Nasional

Dinilai Sukses, Kopontren Sidogiri Bisa Jadi Pelajaran untuk Koperasi Desa Merah Putih

NU Online  ·  Rabu, 30 Juli 2025 | 13:00 WIB

Dinilai Sukses, Kopontren Sidogiri Bisa Jadi Pelajaran untuk Koperasi Desa Merah Putih

Kopontren Sidogiri. (Foto: Instagram Kopontren Sidogiri)

Jakarta, NU Online

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fadhila Maulida, menilai bahwa Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Sidogiri, yang dirintis oleh KH Sadoellah Nawawie pada tahun 1961 M, termasuk dalam deretan koperasi sukses. 


Menurutnya, contoh keberhasilan itu perlu menjadi pelajaran untuk Koperasi Merah Putih yang ada pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai, kesuksesan Kopontren Sidogiri diukur dari kemampuannya menjawab kebutuhan riil masyarakat serta loyalitas anggotanya yang berakar pada nilai-nilai keagamaan.


"Pelajaran dari koperasi-koperasi yang ada, terutama best practice-nya, adalah bahwa susunan koperasi tumbuh dari kebutuhan riil masyarakat. Koperasi dikelola dengan pendekatan profesional dan berkembang secara mandiri tanpa tekanan agenda jangka pendek," katanya dalam diskusi publik Angka Kemiskinan Turun, Kesejahteraan Naik? dikutip NU Online dari kanal Youtube INDEF pada Rabu (30/7/2025).


"Oleh karena itu, diharapkan koperasi bukan hanya menjadi agenda jangka pendek atau simbolis, tetapi juga bisa berkelanjutan ke depannya. Dengan begitu, koperasi mampu menjaga fokus pada pemberdayaan anggota secara berkelanjutan," tambahnya.


Selain itu, ia menyebut terdapat sejumlah koperasi sukses di berbagai negara, seperti Rabobank dari Belanda bergerak di bidang pertanian, Desjardins Group dari Kanada dan OP Financial Group dari Finlandia fokus pada layanan keuangan, sementara JA Group di Jepang beroperasi di sektor agribisnis. 


Kemudian, lanjutnya, REWE Group dari Jerman bergerak di bidang ritel dan Crédit Agricole dari Prancis merupakan koperasi di sektor perbankan. Sementara di Indonesia sendiri, selain Kopontren Sidogiri, ada Kospin Jasa yang bergerak di bidang simpan pinjam serta KUD Mina Sumitra yang berfokus pada sektor perikanan.


"Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) berpotensi sebagai motor pengurangan kemiskinan dan penguatan ekonomi desa melalui penciptaan lapangan kerja dan pemangkasan rantai distribusi," jelasnya.


Ia juga menekankan bahwa kuantitas tanpa kualitas berisiko menjadi kontraproduktif. Saat ini, katanya, kontribusi koperasi terhadap PDB masih di bawah 2 persen dan banyak koperasi berisiko stagnan akibat rendahnya kapasitas sumber daya manusia serta lemahnya tata kelola.


Selain itu, tumpang tindih peran antara koperasi dan BUMDes perlu segera diselesaikan untuk mencegah kompetisi antar lembaga desa yang kontraproduktif dan dapat menghambat keberlanjutan ekonomi lokal.


"Skema top-down dan alokasi dana besar rawan elite capture dan moral hazard, terutama tanpa sistem akuntabilitas yang kuat dan pengawasan berkelanjutan," jelasnya.


"Keberhasilan koperasi harus diukur dari transformasi ekonomi desa yang berkelanjutan bukan hanya jumlah unit terbentuk, dengan fokus pada inovasi, inklusi sosial, dar profesionalisme kelembagaan," terangnya.