Warta

NU Sumbawa Ada Sejak 1935 (1)

NU Online  ·  Selasa, 31 Mei 2011 | 22:02 WIB

Nahdlatul Ulama (NU) yang menganut paham Ahlussunah wal Jama'ah, sudah lama dikenal dan mewarnai kehidupan masyarakat Sumbawa. Masuknya NU di Kabupaten Sumbawa juga tidak lepas dari kesadaran masyarakat setempat untuk mengembangkan agama Islam dalam rangka membina masyarakat dari kerusakan akhlak yang sudah mulai terasa kala itu.

Selain itu pemahaman yang dibawa oleh NU juga sangat selaras dengan adat istiadat dan budaya yang tumbuh dan berkembang subur di tengah kehidupan masyarakat daerah itu karena sumber pemikiran yang dikedepankan oleh NU tidak hanya Al-Qur'an dan Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik yang ada. Ini bisa dilihat dari banyak ragam kebudayaan Sumbawa mulai dari adat perkawinan hingga musik-musik tradisional yang hingga kini masih lestari.<>

Pola pikir yang diajarkan oleh NU adalah pola pikir yang realistis dan dinamis dengan mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Cara berpikir semacam itu adalah rujukan dari para pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi khusus di bidang teologi. Kemudian dibidang fikih NU mengikuti empat madzhab yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, NU mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
 
Pembacaan Barzanji disetiap prosesi adat Sumbawa misalnya, menunjukkan betapa pemikiran dan pemahaman yang dibawa NU sangat relevan dengan karakter dan sifat masyarakat Sumbawa. Begitu pula dengan Ratib Rabana Ode maupun Ratib Rabana Rea sebuah musik tabuh tradisional, juga sangat identik dengan pemikiran yang ada di dalam organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
 
Berawal dari adanya kesadaran sekelompok orang untuk melakukan pembinaan khususnya dalam menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Sumbawa. Upaya itu diwujudkan dengan membentuk sebuah wadah yang namai Badan Tablig. Badan Tabligh ini berfungsi untuk melakukan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Pembentukan Badan Tablig itu juga dilakukan untuk menangkis propaganda Kristen yang sangat gencar dilakukan oleh jemaat sebuah gereja di Sumbawa kala itu.
 
 Badan Tabligh ini pertama kali diprakarsi oleh seorang Pegawai Kantor Pajak Bumi Sumbawa. Badan ini ternyata cukup ampuh khususnya untuk melawan propaganda tadi. Tabliq-tabliq yang dilakukan hingga ke pelosok-pelosok desa, mendapat respon luas di kalangan masyarakat Sumbawa. Dukungan yang kuat juga datang dari Pemerintah Kesultanan Sumbawa, yang saat itu di bawah kepemimpinan Sultan Kaharudin III.
 
Tersebutlah seorang pemuda pada sekitar tahun 1934 bernama Abdul Majid berusia kurang lebih 15 tahun, putra daerah Sumbawa yang sudah lama tinggal di Jakarta dan dikenal pula sebagai anak asuh  H. Agus Salim, datang ke Sumbawa menawarkan kepada pengurus Badan Tablig untuk mengembangkan dakwah yang berlandaskan Ahlussunah Wal Jama'ah  sekaligus menawarkan pembentukan organisasi NU yang saat itu dipimpin oleh KH Mahfud Siddiq.
 
Meskipun KH Agus Salim tidak tergolong sebagai tokoh NU dan Abdul Majid yang awalnya bukan seorang Nahdiyin, namun ia sangat mengagumi perkembangan organisasi NU saat itu. Begitu pula dengan kemampuan para tokoh-tokohnya yang saat itu sangat menonjol dalam pentas pergerakan Nasional. -----bersambung….

Penulis: Ahmad Zuhri Muhtar (Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Sumbawa)