Leeds, NU Online
Ketertarikan masyarakat Inggris terhadap masalah agama saat ini sedang meningkat dan bidang studi agama di berbagai universitas juga semakin besar peminatnya, namun di sisi lain, ahli yang ada masih sedikit. Ini menjadikan kesempatan untuk berkarir masih luas, apalagi Islam di Indonesia dianggap sebagai Islam yang paling humanis.
Pandangan tersebut diungkapkan oleh Fatimah kepada rombongan dari PBNU yang sedang melaksanakan short course tentang manajemen pesantren dalam perbincangannya beberapa waktu lalu. Ia berhasil menempuh program S3 di Leeds University dengan mendapat beasiswa dari Ford Foundation dengan penelitian tentang masalah Islam, Gender dan Pembangunan
<>Terdapat banyak tantangan dan kesulitan selama belajar di Inggris. Masalah bahasa merupakan salah satu masalah yang dihadapinya sehingga walaupun tidak ada kuliah untuk program S3, ia tetap berkumpul dan bersosialisasi dengan para mahasiswa dari program master untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya.
Kesulitan kedua adalah masalah metodologi. Budaya kritik sudah menjadi tradisi di negeri ini dan kita belum terbiasa menghadapi hal ini sehingga harus berusaha keras menanamkan diri untuk mengkritisi banyak hal.
Dalam program penelitiannya, ia juga harus melihat Islam sebagai sebuah kajian. “Kita harus mengambil jarak terhadap agama, yang sebelumnya kita anggap bisa menyelamatkan dunia dan akhirat dan berusaha melihatnya secara obyektif dan mengkritisi kelemahan-kelemahannya. Ini seringkali menimbulkan hambatan-hambatan psikologis dan menimbulkan hasil yang bias,” tandasnya.
Masalah lainnya yang harus diatasi adalah bagaimana bisa menulis dengan baik karena banyak sekali tugas dan laporan yang harus dikerjakannya. “Untung saja selama kuliah di Jogja saya selalu mendapat pembimbing yang baik sehingga relatif tidak menemui kesulitan berarti," kata Fatimah mengungkapkan.
Juga diceritakan mengapa ia mengambil program pendidikannya di Inggris, bukan di Mesir atau Negara Timur Tengah lainnya yang merupakan pusat Islam, ia beralasan agar bisa melakukan pengkajian terhadap praktek belajar dalam budaya dan lingkungan yang baru.
“Untuk belajar masalah fikih atau tafsir, mungkin Mesir atau negera Timur Tangah lainnya lebih baik. Namun untuk bidang lainnya kita harus melihat universitasnya, bahkan kesesuaian antara rencana penelitian yang akan kita ambil dengan promotornya,” tambahnya.
Sebelumnya ia merupakan lulusan IAIN Sunan Kalijaga Jogja dan juga pernah mengenyam pendidikan pesantren selama 6 tahun sehingga permasalahan agama bukanlah hal yang asing baginya.
Research studi tidak ada kuliah, tetapi langsung melakukan penelitian dengan bimbingan seorang promotor, saat ini Fatimah sedang mengambil tema penelitian tentang agama, pembangunan, dan gender.
Walaupun tidak ada kuliah, tetapi ia tetap berusaha untuk melakukan komunikasi dan bersosialisasi dengan para mahasiswa dari program master untuk lebih mengenal komunitas disini dan juga untuk memperbaiki bahasa inggrisnya.
Ia memperoleh beasiswa dari Ford Foundation setelah memenangkan seleksi dari 20 ribu pelamar. Ketika ditanya mengapa memilih Inggris dan bukan Mesir atau negera Timur Tengah lainnya sebagai tempat untuk belajar, ia mengungkapkan bahwa alasan utamannya adalah ingin melakukan perbandingan banyak aspek keagamaan antara Indonesia dan Inggris.
“Kalau belajar Tafsir atau Fikih, mungkin pilihan di Timur Tengah paling baik, namun untuk belajar islam sebagai sebuah kajian penelitian, tampaknya di Negara barat lebih baik.
Terdapat perbedaan tradisi keilmuan antara di Barat dan Indonesia. Di Inggris, tradisi kritik berkembang dengan luas sehingga kita harus belajar pada diri sendiri bagaimana untuk melakukan kritik.
Tantangan yang lainnya adalah masalah kemampuan menulis yang harus lebih dikembangkan dan diperdalam.
Ia merupakan lulusan IAIN Sunan Kalijaga dan pernah juga nyantri selama 6 tahun di pondok pesantren. Sebelum mengambil program Ph.D, ia merupakan salah satu aktivis LSM An Nisa di Jogjakarta
Usia belajar di Inggris juga tidak dibatasi, bahkan ada imam masjid disalah satu tempat yang juga mengambil program master dalam kajian Islam.
Disini dapat juga dijelaskan tentang Islam yang sebenarnya ketika banyak orang mempersepsikan Islam sebagai sebuah kekerasan seperti yang banyak dikemukakan di media, dapat diungkapkan bahwa Islam yang sebenarnya tidaklah seperti itu yang dapat diambil contohnya dengan Islam di Indonesia yang toleran terhadap umat lainnya.(mkf)
Terpopuler
1
KH Miftachul Akhyar: Menjadi Khalifah di Bumi Harus Dimulai dari Pemahaman dan Keadilan
2
Amerika Bom 3 Situs Nuklir Iran, Ekskalasi Perang Semakin Meluas
3
Houthi Yaman Ancam Serang Kapal AS Jika Terlibat dalam Agresi Iran
4
Nota Diplomatik Arab Saudi Catat Sejumlah Kesalahan Penyelenggaraan Haji Indonesia, Ini Respons Dirjen PHU Kemenag
5
Menlu Iran Peringatkan AS untuk Tanggung Jawab atas Konsekuensi dari Serangannya
6
PBNU Desak Penghentian Perang Iran-Israel, Dukung Diplomasi dan Gencatan Senjata
Terkini
Lihat Semua