Warta

Menag: Indonesia Butuh 56 Ribu Penyuluh Agama

NU Online  ·  Selasa, 30 September 2003 | 11:27 WIB

Jakarta, NU Online
Dampak negatif arus teknologi dan informasi diyakini akan mempengaruhi perilaku menyimpang generasi muda seperti melanggar norma agama, adat bahkan norma hukum sehingga  Indonesia  saat ini masih membutuhkan  56 ribu penyuluh agama Islam yang akan disebar ke setiap mesjid, mushala dan kantor urusan agama (KUA).

Menteri Agama RI Prof Dr H Said Aqil Husin Al Munawar, MA di Sijunjung, Sumbar, Selasa mengatakan, sesuai kemampuan keuangan negara, pemerintah secara bertahap akan segera memenuhi kebutuhan tersebut sebab penyuluh agama berperan penting menjembati umat untuk berprilaku sesuai ajaran agama.

<>

Menurut Menag, untuk mendukung kelancaran tugas para penyuluh itu sehari-hari, pemerintah  tahun ini telah memberikan bantuan kepada sejumlah penyuluh di tanah air masing-masing berupa satu unit  kendaraan roda dua.

"Sebagai petugas terdepan dalam menyuluh umat, bantuan kendaraan itu penting dalam rangka memberdayakan keberadaan mereka termasuk peningkatan kesejahteraannya di bidang ekonomi," katanya.

Dalam hal ini, Menag juga berharap pemerintah provinsi, kab dan kota memberikan perhatian khusus kepada penyuluh terutama menyediakan anggaran khusus bagi peningkatan kesejahteraan penyuluh dalam APBD.

Seiring era refomasi dan otonomi, kebijakan  tersebut secara bebas diserahkan  kepada pemerintah provinsi, kab dan kota sesuai kemampuannya masing-masing termasuk penerbitan perda kembali ke surau, berpakaian muslim atau wajib tulis baca Alquran bagi murid SD, pelajar SLTP dan SMU.

Menag menyatakan penghargaan terbesar kepada Sumbar yang telah menerbitkan perda kembali ke surau dalam upaya membentengi moral generasi muda terhadap pengaruh zaman agar mereka bisa berperilaku dengan baik.

Dan provinsi lainnya, sebut Menag, yang juga telah menerapkan hal yang sama yaitu Sulawesi Selatan dan sebagian daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat. "Mudah-mudahan provinsi, kab dan kota lainnya di Sumbar juga bisa mencontoh apa yang telah diperbuat Sumbar," katanya. 

Pada era reformasi ini, kata Menag, dirinya  memberi kebebasan kepada daerah untuk mengatur dan menata sendiri serta menjaga tradisi yang sudah ada.

"Kalau ada tradisi baru asal jangan mengganggu keselamatan umat beragama lainnya saya dukung dan dipersilakan untuk menerapkan dengan tetap mempertahankan prinsip menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam NKRI," katanya.(mkf)