul Latief). (cih)
Terpopuler
1
Kemenag Tetapkan Gelar Akademik Baru untuk Lulusan Ma’had Aly
2
LKKNU Jakarta Perkuat Kesehatan Mental Keluarga
3
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
4
3 Alasan Bulan Kedua Hijriah Dinamakan Safar
5
Kopri PB PMII Luncurkan Beasiswa Pendidikan Khusus Profesi Advokat untuk 2.000 Kader Perempuan
6
Pentingnya Kelola Keinginan dengan Ukur Kemampuan demi Kebahagiaan
Terkini
Lihat Semua