MK Batasi Pasal Karet UU ITE, Kini Warga Berhak Kritis Tanpa Takut Kriminalisasi
NU Online · Kamis, 19 Juni 2025 | 22:00 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Tahun 2025 menjadi titik balik penting dalam memperkuat hak warga untuk menyampaikan kritik tanpa takut dikriminalisasi.
MK menegaskan bahwa pasal-pasal pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam UU ITE tidak boleh lagi digunakan secara sewenang-wenang oleh lembaga negara, pejabat, atau korporasi untuk membungkam ekspresi publik.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyambut putusan ini sebagai angin segar setelah hampir dua dekade pasal-pasal dalam UU ITE menjadi alat pemukul terhadap aktivis, jurnalis, dan warga negara yang bersuara kritis.
"Sejak 2006, kami sudah mengingatkan bahwa pasal-pasal pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam UU ITE itu membahayakan demokrasi. Ia menjadi instrumen efektif untuk membungkam kritik," ujar Isnur dalam Diskusi Publik bertajuk Media dan Jurnalis Menyikapi Putusan MK 2025 Atas UU ITE yang diselenggarakan oleh AJI Indonesia secara daring, pada Kamis (19/6/2025).
Ia mencontohkan berbagai kasus, mulai dari Baiq Nuril, aktivis lingkungan, hingga dosen di Aceh, sebagai bukti bahwa UU ITE kerap digunakan oleh pemegang kuasa untuk menekan mereka yang lemah.
Menurutnya, karakter otoriter dalam penegakan hukum terlihat dari bagaimana aparat penegak hukum dengan mudah mengkriminalisasi ekspresi di ruang digital.
"Polisi dan jaksa cenderung memakai pasal-pasal ini atas aduan dari pejabat, pengusaha, bahkan institusi negara. Padahal seharusnya negara melindungi hak berekspresi, bukan memenjarakannya," lanjut Isnur.
Ia mengingatkan bahwa perjuangan belum berakhir karena risiko kriminalisasi tetap ada, terutama pada tataran implementasi di lapangan.
Baca Juga
UU ITE Diujimaterikan di MK
"Putusan MK ini adalah langkah penting, tapi perjuangan belum selesai. Kita harus pastikan agar tafsir MK ini menjadi standar nasional dalam penegakan hukum yang adil dan demokratis," lanjut Isnur.
Senada, Partner LSM Law Firm Damian Agata Yuvens yang juga menjadi kuasa hukum pemohon dalam perkara ini, menekankan bahwa gugatan terhadap pasal-pasal UU ITE bukan hanya langkah hukum, melainkan juga bagian dari perjuangan demokrasi.
"Kami ingin mencegah lahirnya korban-korban baru seperti Daniel, aktivis lingkungan di Karimunjawa yang dipidana hanya karena menyuarakan kritik," kata Damian.
Ia menilai, putusan MK yang membatasi tafsir pasal pencemaran nama baik merupakan langkah maju. MK menegaskan bahwa lembaga negara, pejabat, atau korporasi tidak dapat serta-merta mengaku sebagai korban pencemaran nama baik.
"Kritik terhadap institusi harus ditempatkan dalam konteks demokrasi, bukan pidana," ujarnya.
Damian juga menekankan pentingnya pembacaan kontekstual terhadap ekspresi di media sosial. Menurutnya, tidak semua keramaian digital bisa dimaknai sebagai gangguan nyata di masyarakat.
"Putusan ini juga menyoroti bahwa keramaian di media sosial tidak dapat lagi ditafsirkan sebagai 'kerusuhan' di dunia nyata. Opini, bahkan caci maki di medsos, tidak bisa serta-merta dimaknai sebagai keonaran fisik," kata Damian.
Aktivis hukum dan dosen STH Jentera, Asfinawati turut memperkuat pandangan tersebut dengan menegaskan bahwa martabat manusia sebagai dasar perlindungan hukum ekspresi tidak bisa ditarik ke institusi negara.
"Martabat itu milik manusia, bukan lembaga. Maka, lembaga tak bisa merasa dihina dan lalu mengadukan rakyatnya sendiri," kata Asfinawati.
Putusan MK
Pada 29 April 2025, MK mengabulkan untuk sebagian terhadap permohonan warga Karimunjawa Kabupaten Jepara bernama Daniel Frits Maurits Tangkilisan dalam uji materiil Pasal 27A jo Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, pada dasarnya kritik dalam kaitan dengan Pasal 27A UU 1/2024 tersebut merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Karena itu, untuk menerapkan Pasal 27A UU 1/2024 harus mengacu pada ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang mengatur mengenai pencemaran terhadap seseorang atau individu. Dengan kata lain, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan kepada orang perseorangan.
Hakim Konstitusi Arief mengatakan bahwa antara Pasal 27A UU 1/2024 dengan Pasal 45 ayat (5) UU 1/2024 yang terkait dengan pelanggaran terhadap ketentuan larangan dalam Pasal 27A UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan (delik aduan) yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana atau orang yang dicemarkan nama baiknya.
Dalam hal ini, kendati badan hukum menjadi korban pencemaran maka ia tidak dapat menjadi pihak pengadu atau pelapor yang dilakukan melalui media elektronik. Sebab hanya korban (individu) yang dicemarkan nama baiknya yang dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum terkait perbuatan pidana terhadap dirinya dan bukan perwakilannya.
Lalu agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menerapkan frasa "orang lain" pada Pasal 27A UU 1/2024, Mahkamah menegaskan bahwa yang dimaksud frasa "orang lain" adalah individu atau perseorangan.
Oleh karenanya, dikecualikan dari ketentuan Pasal 27A UU 1/2024 jika yang menjadi korban pencemaran nama baik bukan individu atau perseorangan, melainkan lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas yang spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
“Dengan demikian, untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, maka terhadap Pasal 27A UU 1/2024 harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang frasa "orang lain" tidak dimaknai "kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan,” ucap Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
3
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
4
Khutbah Jumat: Belajar dari Pohon Kurma dan Kelapa untuk Jadi Muslim Kuat dan Bermanfaat
5
Ekologi vs Ekstraksi: Beberapa Putusan Munas NU untuk Lindungi Alam
6
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
Terkini
Lihat Semua