Sastra Pesantren sebagai "Jalan Ketiga"
NU Online · Sabtu, 23 Agustus 2008 | 20:04 WIB
Perkembangan genre sastra baru bertajuk "sastra pesantren" adalah sebagai jalan ketiga dari sastra sekuler dan islamis yang kehilangan konteks sosial.
Ketua Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Yogyakarta M Jadul Maula tidak ambil pusing dengan belum tuntasnya perdebatan mengenai definisi sastra pesantren, karena baginya mendebatkan sastra pesantren tidak bisa menafikan adanya sastra pesantren itu sendiri.<>
“Kita tidak sedang bicara tentang adakah sastra pesantren, tapi kita bicara tentang misi apa yang dibawa, tidak hanya kuat tapi punya signifikansi dengan ruhani,” katanya dalam Halaqah Nasional Kebudayaan Pesantren bertema “Kebangkitan Sastra Pesantren” di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jumat (22/8).
Ia memaknai kreasi santri dengan membuat novel percintaan ala santri, misalnya, sebagai kreatifitas yang tidak perlu dipasung, namun cukup diarahkan saja.
“Kreatifitas tidak perlu dihambat, tapi bagaimana pembaharuan itu terjadi terus-menerus dan tidak ikut arus atau latah,” katanya. (yus)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Khutbah Jumat: Berani Keluar Dari Zona Nyaman
Terkini
Lihat Semua