Penguasaan Kitab Kuning Lahirkan Ulama Kharismatik
NU Online · Ahad, 5 September 2004 | 05:39 WIB
Jakarta, NU Online
Berkurangnya beberapa ulama yang selama ini menjadi panutan umat, bukan berarti kuantitas dari tokoh agama Islam pun ikut berkurang. Sebab belakangan ini, bermunculan ulama-ulama baru yang notabene siap tampil sebagai pengayom umat.
"Harus diakui, berpulangnya beberapa ulama dan tokoh agama hingga kini belum terlihat ada sosok yang mampu tampil sebagai pengganti. Kalau secara kuantitas pasti sangat banyak, tapi ulama yang berkualitas dan berkharismatik tampaknya mulai berkurang," ujar Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah atau Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia KH A. Aziz Masyhuri saat bincang-bincang dengan NU Online, Minggu (5/9) sehubungan dengan akan dilaksanakannya Lomba Pembacaan Kitab Kuning tingkat nasional, yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al Falah II Cicalengka Bandung pada 8 - 10 September mendatang.
<>Pengasuh pondok pesantren Al Aziziyah di Denanyar Jombang ini mengakui acara ini penting untuk menjaga khasanah klasik pesantren, dirinya juga berharap acara ini dapat terus dilanjutkan dimasa yang akan datang, karena kitab-kitab yang di kaji di pesantren banyak memberikan kontribusi positif terhadap pemikiran islam yang toleren dan mencerahkan.
Dituturkannya, penguasaan Kitab Kuning merupakan dasar bagi sosok yang bisa tampil sebagai ulama yang kharismatik. Meski, tidak semua orang yang menguasai Kitab kuning mesti jadi ulama tapi ini merupakan dasar. Sebab dengan penguasaan pembacaan Kitab Kuning, dengan sendirinya bisa memahami bagaimana para ulama terdahulu menterjemahkan Alquran.
"Penguasaan Kitab Kuning secara langsung bisa mengkaji khasanah ulama masa lalu, ketika menafsirkan ayat-ayat Alquran", ujarnya seraya menambahkan sekaligus untuk bisa beri inspirasi bagi yang bersangkutan memahami agama secara mendalam.
Sementara itu Direktur Pondok Pesantren Depag Drs H Amin Haidari menjelaskan, pelaksanaan lomba baca Kitab Kuning ini berpulang pada kondisi yang ada sekarang. Maksudnya, berkurangnya ulama yang kharismatik dan menurunnya minat baca alumni maupun santri di ponpes, untuk menguasai Kitab Kuning. Ini terlihat dari sekian alumni pondok pesantren, hanya sekitar lima persen yang jadi ulama.
Disatu sisi lanjutnya, di era globalisasi ini tidak semua santri atau pondok pesantren menyediakan kurikulum membaca Kitab Kuning, khususnya ponpes modern. Sehingga 95 persen alumni pondok pesantren, hanya tau agama tapi bukan menguasai agama. Meski untuk pesantren-pesantren Salafiyah dan Diniyah masih menyediakan kurikulum, baca Kitab Kuning. "Pada intinya, perlombaan baca Kitab Kuning tingkat nasional yang baru pertama kali ini tak lain, untuk menggairahkan alumni pondok pesantren untuk tetap menekuni Kitab Kuning," ujarnya.
Menjawab pertanyaan diakui, untuk mendalami bahasa Arab itu hanya mudah dilakukan oleh mereka yang menguasai pembacaan Kitab Kuning, sekaligus memahaminya. Karenanya, dalam perlombaan ini penilaiannya bukan hanya membaca tapi sejauhmana peserta memahami bacaannya. "Sistem perlombaan ini lebih pada interaktif, dimana penontonpun diberi kesempatan untuk bertanya sejauhmana peserta mengetahui isi bacaannya. Hasil tanya jawab itu juga akan menjadi penilaian tim juri," kata Direktur Amin. (cih)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
2
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
3
Khutbah Jumat: Belajar dari Pohon Kurma dan Kelapa untuk Jadi Muslim Kuat dan Bermanfaat
4
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
5
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
6
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
Terkini
Lihat Semua