Gerakan anti qunut oleh sekelompok ‘ahli ilmu’ di berbagai penjuru tanah air dengan menganggap bahwa doa qunut yang diamalkan oleh warga NU sebagai amalan bid’ah telah meresahkan warga NU (Nahdliyyin), khususnya di Pekalongan, Jawa Tengah.
Pasalnya, mereka selalu menggunakan berbagai media seperti mimbar jum’at, majelis ta’lim hingga pengajian-pengajian keliling dengan menggunakan pengeras suara luar, hingga memekakkan telinga.<>
Demikian dalam kegiatan kajian rutin tengah bulanan bertempat di Kantor PCNU Kota Pekalongan beberapa waktu yang lalu, seperti dilaporkan kontributor NU Online Abdul Muiz. Kajian ini terbuka untuk umum yang ingin tahu banyak seputar amaliyah nahdliyyin.
Diungkapkan, masyarakat yang merasa risih dengan gerakannya telah menegur secara lisan maupun tertulis kepada yang bersangkutan, akan tetapi hingga kini tidak pernah ada perubahan, bahkan mereka semakin getol.
Mereka selalu berdalih, qunut subuh yang pernah disyari’atkan itu kemudian oleh Rasulullah dihapus dengan berpedoman beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Abul Abbas Ahmad bin Abi Mansur dan lain-lain.
DR Ade Dedi Rohayana, M Ag, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan, dalam diskusi tengah bulanan yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PC LAKPESDAM) NU Kota Pekalongan itu menjelaskan, dari delapan hadits yang menjadi dasar qunut adalah bid’ah, lima dikategorikan dho’if (lemah) sedangkan yang tiga adalah mutawatir.
Dikatakan, dari ketiga hadits yang mutawatir yang menjadi andalan kelompok anti qunut tersebut, memberikan penjelasan sebenarnya tidak ada larangan membaca doa qunut pada waktu sholat subuh.
Dalam hadits tersebut, diceritakan Rasulullah membaca do’a qunut karena 70 sahabatnya telah dibunuh oleh suku Arab dari kaum Bani Salim, kemudian Rasulullah mendo’akan (kebinasaan) kepada suku arab tersebut selama satu bulan dalam sholat subuh. Akan tetapi setelah mendapat teguran dari Allah sebagaimana dalam Surat Ali Imran ayat 128, Rasullah kemudian menghentikannya.
Menurut Ade, yang dihentikannya bukan do’a qunut sebagaimana yang diamalkan oleh warga nahdliyyin saat ini, akan tetapi do’a qunut yang meminta agar kaum Bani Salim dibinasakan, sedangkan setelah itu, Rasulullah tetap melaksanakan do’a qunut pada bulan bulan berikutnya sebagaimana yang telah diamalkan oleh ummat Islam saat ini.
Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut dalam shalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia.
“Yang ditinggalkan oleh Rasulullah itu bukan qunut sebagaimana yang diamalkan oleh mayoritas ummat Islam saat ini, akan tetapi qunut subuh yang meminta kebinasaan kaum Bani Salim yang telah membunuh 70 sahabatnya,” ujar Ade.
Ditambahkan, do’a qunut yang telah diamalkan oleh ummat Islam saat ini bukan dikategorikan bid’ah sebagaimana yang dikatakan oleh sekelompok anti qunut, karena Rasulullah sendiri melaksanakan hingga wafat. "Mayoritas ummat Islam mengamalkannya karena hal tersebut merupakan sunnah Rasulullah," tandasnya.
Kegiatan kajian rutin tengah bulanan dilakukan setiap senin malam pertama. Menurut Ketua PC Lakpesdam NU Kota Pekalongan, di samping persoalan persoalan keagamaan, diskusi juga akan mengupas seputar politik, sosial dan lain-lain berdasarkan kebutuhan dengan menghadirkan nara sumber yang ahli di bidangnya. (nam)
Terpopuler
1
Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hari Spesial di Dalamnya
2
Amalan Penting di Permulaan Bulan Dzulhijjah, Mulai Perbanyak Dzikir hingga Puasa
3
Kelola NU Laksana Pemerintahan, PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan
4
Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
5
Tak Bisa Mengelak Lagi, Negara Wajib Biayai Pendidikan Dasar Termasuk di Swasta
6
Mengenal Aplikasi Digdaya Kepengurusan yang Diluncurkan PBNU
Terkini
Lihat Semua