Warta Soal Pelarangan Jamaah Ahmadiyah

Gus Dur : Tolak Fatwa MUI

NU Online  ·  Jumat, 29 Juli 2005 | 09:06 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menolak pelarangan Jamaah Ahmadiyah oleh MUI. Karena Penetapan aliran sesat dan pelarangan Jamaah Ahmadiyah dapat memicu kekerasan terhadap keyakinan beragama yang dilindungi oleh konstitusi.

Seperti diketahui akibat fatwa MUI terkait pelarangan Jama'ah Ahmadiyah, aktivitas pengrusakan dan teror terus dialami oleh mereka. Baru-baru ini Masjid Alhidayah milik Ahmadiyah di Petojo Jakarta Barat akan diserang. Selain itu di daerah lainnya ada 8 Masjid milik Ahmadiyah yang dilarang menjalankan sholat Jum'at.

<>

“Saya menyesalkan pelarangan itu. Kita kan punya UUD 45 yang menjamin dan melindungi warga negara untuk berkeyakinan. Fatwa itu gak punya kekuatan hukum. Pemerintah musti berdasarkan konstitusi,” ungkap Gus Dur kepada wartawan dalam acara yang di gagas Aliansi Masyarakat Madani di gedung PBNU, Jln. Kramat Raya 164, Jum'at (29/7).

Hadir Dalam kesempatan tersebut tokoh lintas agama antara lain Djati Kusuma (penghayat Keyakinan), Pdt Winata Sahirin (GKJ), Romo Edi (KWI), Djohan Effendy (ICRF), Lamardi (perwakilan Ahmadiyah), Anand Khrisna, Syafi'i Anwar, Dawam Rahardjo, Ulil Abshar Abdala dan dari penganut Khonghucu.

Menurut Ketua Dewan Syuro PKB ini, Indonesia bukan negara Islam, Indonesia adalah negara nasional, karenanya yang berlaku adalah ukuran-ukuran nasional, karena itu kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) ingin menetapkan fatwa haram kepada Jama'ah Ahmadiyah terserah, itu urusan keyakinan umat, dipercaya orang apa tidak kita lihat saja nanti. "Tapi kalau MUI ingin memaksakan kehendak melalui pemerintahan agar supaya kita ini terpasung kita tidak bisa terima," tandasnya.

Dikatakan Gus Dur Pemerintah melalui pidato Susilo Bambang Yudhoyono, memang tidak tertera menolak secara tertulis, tapi apa yang diucapkan secara lisan oleh SBY jelas sekali menolak, dia hanya mau mendengar yang dikatakan Menteri Agama dan MUI. "Ini kesalah besar bagaimana dia sebagai pimpinan formal bisa keliru.Yang bisa mengatakan benar atau salah itu hanyalah Mahkamah Agung RI," kata Gus Dur.

Karena itu, lanjut Gus Dur saya meminta kepada masyarakat untuk tidak mendengarkan pendapat MUI melainkan pendapat dari MA. "Dalam waktu dekat kita akan mengirimkan surat dan meminta MA untuk mengadakan sidang terkait soal pelarangan ini," ujar cucu pendiri NU Hadratus Syaikh KH. Hasyim As'yari.

Ditambahkan Gus Dur, jika MUI tidak mau mencabut larangan (fatwa-red) itu, kita mendesak kepada pemerintah untuk tidak menurunkan bantuan dana kepada MUI, yang diperkirakan hampir Rp5 Milyar tiap bulannya. (cih)