KH Masdar Farid Punya Definisi Sendiri Mengenai 'Jama’ah'
NU Online · Selasa, 22 April 2008 | 22:17 WIB
Kalangan pesantren atau warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin) umumnya sepakat begitu saja dengan pembedaan antara jama'ah dan jam'iyyah. Jama'ah disamakan dengan istilah paguyuban, sementara jam'iyah disejajarkan dengan patembayan atau organisasi.
Dalam konteks NU, menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas'udi, pembedaan antara jama'ah dan jam'iyyah itu malah memunculkan segudang persoalan.<>
Masdar Farid menyampaikan hal itu pada saat memberikan taushiyah kepada ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Pengajian Ahlussunnah wal Jamaah, yang dimotori oleh Pengurus Pusat Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa (PPKB), di Jakarta, Selasa (22/4).
Jama'ah sering diartikan sebagai perkumpulan biasa yang hanya diikat secara tidak ketat oleh kultur yang berlaku di masyarakat setempat. Mereka hanya direkatkan dengan amalan atau kebiasaan yang sama.
Sementara jam'iyah adalah sebuah organisasi, dimana orang-orang yang berkumpul disatukan oleh visi dan misi yang sama dan diatur oleh tata aturan organisasi yang ketat dan tertata rapi.
Menurut Masdar Farid, pembedaan antara jama’ah dan jam’iyyah di dalam NU menyebabkan banyak warga Nahdliyyin merasa tidak terikat secara organisatoris dengan aturan-aturan dalam organisasi NU, juga kegiatan atau agenda-agendanya.
Maka pembedaan itu harus dihilangkan. Kiai yang sempat memunculkan opsi mengenai pengabungan antara zakat dan pajak di Indonesia itu mengatakan bahwa terma jama’ah yang sering disebut dalam berbagai literatur Islam justru dimaksudkan sebagai organisasi.
”Ada qoul yang menyatakan bahwa Allah bersama dengan kelompok yang berjama’ah, maka yang dimaksud dengan jama’ah di sini adalah organisasi,” katanya.
Dikatakannya, ibadah shalat yang dilakukan kaum muslimin bisa bernilai 27 derajat apabila dilakukan secara berjamaah, atau berorganisasi.
”Syarat shalat berjama’ah harus ada imam, ma'mum dan harus ada aturan main yang harus ditaati, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Demikian juga dalam berorganisasi,” katanya.
“Kelompok Muslim baru dikatakan sebagai umat terbaik atau Ahlussunnah wal Jama’ah hanya ketika mereka berorganisasi, berjama’ah. Ingat bahwa di situ ada kata wal jama’ah,” tambahnya.
Kelompok Muslim yang monoritas di dunia seperti Syi’ah, Ihwanul Muslimin bisa sangat kuat dan solid karena direkatkan oleh tata organisasi yang bagus. Sementara kelompok Muslim yang mayoritas yakni Ahlussunnah wal Jama’ah atau Sunni justru tidak bisa berbuat banyak karena tidak diorganisir dengan dengan baik.
Menurut Masdar, satu-satunya kelompok Ahlussunnah wal Jamaah di dunia yang terorganiasir adalah Nahdlatul Ulama (NU) yang berpusat di Indonesia, meski harus diakui bahwa sistem keorganisasian dalam NU berlum terlalu baik.
Sementara itu banyak yang menganggap bahwa berorganisasi adalah cara-cara yang primordial atau kampungan. Menurut Masdar, mereka yang solid dalam berbagai agama adalah anggota salah satu organisasi.
“Jadi anggapan bahwa berorganisasi itu primordial sama sekali tidak beralasan. Dengan berjama'ah justru umat Islam dapat melakukan gerakan bersama untuk mencapai tujuan bersama,” katanya. (nam)
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
3
Cerita Pasangan Gen Z Mantap Akhiri Lajang melalui Program Nikah Massal
4
3 Pesan Penting bagi Pengamal Ratib Al-Haddad
5
Asap sebagai Tanda Kiamat dalam Hadits: Apakah Maksudnya Nuklir?
6
Mimpi Lamaran, Menikah, dan Bercerai: Apa Artinya?
Terkini
Lihat Semua