Warta

Prinsip Kepentingan Umum dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara PBNU

NU Online  ·  Rabu, 27 Juli 2005 | 08:51 WIB

Belakangan ini berbagai peraturan pemerintah seperti UU Sumber Daya Air No 7/2004 dan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, Perihal Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menuai kontraversi dalam masyarakat, terutama tentang definisi dari kepentingan umum itu sendiri.

Bagaimana sikap PBNU dalam hal ini. Sebenarnya kriteria tentang kepentingan umum telah diputuskan dalam Muktamar ke 29 NU di Cipasung tahun 1994 lalu. Berikut ini rumusan kepentingan umum yang dihasilkan

<>

1. Syariat Islam sangat memperhatikan terwujudnya kesejahteraan dan kemaslahatan umum. Oleh karena itu, prinsip ini harus menjadi acuan bagi pembangunan nasiaonal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perwujudan kesejahteraan dan kemaslahatan umumnya mengakomodasi kepentingan semua pihak tanpa memandang keyakinan, golongan, warna kulit dan tidak bertentangan dengan syariat Islam (Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas). Maslahah ammah ini adalah kemaslahatan yang bermuatan pada prinsip keadilan, kemerdekaan, dan kesetaraan manusia di depan hukum.

2. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, peranan warga masyarakat, warga bangsa dan lembaga keagamaan menjadi sangat menentukan dalam proses perumusan apa yang dimaksud dengan kemaslahatan umum. Dalam hubungan ini, maka prinsip syuro sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an wa amruhum syuro bainahum (urusan mereka dimusyawarahkan diantara mereka) menjadi sangat strategis.

3. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang latar belakang agama masyarakatnya   berbeda-beda, umat Islam seharusnya mampu mengartikulasikan prinsip-prinsip kemaslahatan yang digariskan oleh ajaran agamanya dalam bahasa sekaligus menurut argumentasi masyarakat. Dengan demikian maka prinsip-prinsip yang mulanya (dianggap) bersifat terbatas bisa menjadi milik bersama,milik masyarakat, bangsa dan  umat manusia.

4. Jika proses syura, dimana kemaslahatan umum ditentukan, harus melalui lembaga perwakilan, maka secara sungguh-sungguh harus diperhatikan persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

a. Orang-orang yang duduk di dalamnya benar-benar menghayati aspirasi kemaslahatan umum dari segenap rakyat yang diwakilinya, terutama lapisan dlu’afa dan   mustadl’afin.

b. Untuk mengkondisikan komitmen moral dan politik orang-orang yang duduk dalam lembaga perwakilan seperti tersebut diatas, perlu pola rekruitmen yang memastikan mereka datang dari rakyat dan ditunjuk oleh rakyat dan bekerja/bersuara untuk kepentingan rakyat.

c. Secara struktural, lembaga perwakilan tempat persoalan bersama dimusyawarahkan dan diputuskan, benar-benar bebas dari pengaruh atau pun tekanan pihak maupun yang dapat mengganggu tegaknya prinsip kemaslahatan bagi rakyat banyak.

5. Kemaslahatan umum yang telah dituangkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan atau  undang-undang oleh lembaga perwakilan rakyat (majelis istisyari) merupakan acuan yang harus dipedomani oleh pemerintah sebagai pelaksana secara jujur dan konsekwen  Prinsip Tashoruful imam manutun bil maslahah harus dipahami sebagai prinsip  Keterikatan imam dalam setiap jenjang pemerintahan terhadap kemaslahatan yang Telah disepakati bersama.

6. Sementara itu rakyat secara keseluruhan, dari mana kemaslahatan dirujukkan dan untuk siapa kemaslahatan harus diwujudkan, wajib memberi dukungan yang positif dan sekaligus kontrol yang kritis secara berkelanjutan terhadap lembaga perwakilan sebagai perumus (legislative), lembaga pemerintah sebagai pelaksana (eksekutif), lembaga peradilan sebagai penegak (judikatif).

7. Dalam mewujudkan maslahah’ammah harus diupayakan agar tidak menimbulkan kerugian orang lain atau sekurang-kurangnya memperkecil kerugian yang timbul  karena upaya menghindari kerusakan harus diutamakan dari pada upaya mendatangkan   maslahah.

Ditetapkan di Cipasung Tasikmalaya

1 Rajab 1415/4 Desember 1994

Â